Newsletter

Jelang Rilis Data Inflasi AS Wall Street Ambles, IHSG?

Aldo Fernando, CNBC Indonesia
10 June 2021 06:21
Ilustrasi Bursa Efek Indonesia
Foto: Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Indonesia bergerak beragam pada Rabu (10/6) kemarin. IHSG berhasil rebound kembali ke level psikologis 6.000, rupiah tidak bergerak di hadapan dolar Amerika Serikat (AS), sementara harga obligasi pemerintah atau Surat Berharga Negara (SBN) kompak menguat.

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup melesat 0,80% ke level 6.047,47 pada perdagangan Rabu (8/6/21) setelah sempat dibuka merah 0,44% pagi tadi.

Nilai transaksi hari ini sebesar Rp 12,68 triliun dan terpantau investor asing membeli bersih (net buy) Rp 146 miliar di pasar reguler. Terpantau 245 saham naik, 259 saham terdepresiasi, sisanya 135 stagnan.

Data yang dirilis dari dalam negeri menunjukkan konsumen semakin percaya diri melihat perekonomian saat ini dan beberapa bulan ke depan. Ini terlihat dari kenaikan Indeks Keyakinan Konsumen (IKK).

Bank Indonesia (BI) melaporkan IKK periode Mei 2021 sebesar 104,4. Naik dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar 101,5.

IKK menggunakan angka 100 sebagai titik mula. Jika di atas 100, maka artinya konsumen optimistis memandang perekonomian baik saat ini hingga enam bulan mendatang.

"Keyakinan konsumen terpantau membaik pada sebagian besar kategori tingkat pengeluaran, tingkat pendidikan, dan kelompok usia responden. Secara spasial, keyakinan konsumen membaik di enam kota yang disurvei, tertinggi di kota Medan, diikuti oleh Surabaya dan Manado," sebut keterangan tertulis BI, Rabu (9/6/2021).

Konsumen yang semakin pede, menjadi indikasi peningkatan konsumsi, yang semakin menguatkan ekspektasi Indonesia lepas dari resesi di kuartal ini.

Sementara, rupiah bergerak agak liar melawan dolar AS pada kemarin. Tetapi di akhir perdagangan, Mata Uang Garuda stagnan. Isu taper tantrum masih "menghantui" pelaku pasar, mengalahkan data yang menunjukkan konsumen Indonesia yang semakin pede.

Melansir data Refinitiv, rupiah membuka perdagangan dengan stagnan di Rp 14.250/US$. Sempat menguat 0,11% kr Rp 14.235/US$, rupiah kemudian berbalik melemah 0,14%.

Di akhir perdagangan, rupiah berada di Rp 14.250/US$ pasar spot, sama persis dengan posisi penutupan hari sebelumnya.

Sementara itu, isu tapering atau pengurangan program pembelian aset (quantitative easing/QE) bank sentral Amerika Serikat (AS) atau The Fed tampaknya belum sepenuhnya meredup.

Pada perdagangan kemarin, harga SBN serempak naik di tengah turunnya imbal hasil (yield) obligasi pemerintah Amerika Serikat pada sesi pra-pembukaan (pre-opening) perdagangan Rabu dini hari waktu AS.

Investor kembali memburu SBN hari ini, ditandai dengan menurunnya yield SBN acuan di semua tenor. SBN tenor 25 tahun sepertinya menjadi yang paling terbanyak diburu oleh investor, terlihat dari yield-nya yang mengalami penurunan signifikan, yakni sebesar 10,8 basis poin (bp) ke level 7,377%.

Sementara itu,yield SBN bertenor 10 tahun dengan kode FR0087 yang merupakan acuan obligasi negara juga turun sebesar 0,9 bp ke posisi 6,437% pada hari ini.Yield berlawanan arah dari harga sehingga penurunan yield menunjukkan harga obligasi yang menguat, demikian juga sebaliknya. Satuan penghitungan basis poin setara dengan 1/100 dari 1%.

