Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Indonesia cenderung bergerak bervariasi, di mana Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan nilai tukar rupiah bersama-sama melemah, sedangkan untuk obligasi pemerintah (surat berharga negara/SBN) mengalami penguatan harga.
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada pekan lalu ambles hingga 2,53% ke level 6.195,56. IHSG melemah selama empat hari beruntun dan berhasil menguat di perdagangan akhir pekan lalu, yakni melesat 1,19%.
Nilai perdagangan selama sepekan tercatat sebesar Rp 53,6 triliun. Investor asing membukukan penjualan bersih (net sell) senilai Rp 791 miliar di pasar reguler.
Sedangkan, bursa saham Asia mayoritas menguat pada perdagangan kemarin, di mana indeks saham Taiwan menguat paling tinggi, yakni melesat 1,53% ke 16.305,88. Sedangkan untuk indeks KOSPI Korea Selatan, indeks saham Filipina, dan IHSG tidak ikut serta dalam penguatan bursa Asia kemarin.
Berikut pergerakan IHSG dan bursa Asia pada perdagangan Senin (29/3/2021).
Sedangkan, nilai tukar rupiah kembali melemah melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Senin (29/3/2021), melanjutkan kinerja negatif dalam beberapa pekan terakhir. Tetapi tidak hanya rupiah, mayoritas mata uang utama Asia juga melemah.
Melansir data Refinitiv, rupiah membuka perdagangan dengan stagnan di Rp 14.410/US$. Setelahnya rupiah langsung melemah hingga 0,24% ke Rp 14.445/US$.
Rupiah mampu sedikit memangkas pelemahan menjadi 0,21% di Rp 14.440/US$ di penutupan perdagangan.
Meski pelemahan cukup besar, tetapi rupiah tidak termasuk 3 besar mata uang Asia terburuk hari ini. Hingga penutupan pasar, ada baht Thailand, won Korea Selatan, dan yuan China yang lebih buruk.
Berikut pergerakan dolar AS melawan mata uang utama Asia pada perdagangan Senin (29/3/2021).
Sementara itu, di tengah pelemahan pasar saham RI dan nilai tukar rupiah, pasar obligasi pemerintah Indonesia ditutup cenderung beragam.
SBN bertenor 1 tahun, 3 tahun, 5 tahun, dan 15 tahun masih ramai dikoleksi oleh investor dan mengalami penguatan harga serta penurunan yield.
Sedangkan untuk SBN berjatuh tempo 10 tahun, 20 tahun, dan 30 tahun cenderung dilepas oleh investor, ditandai dengan pelemahan harga dan kenaikan yield. Adapun untuk SBN tenor 25 tahun harga dan yield-nya cenderung stagnan.
Sementara itu, yield SBN seri FR0087 dengan tenor 10 tahun yang merupakan yield acuan obligasi negara kembali naik sebesar 0,7 bp ke level 6,756%.
Imbal hasil bergerak berkebalikan dari harga obligasi, sehingga kenaikan imbal hasil mengindikasikan koreksi harga dan sebaliknya. Perhitungan imbal hasil dilakukan dalam basis poin yang setara dengan 1/100 dari 1%.
Berikut pergerakan yield SBN acuan pada perdagangan Senin (29/3/2021).
Beralih ke Amerika Serikat (AS), bursa saham Wall Street mayoritas ditutup melemah pada perdagangan Senin (29/2/2021) waktu setempat, menyusul aksi jual saham perbankan yang dikabarkan terkena margin call.
Hanya indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) yang masih mampu bertahan di zona hijau, yakni ditutup menguat 0,3% ke level 33.171,37.
Sedangkan S&P 500 dan Nasdaq pada perdagangan kemarin ditutup melemah, di mana indeks S&P 500 ditutup turun tipis 0,08% ke 3.971,17 dan Nasdaq Composite ditutup melemah 0,6% ke 13.059,65.
Saham ViacomCBS dan Discovery berfluktuasi, setelah tekanan jual yang intens pekan lalu. Keduanya diyakini terkena aksi likuidasi posisi Archegos Capital Management, sebagaimana dilaporkan oleh CNBC International.
Saham Discovery merosot 1,6%, sementara saham ViacomCBS terjatuh 6,7%. Keduanya sudah ambles hingga 27% selama aksi jual Jumat (26/3/2021) akhir pekan lalu.
Di sisi lainnya, saham Boeing melesat 2,3% di tengah berita bahwa Southwest Airlines telah menambahkan 100 pesanan untuk pesawat jet 737 Max. 30 jet pertama dijadwalkan untuk dikirim pada 2022.
Namun, aksi jual masif menimpa saham perbankan. Credit Suisse terjatuh 11,5%, setelah mengakui terkena forced sell (jual paksa) atas posisinya di short selling (jual kosong).
Saham Nomura juga anjlok 14%. Saham Goldman Sachs anjlok 2,6% dan JPMorgan Chase turun 1,6%, setelah imbal hasil (yield) obligasi pemerintah AS melemah tipis.
"Meski beberapa pengelola dana terbelit persoalan ini, kami tak melihat kecelakaan dalam perdagangan itu bakal menekan sistem keuangan secara menyeluruh sehingga memicu gagal bayar pihak lain," tutur Bespoke Investment Group, dalam laporan riset yang dikutip CNBC International.
Pada Jumat, ketiga indeks utama bursa AS tersebut melesat, dengan reli Dow sebesar 450 poin. Indeks S&P 500 terkerek 1,7% dan menyentuh rekor tertinggi baru, sedangkan Nasdaq melompat 1,2%. Sepanjang Maret, Dow dan S&P 500 lompat masing-masing sebesar 6,9% dan 4,3%, sementara Nasdaq melemah 0,4%.
Investor memantau kemajuan rencana stimulus infrastruktur Presiden AS Joe Biden yang ditambah hingga US$ 3 triliun, dan akan diumumkan detailnya dalam kunjungan kerjanya ke Pittsburgh Rabu (31/3/2021) mendatang.
Sekretaris Gedung Putih Jen Psaki pada Minggu menyebutkan rencana itu dibagi menjadi dua: pertama, terkait infrastruktur; dan kedua, terkait layanan kesehatan.
Sementara itu, Wall Street bakal libur untuk memperingati Jumat Agung. Pasar memantau data tenaga kerja Maret yang menurut dalam polling Dow Jones berujung pada estimasi 630.000 orang yang mendapat pekerjaan baru, sehingga angka pengangguran surut menjadi 6% dari semula 6,2%.
Pelaku pasar perlu mencermati sentimen dari bursa saham Amerika Serikat (AS), Wall Street pada hari ini, di mana bursa saham Negeri Paman Sam ditutup bervariasi namun mayoritas melemah pada perdagangan kemarin.
Penyebab Wall Street kembali lesu adalah aksi jual (profit taking) saham perbankan AS, akibat terkena margin call. Beberapa saham perbankan pun ada yang mengakui terkena forced sell (jual paksa) atas posisinya di short selling (jual kosong).
Sementara, fokus investor AS saat ini adalah memantau kemajuan rencana stimulus infrastruktur Presiden AS Joe Biden yang ditambah hingga US$ 3 triliun, dan akan diumumkan detilnya dalam kunjungan kerjanya ke Pittsburgh Rabu (31/3/2021) mendatang.
Pelaku pasar harus bersiap-siap menghadapi pasar yang volatilitas masih tinggi pada pekan ini, yang dipersingkat liburan dan masa akhir kuartal pertama tahun 2021.
Kemajuan cepat pergerakan imbal hasil (yield) obligasi baru-baru ini juga perlu dicermati oleh pasar, sehingga pelaku pasar dapat melakukan penyesuaian besar dalam portofolio investasinya.
Pasar juga memantau data tenaga kerja Maret yang menurut dalam polling Dow Jones berujung pada estimasi 630.000 orang yang mendapat pekerjaan baru, sehingga angka pengangguran surut menjadi 6% dari semula 6,2%.
Pada hari ini pelaku pasar juga perlu mencermati beberapa data ekonomi yang akan dirilis pada hari ini.
Di kawasan Asia, data ekonomi yang akan dirilis pada hari ini adalah data tingkat pengangguran Jepang dan penjualan ritel Jepang. Sementara untuk di kawasan Eropa dan AS, data ekonomi yang akan dirilis pada hari ini adalah data indeks keyakinan konsumen periode Maret 2021.
Sementara di dalam negeri, pasar perlu mencermati beberapa sektor saham yang kemarin mengalami penguatan atau pelemahan signifikan. Diantaranya saham perbankan, konsumer, dan pertambangan.
Khusus saham perbankan, pasar perlu lebih mencermati, karena pada pekan ini, saham-saham perbankan sedang melakukan aksi korporasi berupa Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) dan pembagian dividen.
Selain itu, koreksinya saham perbankan di AS juga dapat menjadi perhatian pelaku pasar dalam negeri hari ini.
Berikut sejumlah agenda dan rilis data yang terjadwal untuk hari ini:
- Rilis data tingkat pengangguran Jepang periode Februari 2021 (06:30 WIB)
- Rilis data Penjualan Ritel Jepang periode Februari 2021 (06:50 WIB)
- Rilis data Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) final Zona Euro periode Maret 2021 (16:00 WIB)
- Rilis data Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) Amerika Serikat periode Maret 2021 (21:00 WIB)
Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:
Indikator | Tingkat |
Pertumbuhan Ekonomi (2020 YoY) | -2,07% |
Inflasi (Februari 2021, YoY) | 1,38% |
BI-7 Day Reverse Repo Rate (Maret 2021) | 3,5% |
Surplus/Defisit Anggaran (APBN 2021) | -5,17% PDB |
Surplus/Defisit Transaksi Berjalan (2020) | 0,4% PDB |
Surplus/Defisit Neraca Pembayaran Indonesia (2020) | US$ 2,6 miliar |
Cadangan Devisa (Februari 2021) | US$ 138,79 miliar |
TIM RISET CNBC INDONESIA