Newsletter

Paman Sam Kirim Kabar Gembira, Yakin Deh IHSG-Rupiah Perkasa!

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
14 April 2021 06:13
Debat presiden AS Donald Trump  dan Joe Biden
Foto: Calon presiden dari Partai Demokrat, mantan Wakil Presiden Joe Biden berbicara saat debat pertama calon presiden di Case Western University dan Cleveland Clinic, di Cleveland, Ohio, Selasa (29/9/2020). (AP Photo/Patrick Semansky)

Wall Street memang bervariasi, tetapi indeks S&P 500 yang kembali mencetak rekor tertinggi bisa menjadi angin segar bagi pasar Asia hari ini, Rabu (14/4/2021), termasuk Indonesia.

Kenaikan inflasi di AS yang tidak seburuk yang ditakutkan pelaku pasar juga menjadi kabar baik, sebab pasca rilis data tersebut indeks dolar AS merosot, begitu juga dengan yield obligasi (Treasury) AS.

Melansir data Refinitiv, indeks yang mengukur kekuatan dolar AS (DXY), pada perdagangan Selasa merosot 0,34% ke 91,823, yang merupakan level terendah sejak 23 Maret lalu. Sementara yield Treasury tenor 10 tahun turun 5,62 basis poin ke 1,6198%.

Penurunan kedua aset tersebut berpeluang membuat rupiah dan SBN bangkit pada hari ini, begitu juga dengan IHSG.

Inflasi AS yang dilihat dari consumer price index (CPI) bulan Maret dilaporkan tumbuh 2,6% year-on-year (YoY) dari bulan sebelumnya 1,7% YoY. Pertumbuhan tersebut lebih tinggi dari hasil survei Reuters sebesar 2,5% YoY.

Sementara inflasi inti yang tidak memasukkan sektor makanan dan energi dalam perhitungan tumbuh 1,6% YoY, dari bulan sebelumnya 1,3% YoY, dan lebih tinggi dari prediksi 1,5% YoY.

Inflasi merupakan salah satu acuan bank sentral AS (The Fed) dalam menetapkan kebijakan moneternya. Perhitungan inflasi yang digunakan The Fed adalah personal consumption expenditure (PCE). Inflasi PCE baru akan dirilis pada 30 April nanti.

Meski demikian, inflasi CPI yang dirilis hari ini bisa memberikan gambaran apakah inflasi PCE naik atau turun. Data terakhir menunjukkan inflasi PCE tumbuh 1,4% YoY di bulan Maret, sementara inflasi inti PCE 1,6% YoY.

Kenaikan inflasi yang sedikit di atas prediksi tersebut direspon positif oleh pelaku pasar. Apalagi, kenaikan tersebut akibat low base effect, dimana pada Maret tahun lalu inflasi sangat rendah. Selain itu, The Fed memang memprediksi inflasi akan tinggi dalam beberapa bulan ke depan, sebelum kembali menurun.

Alhasil, bisik-bisik The Fed akan menaikkan suku bunga di akhir tahun nanti tidak berubah menjadi "teriak-teriak".

Berdasarkan data dari perangkat FedWacth milik CME Group, pelaku pasar saat ini melihat probabilitas sebesar 6,7%, masih di bawah dua digit persentase.

HALAMAN SELANJUTNYA >>> Cermati Sentimen Penggerak Pasar Hari Ini (2)

(pap/pap)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular