Jakarta, CNBC Indonesia- Pasar keuangan dalam negeri berhasil ditutup bergairah pada perdagangan Kamis (27/5/21), seiring dengan optimisme perbaikan ekonomi di kuartal kedua tahun ini. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup dengan apresiasi 0,45% ke level 5.841,82.
Sejatinya, IHSG sempat diperdagangkan dengan kenaikan 1% bahkan sempat menyentuh level 5.900. Tetapi pada sesi pra penutupan, saham-saham perbankan raksasa jatuh ke zona merah dan menekan IHSG.
Data BEI mencatat, saham PT Bank Central Asia Tbk(BBCA) dan PT Bank Rakyat Indonesia Tbk(BBRI) yang tadinya terbang tinggi tiba-tiba terkoreksi masing-masing 1,34% dan 2,71%. Nilai transaksi kemarin tergolong ramai sebesar Rp 22,9 triliun dan terpantau investor asing menjual bersih Rp 290 miliar di pasar reguler.
Sedangkan untuk mata uang Garuda di pasar spot rupiah pun hijau. Kala penutupan pasar, US$ 1 setara dengan Rp 14.285 di mana rupiah menguat 0,28%.
Kala pembukaan pasar, rupiah terapresiasi 0,25%. Selepas itu, penguatan mata uang Tanah Air sempat tergerus hingga tinggal 0,03%.
Namun jelang tutup 'lapak', rupiah kembali menemukan permainan terbaiknya. Akhirnya rupiah sukses finis di jalur hijau dan dolar AS berhasil dilengserkan ke bawah Rp 14.300.
Posisi terkuat rupiah hari ini adalah Rp 14.280/US$. Sedangkan terlemahnya ada di Rp 14.320/US$.
Selanjutnya, harga mayoritas obligasi pemerintah atau Surat Berharga Negara (SBN) kembali ditutup menguat pada perdagangan kemarin meski di tengah kenaikan imbal hasil (yield) obligasi pemerintah Amerika Serikat (AS) jelang rilis data ketenagakerjaan, yang bakal menjadi indikator pemulihan ekonomi Negeri Sam tersebut.
Yield SBN bertenor 10 tahun dengan kode FR0087 yang merupakan acuan obligasi negara juga bertambah, sebesar 0,4 bp, ke 6,445%, dari sebelumnya 6,441%.
Dari sisi data ekonomi, Menteri Keuangan Sri Mulyani cukup optimis dengan prospek pertumbuhan ekonomi RI. Bahkan sebelumnya mengatakan pada Q2 2021, ekonomi Indonesia akan tumbuh hingga 8%.
Dia mengatakan, sinyal pemulihan ekonomi ditunjukkan dengan kembalinya tingkat kepercayaan masyarakat ke level optimis pada angka 101,5. Angka ini jauh melampaui periode awal pandemi sejalan dengan tren mobilitas masyarakat yang mengalami peningkatan secara konsisten sejak bulan April.
Meskipun demikian, ketakutan di pasar modal lokal yang utama dan terutama tentu saja masih ditimbulkan oleh virus Covid-19 dimana ditakutkan dalam minggu-minggu kedepan akan terjadi ledakan kasus corona akibat arus balik mudik Idul Fitri pekan lalu.
Bursa saham acuan global Wall Street ditutup mixed cenderung hijau pada perdagangan dini hari tadi seiring dengan rilis data ketenagakerjaan yang baik dan menjadi sinyal-sinyal pemulihan ekonomi.
Tercatat indeks acuan Dow Jones yang sejak beberapa hari lalu memiliki kenaikan paling moderat naik paling kencang dini hari tadi karena indeks yang berisi perusahaan konvensional seperti Boeing yang melesat kencang 3,87% dan saham perbankan lainya ini dianggap paling diuntungkan dengan pemulihan ekonomi.
Sedangkan indeks acuan saham teknologi Nasdaq terpaksa terkoreksi tipis 0,01% karena sebelumnya saham-saham teknologi seperti Netflix dan Zoom banyak yang diuntungkan dengan adanya pandemi.
Tercatat indeks ajuan DJIA melesat 0,41%, indeks S&P 500 juga berhasil naik 0,12%, dan hanya Nasdaq yang terkoreksi meskipun hanya tipis saja 0,1%.
Jumlah warga AS baru yang mengajukan klaim pengangguran turun jauh melebihi ekspektasi pekan lalu dan menjadi level terendah selama 14 bulan terakhir di angka 406 ribu seiring dengan restriksi pasca Covid-19 yang terus diperlonggar sementara itu data lain mengenai pengeluaran bisnis di barang-barang perlengkapan mulai membaik.
Meskipun demikian melesatnya ekonomi menyebabkan para pelaku pasar terus memantau komentar dari para petinggi bank sentral The Fed karena menakutkan nantinya akan ada pengurangan stimulus dari Jerome Powell Dkk.
"Ketika anda melihat data pengangguran yang menunjukkan adanya perkembangan ekonomi, apabila hal ini terjadi lagi di periode selanjutnya, maka tentu saja akan muncul ketidakpastian di pasar," ujar Brad Mc Millan, Chief Investment Officer, Commonwealth Financial Network seperti dikutip dari Reuters.
"Memang banyak petinggi The Fed yang berbicara dan mengatakan akan terus memberikan stimulus akan tetapi dengan ini tentunya kita akan tetap nerveous."
Sebelumnya memang banyak petinggi The Fed yang mengatakan bahwa bank sentral AS tersebut belum siap untuk menyesuaikan dukungan dari sektor moneter, meskipun ada beberapa petinggi yang mengatakan bahwa mereka siap berdiskusi lebih lanjut mengenai pengurangan pembelian obligasi.
Perbaikan ekonomi Paman Sam yang menyebabkan saham-saham sektor konvensionalnya ditutup melesat tentu saja akan menjadi tenaga bagi Bursa Asia untuk dibuka hijau. Ini pun berlaku untuk perdagangan pagi ini, termasuk bursa di dalam negeri.
Selanjutnya sentimen yang masih akan dipantau dan sanggup menggerakkan pasar hari ini masih datang dari Paman Sam. Di mana hari ini AS akan merilis data PCE Deflator yang menjadi acuan favorit The Fed dalam menilai inflasi.
Setelah CPI yang biasa digunakan untuk memprediksi inflasi melonjak pada bulan lalu tentu saja rilis data inflasi akan ditunggu-tunggu para pelaku pasar untuk memprediksi apakan nantinya akan ada tapering oleh bank sentral AS.
PCE deflator sendiri diprediksi akan melonjak dari 1,8% menjadi 2,9%. Sementara pendapatan personal diprediksikan akan merosot hingga 14,3% seiring dengan berakhirnya cek stimulus. Pengeluaran personal sendiri diprediksikan naik 0,5%.
Dengan membaiknya perekonomian dan melesatnya inflasi tentu saja bisik-bisik di pasar seputar The Fed yang akan mengurangi stimulus moneter serta akan mengurangi pembelian obligasi. Bahkan memangkas suku bunga secara perlahan alias tapering tentu saja akan kembali menghangat di kalangan para pelaku pasar, apalagi jika nantinya PCE Deflator menunjukkan inflasi yang lebih tinggi dibanding prediksi.
Selanjutnya masih dari negara Stars and Stripes, budget tahun fiskal 2022 akan dirilis pada hari ini di mana angkanya akan mencapai US$ 6 triliun. Ini akan menjadi pengeluaran federal terbesar sejak Perang Dunia ke-2 apabila berhasil disetujui meskipun kecil kemungkinanya karena kontrol Demokrat yang lemah di Kongres.
Selanjutnya dari dalam negeri, apa yang ditakutkan para pelaku pasar tentang Covid-19 mulai terlihat. Tepat dua pekan setelah Hari Raya Idul Fitri, terjadi lonjakan penambahan kasus positif Covid-19 di Indonesia mencapai 6 ribuan kasus per hari yang diprediksi muncul akibat arus balik mudik.
Berdasarkan data Kementerian Kesehatan RI Kamis (27/5/2021) hingga pukul 12.00 WIB, pertambahan kasus Covid-19 sebanyak 6.278 kasus menjadi 1,79 juta. Ini merupakan pertambahan kasus harian terbesar kedua dalam lebih dari sebulan terakhir.
Berikut beberapa data ekonomi yang akan dirilis hari ini:
- CPI Tokyo Periode Mei 2021 (06:30 WIB)
- Inflasi Perancis Periode Mei 2021 (13:45 WIB)
- Indeks Keyakinan Konsumen Uni Eropa Periode Mei 2021 (16:00 WIB)
- Pendapatan Personal Amerika Serikat Periode April 2021 (19:30 WIB)
- Pengeluaran Personal Amerika Serikat Periode April 2021 (19:30 WIB)
- Indeks Harga PCE Amerika Serikat Periode April 2021 (19:30 WIB)
Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:
TIM RISET CNBC INDONESIA