Dilansir dari CNBC Internationalyield Treasury acuan bertenor 10 tahun turun 1,5 basis poin ke level 1,513% pada pukul 04:00 pagi waktu AS, dari sebelumnya di level 1,528% pada penutupan Selasa (8/6/2021) kemarin.

Setelah sempat menguat di zona hijau hampir sepanjang sesi perdagangan, bursa Wall Street kompak memerah, lantaran investor institusi masih menunggu data inflasi AS yang bisa menjadi penanda awal kapan bank sentral AS the Fed mungkin bakal memperketat kebijakan moneternya.

Indeks Dow Jones melemah 0,44% atau 152,68 poin ke 34.447,14. Kemudian, indeks yang berisikan 500 saham blue chip S&P 500 terkoreksi 0,18% ke 4.219,62, dan indeks yang sarat saham teknologi tergerus 0,09% ke 1.3911,75.

"Ada masa tenang dalam hal berita," kata Chuck Carlson, kepala eksekutif di Horizon Investment Services di Hammond, Indiana. "Kita sudah melalui periode [rilis] pendapatan [emiten] dan orang-orang menunggu angka inflasi besok [hari ini]".

Sementara itu, antusiasme investor ritel terhadap "saham meme" masih terus berlanjut. Saham emiten teknologi medis Aethlon Medical meroket hingga 388%.

Para investor ritel di forum Reddit juga ikut mengerek saham operator penjara swasta Geo Group sampai 38,36% dan saham emiten gulat profesional World Wrestling Entertainment sebesar 10,89%.

Namun, saham meme lainnya seperti Clover Health, AMC Entertainment dan Bed Bath & Beyond berbalik arah menjadi ditutup ambles, secara berturut-turut 23,61%, 10,37%, dan 6,90%.

Menurut Vanda Research, volume investor ritel Wall Street telah kembali melonjak seperti pada level puncak di Januari, seiring forum media sosial berebut untuk mengidentifikasi saham meme--seperti GameStop Corp-selanjutnya. Beberapa bulan lalu, GameStop mengalami lonjakan 'gila-gilaan' setelah diborong investor ritel yang banyak aktif di forum Reddit dan semacamnya.

"Rasanya seperti pasar saham alternatif. Ini indikasi spekulasi. Anda bisa sukses jika Anda masuk pada saat yang tepat, tetapi sangat sulit untuk bermain dengan sukses dari waktu ke waktu," kata Carlson mengenai fenomena saham meme.

"Saya tidak berpikir Anda harus membaca terlalu banyak tentang pasar yang lebih luas," tambahnya.

Laporan Indeks Harga Konsumen (IHK)  yang dirilis Departemen Tenaga Kerja AS yang akan dirilis nanti malam akan memberikan sinyal lain tentang inflasi di tengah pemulihan ketidakseimbangan permintaan/penawaran.

Ini lantaran karena investor akan menentukan apakah tekanan inflasi, seperti yang ditegaskan The Fed, akan bersifat sementara atau permanen. 

IHK periode Mei diperkirakan naik 4,7% secara tahunan, menurut polling ekonom oleh Dow Jones. Pada April, inflasi menguat 4,2% menjadi laju yang tercepat sejak 2008.

The Fed sebelumnya telah memperkirakan bahwa kenaikan inflasi tidak akan terjadi secara permanen, karena hanya ditopang oleh stimulus. Indikasi pemulihan ekonomi terlihat dari naiknya pembukaan lapangan kerja April ke level tertinggi baru, yakni 9,3 juta lapangan kerja.

Hari ini, para pelaku pasar dalam negeri akan menunggu publikasi data penjualan ritel RI untuk periode April 2021, yang akan diumumkan oleh Bank Indonesia (BI) pada 10.00 WIB. Kendati diprediksi masih bakal negatif secara tahunan (year on year/yoy), penjualan ritel bulan April tampaknya bakal membaik dibandingkan bulan sebelumnya.

Sebelumnya, penjualan ritel Indonesia pada Maret 2021 meningkat dibandingkan bulan sebelumnya. Namun dibandingkan periode yang sama tahun lalu masih terjadi kontraksi (pertumbuhan negatif).

Menurut hasil Survei Penjualan Eceran periode Maret 2021, penjualan eceran yang dicerminkan oleh Indeks Penjualan Riil (IPR) naik 6,1% dibandingkan Februari 2021. Jauh membaik dibandingkan bulan sebelumnya yang -2,7%.

Namun secara tahunan (year-on-year/yoy), penjualan ritel mengalami kontraksi. Pada Maret 2021, IPR turun 14,6% yoy meski membaik ketimbang Februari 2021 yang terkontraksi 18,1% yoy.

Sementara untuk April 2021, BI memperkirakan penjualan ritel akan meningkat baik secara bulanan maupun tahunan. Untuk bulanan, diperkirakan terjadi pertumbuhan 11,4% sementara tahunan naik 9,8%.

Trading Economics meramal penjualan ritel April masih akan minus 10% secara tahunan.

Untuk keseluruhan kuartal I-2021, penjualan ritel tumbuh -16,3% yoy. Sedikit membaik dibandingkan kuartal sebelumnya yang -16,8% yoy.

Kemudian, dari luar negeri, pada pukul 13.45 WIB Perancis akan merilis data produksi industri bulanan per April. Konsensus pasar memprediksi, produksi industri Perancis per April tumbuh 0,5% secara bulanan (month on month/mom).

Pada Maret, produksi industri Prancis naik 0,8 persen dari bulan sebelumnya 2021 alias berhasil rebound dari minus 4,8 persen pada Februari 2021.

Selanjutnya, pada pukul 18.45 WIB-19.30 WIB investor akan mendapat kabar dari Bank Sentral Eropa (European Central Bank/ECB) yang akan memutuskan soal tingkat suku bunga di kawasan Uni Eropa dan akan meninjau soal laju pembelian obligasi darurat yang sudah dimulai pada Maret 2020.

Hingga saat ini tingkat suku bunga ECB masih 0,00%. Menurut analisis Trading Economics, suku bunga 0,00% ini akan tetap bertahan hingga 12 bulan ke depan.

Sebelumnya, pasar berspekulasi bahwa ECB akan memutuskan untuk mengurangi skema pembelian obligasi darurat senilai  € 1,85 triliun pada saat rapat Kamis besok. Namun, Presiden ECB Christine Lagarde pada akhir Mei lalu mengatakan, masih terlalu dini bagi ECB untuk membahas hal teersebut.

"Kami berkomitmen untuk menjaga kondisi pembiayaan yang menguntungkan dengan menggunakan envelope PEPP, dan bakal melakukannya hingga setidaknya Maret 2022," kata Lagarde pada konferensi pers setelah pertemuan Eurogroup di Lisbon.

"Masih terlalu dini dan sebenarnya tidak perlu memperdebatkan masalah jangka panjang. Fokus kami di bulan Juni adalah pada kondisi pembiayaan yang menguntungkan bagi perekonomian pada umumnya dan semua sektor," tambahnya.

Informasi saja, program pembelian darurat pandemi (PEPP) ECB adalah program pembelian aset sementara sekuritas sektor swasta dan publik yang dimulai pada Maret 2020 untuk melawan dampak pagebluk Covid-19 di kawasan Uni Eropa.

Kemudian, pada 19.30 WIB, perhatian pelaku pasar akan banyak tersedot pada rilis data laju inflasi tahunan Amerika Serikat (AS) per bulan Mei. Pada April tingkat inflasi Negeri Paman Sam melonjak menjadi 4,2%, dari 2,6% pada Maret. Pasar meramal inflasi AS akan melonjak 4,7% secara tahunan.

