Dibuka Variatif, Dow Jones Melesat Sendirian di Zona Hijau

Arif Gunawan, CNBC Indonesia
10 May 2021 20:52
Traders work on the floor at the New York Stock Exchange (NYSE) at the end of the day's trading in Manhattan, New York, U.S., August 27, 2018. REUTERS/Andrew Kelly
Foto: REUTERS/Andrew Kelly

Jakarta, CNBC Indonesia - Bursa saham Amerika Serikat (AS) dibuka variatif pada perdagangan Senin (10/5/2021), membuka peluang terbentuknya aksi cetak rekor tertinggi baru bagi indeks Dow Jones Industrial Average.

Indeks Dow Jones naik 100 poin pada pukul 08:30 waktu setempat (20:30 WIB) dan selang 20 menit surut menjadi 218,1 poin (+0,63%) ke 34.995,85. Namun, S&P 500 surut 2,6 poin (-0,06%) ke 4.230,01 dan Nasdaq drop 154,8 poin (-1,13%) ke 13.597,42

Harga kontrak berjangka minyak mentah dunia menguat setelah serangan siber melumpuhkan fasilitas pemipaan di AS. Colonial Pipeline, yang mengoperasikan sistem pipa sepanjang 5.500 mil terpaksa menunda pengiriman BBM dari Pesisir Teluk Meksiko ke New York.

Saham energi pun melesat, seperti misalnya Marathon Oil, Occidental Petroleum dan Devon Energy. Saham Chevron melesat 1,7% , diikuti saham Exxon. Namun, saham teknologi secara umum tertekan. Tesla drop 1%.

Oracle kehilangan 1% nilainya setelah Barclays menurunkan proyeksinya atas saham perseroan. Facebook dan Alphabet (induk usaha Google) juga melemah setelah rating saham-nya dipangkas oleh Citigroup.

Pekan lalu, Dow Jones melesat 2,7% sementara S&P 500 melambung 1,2% menyentuh rekor tertinggi masing-masing. Sementara itu, Nasdaq tertekan 1,5%.

Pemicunya adalah data tenaga kerja April yang jauh lebih lemah dari ekspektasi, dengan hanya 266.000 gaji baru atau jauh dari ekspektasi dalam polling Dow Jones yang memperkirakan 1 juta slip gaji baru. Pasar pun bertaruh bahwa kebijakan moneter ekstra longgar bakal dipertahankan.

Mike Wilson, Kepala Perencana Saham Morgan Stanley, menilai pelaku pasar sudah memfaktorkan pembukaan ekonomi di tengah penurunan kasus Covid-19 dalam reli kemarin. Kabar apapun yang membalikkan ekspektasi itu akan memukul pasar saham.

"Kita melihat pertarungan antara ekspektasi dan realitas di mana pasar sekarang memfaktorkan pembukaan ekonomi. Berdasarkan basis kumulatif, penjualan ritel sudah melampaui angka sebelum adanya Covid," tulis Wilson seperti dikutip CNBC International.

Pelaku pasar akan memantau rilis data inflasi. Investor khawatir bahwa bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) bakal dipaksa untuk mengubah kebijakan uang longgarnya menjadi lebih ketat, demi mengendalikan inflasi yang bisa membahayakan pemulihan ekonomi nanti.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(ags/ags)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Kebijakan Pajak Biden Perberat Pergerakan Dow Futures dkk

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular