
Waspada, Bung! Wall Street Ambruk Lagi

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Indonesia kompak ditutup cerah bergairah pada perdagangan awal pekan Senin (10/5/2021) atau tiga hari jelang Lebaran Idul Fitri 1442 H. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup di zona hijau pada perdagangan Senin kemarin, melesat 0,8% ke level 5.975,79.
Data perdagangan mencatat sebanyak 294 saham terapresiasi, 209 saham terdepresiasi, dan 146 lainnya mendatar. Nilai transaksi pada perdagangan kemarin kembali naik menjadi Rp 9,2 triliun di mana investor asing kembali melakukan aksi beli bersih (net buy) sebesar Rp 329 miliar di pasar reguler.
Sedangkan, bursa saham Asia juga mayoritas menguat pada perdagangan kemarin. Indeks saham KOSPI Korea Selatan (Korsel) menguat paling tinggi, yakni melesat 1,63% ke 3.249,30.
Sayangnya sejumlah bursa lainnya tak ikut serta dalam penguatan. Yakni indeks Hang Seng Hong Kong, STI Singapura, indeks saham Malaysia, dan indeks saham Taiwan.
Berikut pergerakan IHSG dan bursa Asia pada perdagangan Senin (10/5/2021).
Sementara itu, rupiah kembali berjaya melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Senin (10/5/2021). Rupiah melanjutkan penguatannya selama tiga pekan beruntun.
Aliran modal yang mulai masuk lagi ke dalam negeri. Ini membuat rupiah perkasa dan nyaris menyentuh level Rp 14.000-an/US$.
Melansir data Refinitiv, rupiah membuka perdagangan dengan melesat 1,12% ke Rp 14.120/US$. Level tersebut merupakan yang terkuat sejak 26 Februari lalu. Rupiah kemudian memangkas penguatan dan berakhir di Rp 14.195/US$, menguat 0,6% di pasar spot.
Dengan penguatan tersebut rupiah menjadi yang terbaik di Asia hari ini. Hingga penutupan perdagangan, selain rupiah ada 4 lagi mata uang utama Asia yang menguat, dolar Taiwan menjadi yang terdekat dengan penguatan 0,19%.
Berikut pergerakan dolar AS melawan mata uang utama Asia pada Senin (10/5/2021).
Sejalan dengan pergerakan rupiah dan IHSG, pasar obligasi pemerintah Indonesia (SBN) juga mencatatkan kinerja baiknya pada perdagangan kemarin. Pasar SBN kembali diburu oleh investor, ditandai dengan kenaikan harga dan penurunan imbal hasil (yield) di seluruh SBN acuan.
Penurunan yield terbesar terjadi di SBN bertenor 15 tahun dengan kode FR0088 yang turun sebesar 4,2 basis poin (bp) ke level 6,331%. Penurunan terkecil terjadi di SBN berjatuh tempo 25 tahun dengan seri FR0067 yang turun tipis 0,1 bp ke 7,503%.
Sebagai acuan untuk pasar obligasi pemerintah RI, yield obligasi berkode FR0087 bertenor 10 tahun mengalami penurunan sebesar 3,9 basis poin (bp) ke level 6,404%, dari sebelumnya di level 6,443%.
Imbal hasil bergerak berkebalikan dari harga obligasi, sehingga kenaikan imbal hasil mengindikasikan koreksi harga dan sebaliknya. Perhitungan imbal hasil dilakukan dalam basis poin yang setara dengan 1/100 dari 1%.
Berikut pergerakan yield SBN acuan pada perdagangan Senin (29/3/2021).
Pada pekan ini, pasar keuangan dalam negeri hanya dibuka selama dua hari. Ini karena adanya libur hari raya Idul Fitri 1442 H yang kemungkinan jatuh pada Kamis-Jumat, 13 hingga 14 Mei 2021.
Bursa Efek Indonesia (BEI) telah menentukan hari libur bursa menjelang hari raya akan dimulai pada Rabu (12/5/2021) hingga Jumat (14/5/2021). Walaupun hanya diperdagangkan selama dua hari, namun pelaku pasar keuangan dalam negeri masih akan memfokuskan ke beberapa kabar dari luar negeri.
Pelaku pasar keuangan Indonesia akan mengamati bursa saham AS, Wall Street, setelah data ketenagakerjaan AS yang tercatat lebih buruk dari estimasi ekonom. Sebelumnya, dalam polling Dow Jones diperkirakan ada 1 juta slip gaji baru dengan angka pengangguran 5,8% atau membaik dari sebelumnya 6%.
Berbekal data tersebut, bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) diprediksi masih akan melanjutkan kebijakan moneter longgar yang sekarang diberlakukan. Apalagi para pelaku pasar sebelumnya juga sudah khawatir dengan risiko inflasi yang datanya akan dirilis 12 Mei mendatang.
Sementara itu, rupiah memang sedang bertenaga, pada pekan lalu sukses menguat lebih dari 1% dan membukukan penguatan tiga pekan beruntun. Sementara dua pekan sebelumnya, masing-masing menguat 0,55% dan 0,27%.
Capital inflow yang kembali terjadi di pasar obligasi menjadi pemicu penguatan rupiah. Ini berbeda dengan situasi Maret lalu di mana capital outflow di pasar obligasi Indonesia sekitar Rp 20 triliun yang membuat rupiah tertekan.
Memasuki bulan April kondisinya berbalik, pasar obligasi Indonesia kembali menarik setelah yield obligasi (Treasury) AS perlahan menurun. Di pasar sekunder, kepemilikan obligasi oleh investor asing menunjukkan peningkatan.
Melansir data dari Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan, Surat Berharga Negara (SBN) yang dimiliki asing tercatat senilai Rp 964,6 triliun di akhir April. Terjadi capital inflow Rp 13,2 triliun dibandingkan posisi akhir Maret.
Sementara pada periode 1 sampai 4 Mei capital inflow tercatat Rp 1,16 triliun.
Di pasar primer pun lelang obligasi yang dilakukan pemerintah sukses menarik minat investor. Nilai penawaran masuk yang mengalami peningkatan, serta yang dimenangkan pemerintah sesuai dengan target indikatif.
Selain itu, kabar baik juga datang hari ini dari Bank Indonesia (BI). Setelah setahun 'tiarap', akhirnya konsumen Indonesia kembali percaya diri dalam memandang perekonomian.
Hal ini tercermin dalam Survei Konsumen edisi April 2021 di mana Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) berada di 101,5. Naik dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar 93,4.
IKK menggunakan angka 100 sebagai titik mula. Kalau sudah di atas 100, maka artinya berada di zona optimistis, konsumen pede dalam memandang prospek perekonomian saat ini hingga enam bulan ke depan.
IKK adalah salah satu indikator mula (leading indicator) yang berguna untuk 'menerawang' arah perekonomian ke depan. Jadi saat IKK positif, maka kemungkinan prospek ekonomi ke depan bakal cerah.
"IKK April 2021 merupakan angka optimistis pertama sejak April 2020. Keyakinan konsumen terpantau membaik pada seluruh kategori tingkat pengeluaran responden, tingkat pendidikan, dan kelompok usia responden. Secara spasial, keyakinan konsumen membaik di seluruh kota yang disurvei (18 kota), tertinggi di kota Padang, diikuti oleh Bandung dan Pangkal Pinang," sebut keterangan tertulis BI, Senin (10/5/2021).
Beralih ke Amerika Serikat (AS), bursa saham Wall Street berakhir di zona merah pada perdagangan Senin (10/5/2021) waktu setempat, karena masih khawatirnya pelaku pasar terkait inflasi AS dan mendorong investor menjauhi saham-saham siklikal yang paling diuntungkan saat ekonomi dibuka kembali.
Indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) melemah 0,1% ke level 34.742,82, S&P 500 merosot 1,04% ke 4.188,43, dan Nasdaq Composite anjlok 2,55%ke posisi 13.401,86.
Di lain sisi, Harga kontrak berjangka minyak mentah dunia menguat setelah serangan siber melumpuhkan fasilitas pemipaan di AS. Colonial Pipeline, yang mengoperasikan sistem pipa sepanjang 5.500 mil terpaksa menunda pengiriman BBM dari Pesisir Teluk Meksiko ke New York.
Saham energi pun melesat, seperti misalnya Marathon Oil, Occidental Petroleum dan Devon Energy. Saham Chevron melesat 1,7%, diikuti saham Exxon.
Sementara untuk saham teknologi kembali dilepas oleh investor dan menjadi pemberat indeks Nasdaq pada hari ini, di mana saham Microsoft dan Apple merosot 2% dan saham Tesla ambruk hingga 6%.
Berikutnya Facebook turun lebih dari 4%, sementara Amazon dan Netflix turun lebih dari 3%. Alphabet turun lebih dari 2% setelah penurunan versi oleh Citigroup.
Investor kembali keluar dari saham-saham yang sedang bertumbuh, melanjutkan tren yang terlihat awal tahun ini, di tengah meningkatnya kekhawatiran inflasi dan suku bunga yang lebih tinggi.
"Tindakan harga teknologi sangat membuat frustasi bagi banyak orang karena pemikiran pada Jumat akhir pekan lalu akan menghasilkan rebound yang lebih berkelanjutan, sebaliknya, sektor tersebut terlihat adanya aksi penjualan yang agresif," kata Adam Crisafulli, pendiri Vital Knowledge, dalam sebuah catatan, dikutip dari CNBC International.
Reli saham teknologi terjadi pada Jumat (7/5/2021) akhir pekan lalu, setelah laporan pekerjaan April yang jauh lebih lemah dari perkiraan sempat meredakan kekhawatiran tentang perubahan kebijakan dari bank sentral AS. Saham teknologi sempat mampu bertahan, bahkan melesat di tengah suku bunga rendah selama pandemi.
Walaupun saham sektor utilitas dan konsumer pada perdagangan kemarin menguat, namun pelemahan saham teknologi yang tak terbendung membuat bursa saham Wall Street akhirnya ditutup di zona merah.
Pemicu lainnya adalah data tenaga kerja April yang jauh lebih lemah dari ekspektasi, dengan hanya 266.000 gaji baru atau jauh dari ekspektasi dalam polling Dow Jones yang memperkirakan 1 juta slip gaji baru. Pasar pun bertaruh bahwa kebijakan moneter ekstra longgar bakal dipertahankan.
Mike Wilson, Kepala Perencana Saham Morgan Stanley, menilai pelaku pasar sudah memfaktorkan pembukaan ekonomi di tengah penurunan kasus Covid-19 dalam reli kemarin. Kabar apapun yang membalikkan ekspektasi itu akan memukul pasar saham.
"Kita melihat pertarungan antara ekspektasi dan realitas di mana pasar sekarang memfaktorkan pembukaan ekonomi. Berdasarkan basis kumulatif, penjualan ritel sudah melampaui angka sebelum adanya Covid-19," tulis Wilson seperti dikutip CNBC International.
Pelaku pasar akan memantau rilis data inflasi. Investor khawatir bahwa bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) bakal dipaksa untuk mengubah kebijakan uang longgarnya menjadi lebih ketat, demi mengendalikan inflasi yang bisa membahayakan pemulihan ekonomi nanti.
Hari ini merupakan perdagangan saham nasional terakhir di pekan ini, karena adanya libur Idul Fitri 1442 H yang diperkirakan jatuh pada Kamis (13/5/2021) atau Jumat (14/5/2021). Sementara untuk Rabu (12/5/2021) merupakan hari Cuti Bersama Jelang Idul Fitri 1442 H.
Untuk sentimen hari ini, pelaku pasar di dalam negeri akan menyikapi pelemahan bursa saham AS, Wall Street pada perdagangan Senin (10/5/2021) waktu setempat, di mana saham-saham teknologi menjadi pemberat bursa saham Negeri Paman Sam.
Selain itu, pasar juga masih mencermati dampak dari data ketenagakerjaan AS yang hasilnya kurang memuaskan dan juga menjadi pemberat bursa saham Negeri Paman Sam.
Data ketenagakerjaan AS yang tercatat lebih buruk dari estimasi ekonom dalam polling Dow Jones yang memperkirakan ada 1 juta slip gaji baru dengan angka pengangguran 5,8% atau membaik dari sebelumnya 6%.
Berbekal data tersebut, bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) diprediksi masih akan melanjutkan kebijakan moneter longgar yang sekarang diberlakukan.
Selain itu, pasar juga akan mencermati pidato dari Presiden AS, Joe Biden yang mendesak kepada perusahaan-perusahaan di AS untuk meningkatkan gaji para pekerjanya
Biden mengatakan bahwa pemerintahannya akan mendistribusikan lebih banyak dana bantuan virus corona yang termasuk dalam rencana stimulus senilai US$ 1,9 triliun dari Partai Demokrat saat membuka kembali bisnis untuk mencari karyawan.
Pemerintah federal akan mulai mengizinkan pemerintah negara bagian dan lokal untuk mengajukan sebagian dari kumpulan bantuan senilai US$ 350 miliar dan mendorong untuk merampingkan distribusi bantuan ke pusat penitipan anak dan mulai mengirimkan hibah ke 16.000 restoran dan bar yang kesulitan akibat pandemi.
Biden mengatakan Gedung Putih tidak melihat banyak bukti bahwa tunjangan pengangguran federal senilai US$ 300 per minggu yang diberlakukan sampai September telah menghalangi orang untuk mengambil pekerjaan, ia berpendapat bahwa orang-orang Amerika ingin bekerja.
"Harapan saya adalah ketika ekonomi kita kembali, perusahaan-perusahaan ini akan memberikan upah yang adil dan lingkungan kerja yang aman," kata Biden dalam sambutannya di Gedung Putih.
Pasar juga perlu mencermati beberapa data ekonomi yang akan dirilis pada hari ini. Di Asia, pasar Negeri Panda, China akan merilis data inflasi periode April 2021 secara tahunan (year-on-year), melalui indeks harga konsumen (IHK).
Indeks harga konsumen di China naik 0,4% (year-on-year/yoy) pada Maret 2021, setelah turun 0,2% pada sebulan sebelumnya dan dibandingkan dengan konsensus pasar pada Maret yang diprediksi naik 0,3%.
Sementara itu di Indonesia, data penjualan ritel periode Maret 2021 rencananya juga akan dirilis pada hari ini pukul 10:00 WIB.
Sebelumnya, Bank Indonesia (BI) melaporkan penjualan ritel yang dicerminkan oleh Indeks Penjualan Riil (IPR) pada Februari 2021 sebesar 177,1. Terjadi kontraksi atau pertumbuhan negatif 2,7% (month-to-month/MtM). Secara YoY, kontraksinya mencapai 18,1%.
Berikut sejumlah agenda dan rilis data yang terjadwal untuk hari ini:
- Pidato Presiden Amerika Serikat (AS), Joe Biden tentang Ekonomi (00:15 WIB),
- Rilis data indeks harga konsumen (IHK) China periode April 2021 (08:30 WIB),
- Rilis data indeks harga produsen (IHP) periode April 2021 (08:30 WIB),
- Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) PT Indosat Tbk (09:00 WIB),
- Rilis data penjualan ritel Indonesia periode Maret 2021 (10.00 WIB),
- Laporan bulanan OPEC (tentatif),
- Prospek Energi Jangka Pendek Energy Information Administration (EIA) (19:00 WIB),
- Pidato Gubernur Bank of England (BoE), Bailey tentang kebijakan suku bunga acuan (21:30 WIB).
Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:
Indikator | Tingkat |
Pertumbuhan Ekonomi (Q1-2021 YoY) | -0,74% |
Inflasi (April 2021, YoY) | 1,42% |
BI-7 Day Reverse Repo Rate (April 2021) | 3,5% |
Surplus/Defisit Anggaran (APBN 2021) | -5,17% PDB |
Surplus/Defisit Transaksi Berjalan (2020) | 0,4% PDB |
Surplus/Defisit Neraca Pembayaran Indonesia (2020) | US$ 2,6 miliar |
Cadangan Devisa (April 2021) | US$ 138,8 miliar |
TIM RISET CNBC INDONESIA
(chd/chd) Next Article Menanti Petunjuk dari MH Thamrin, IHSG Lepas dari Zona Merah?