Nah, apabila tingkat inflasi Negeri Paman Sam kembali naik, investor khawatir hal tersebut akan mendorong bank sentral AS, The Fed, untuk mulai menaikkan tingkat suku bunga dan memicu taper tantrum.

Isu pengetatan alias tapering off memang mulai bertebaran setelah perekonomian AS semakin sehat. Pemulihan setelah dihantam pandemi virus corona (Covid-19), pemulihan ekonomi negeri adi daya berlangsung begitu cepat.

Bukan tidak mungkin, pengurangan quantitative easing (QE) berada di depan mata. Namun, BI masih melihat situasi yang saat ini dihadapi masih bersifat dinamis.

Otoritas moneter Tanah Air memperkirakan Jerome Powell Cs akan mengumumkan fase tapering off paling cepat pada Agustus, yakni kala pertemuan Jackson Hole Symposium.

Kepala Departemen Pengelolaan Moneter BI Hariyadi Ramelan mengaku cukup optimistis dampak dari tapering off Fed tidak akan sebesar pengaruhnya seperti 2013 - 2015.

Salah satu indikator yang menjadi perhatian bank sentral adalah porsi kepemilikan asing terhadap surat utang negara yang sudah turun. Hal tersebut, memang selama ini membuat perekonomian domestik cukup rentan.

Berdasarkan catatan BI, kepemilikan asing terhadap surat utang negara saat ini sudah berada di angka 23%. Ini berbanding terbalik dengan porsi kepemilikan asing terhadap surat utang pada 2013 yang mencapai 38%.

Selain itu, BI merasa fundamental perekonomian domestik pun masih kuat tercermin dari defisit transaksi berjalan (Current Account Deficit/CAD) yang terjaga, inflasi yang terkendali, serta cadangan devisa yang mumpuni.

Asal tahu saja, tapering off merupakan kebijakan mengurangi nilai program pembelian aset (quantitative easing/QE) bank sentral AS. Ketika hal tersebut dilakukan, maka aliran modal akan keluar dari negara emerging market dan kembali ke Negeri Paman Sam. Hal tersebut dapat memicu gejolak di pasar finansial yang disebut taper tantrum.

Menelisik ke belakang, Taper tantrum pernah terjadi pada tahun pada pertengahan tahun 2013 lalu, The Fed yang saat itu dipimpin Ben Bernanke, mengeluarkan wacana tapering QE yang dilakukan sejak krisis finansial global 2008. Kala itu taper tantrum memukul banyak mata uang, termasuk rupiah yang menjadi salah satu korbannya yang melemah lebih dari 50%.

IHSG saat awal taper tantrum juga mengalami aksi jual. Pada periode Mei-September 2013 IHSG jeblok hingga 23%.

Berikut beberapa data ekonomi yang akan dirilis hari ini:

  •      Penjualan Eceran Indonesia periode April (10.00 WIB)
  •      Produksi Industri Bulanan Prancis per April (13.45 WIB)
  •      Keputusan mengenai suku bunga dan rapat Bank Sentral Eropa (ECB) (18.45 WIB)
  •      Laju Inflasi Tahunan AS periode Mei (19.30 WIB)

 

Berikut sejumlah agenda emiten yang akan berlangsung hari ini:

  •      Penawaran umum perdana saham (initial public offering/IPO) Triniti Dinamik (TRUE)
  •        IPO Ladangbaja Murni (LABA)
  •      Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) Mega Perintis (ZONE) (09.00 WIB)
  •      RUPST Tembaga Mulia Semanan (TBMS) (10.00 WIB)
  •        Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) Petrosea (PTRO) (10.00 WIB)
  •      RUPST Armada Berjaya Trans (JAYA) (10.00 WIB)
  •      RUPST Solusi Sinergi Digital (WIFI) (13.00 WIB)
  •      RUPST Mitra Keluarga Karyasehat (MIKA) (14.00 WIB)

Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular