Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Indonesia berakhir variatif pada perdagangan kemarin. Indeks Harga Saham Gabungan melemah, nilai tukar rupiah stagnan, dan harga obligasi pemerintah naik.
Kemarin, IHSG ditutup dengan koreksi 0,87%. Investor asing membukukan jual bersih Rp 414,46 miliar di pasar reguler.
Sementara nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) ditutup di Rp 14.400/US$ di perdagangan pasar spot. Sama persis dengan posisi penutupan akhir pekan lalu alias stagnan.
Namun harga obligasi pemerintah menguat. Untuk tenor 10 tahun, imbal hasil turun (yield) tipis 1,2 basis poin (bps). Penurunan yield menandakan harga obligasi sedang naik.
Kemarin, sentimen negatif yang menyelimuti pasar keuangan negara berkembang adalah depresiasi nilai tukar mata uang lira Turki. Lira ditutup melemah 8,07% di hadapan dolar AS setelah sempat terdepresiasi belasan persen.
Langkah Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan yang memecat gubernur bank sentral mendatangkan malapetaka. Sahap Kavcioglu ditunjuk Erdogan menjadi gubernur bank sentral Turki (TCMB) menggantikan Naci Agbal pada Sabtu pekan lalu. Dua hari sebelumnya, Agbal menaikkan suku bunga acuan sebesar 200 basis poin (bps) menjadi 19%. Ini adalah suku bunga acuan tertinggi sejak Juli 2018.
Kavcioglu punya latar belakang bankir dan anggota parlemen dari Partai Keadilan dan Pembangunan Turki (AK Parti) yang dipimpin oleh Erdogan. Seperti halnya Erdogan, Kavcioglu punya pandangan yang serupa yaitu suku bunga tinggi adalah 'biangnya setan'.
Oleh karena itu, pasar memperkirakan Kavcioglu akan memangkas suku bunga acuan habis-habisan. Di tengah inflasi Turki yang tinggi, pemotongan suku bunga tentu bukan sebuah langkah yang bijak.
Pada Februari 2021, inflasi Turki tercatat 15,61% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (year-on-year). Ini adalah laju tercepat sejak Juli 2019.
Saat inflasi tinggi, artinya nilai uang semakin tergerus. Oleh karena itu, peredaran uang harus dikendalikan agar tidak terlalu banyak sehingga nilainya tidak jatuh. Caranya ya dengan suku bunga tinggi,agar masyarakat tergerak menyimpan uang di lembaga keuangan yang kemudian membuat peredaran uang di perekonomian menyusut.
Namun jika benar Kavcioglu akan menurunkan suku bunga, maka peredaran lira akan membeludak. 'Harga' lira bakal semakin jatuh karena pasokan yang melimpah.
Apa yang terjadi Turki memang unik, tidak dialami negara-negara lain. Namun anjloknya lira sedikit banyak mempengaruhi pandangan investor terhadap mata uang negara-negara berkembang.
"Negara berkembang lainnya tentu tidak dalam posisi yang sama seperti Turki. Namun tetap ada efek penularan. Kejadian di Turki menjadi pembenaran bagi pelaku pasar untuk mencairkan keuntungan (profit taking) di negara-negara berkembang lain," papar Masafumi Yamamoto, Chief Currency Strategist di Mizuho Securitites yang berbasis di Tokyo (Jepang), seperti dikutip dari Reuters.
Halaman Selanjutnya --> Saham Tesla Dongkrak Wall Street
Beralih ke New York, bursa saham Negeri Paman Sam finis di jalur hijau. Indek Dow Jones Industrial Average (DJIA) naik 0,32%, S&P 500 menguat 0,7%, dan Nasdaq Composite melesat 1,23%.
Adalah ssaham Tesla yang memberikan dorongan bagi Wall Street. Harga saham pabrikan otomotif besutan Elon Musk itu ditutup naik 2,31% setelah sempat melonjak lebih dari 6%.
Ark Invest, perusahaan investasi di AS, memperkirakan harga saham Tesla bisa mencapai US$ 3.000 (sekira Rp 43,37 juta) pada 2025 dengan nilai kapitalisasi pasar US$ triliun. Saat ini harga saham Tesla ada di US$ 670 (Rp 9,68 juta).
Ark Invest juga memperkirakan Tesla akan mampu memgembangkan secara penuh mobil listrik tanpa pengemudi (autonomous) dalam lima tahun ke depan. Penjualan mobil listrik Tesla diperkirakan akan menyumbang pendapatan perusahaan di kisaran US$ 234-367 miliar pada 2025.
Selain itu, penurunan yield obligasi pemerintah AS juga membantu kenaikan Wall Street. Pada pukul 05:05 WIB, yield US Treasury Bonds tenor 10 tahun turun 3,7 bps ke 1,6946%.
Untuk perdagangan hari ini, investor patut mencermati sejumlah sentimen. Pertama tentu perkembangan positif di Wall Street. Semoga hijaunya Wall Street membuat semangat investor di pasar keuangan Asia membuncah, termasuk di Indonesia.
Sentimen kedua, ada kabar gembira karena yield obligasi AS turun. Kenaikan yield obligasi pemerintahan Presiden Joseph 'Joe' Biden akhir-akhir ini memberikan tekanan bagi instrumen lain, terutama di negara-negara berkembang.
Penurunan yield obligasi pemerintah AS akan membuat aset lain kembali menarik. Ini bisa menjadi pendorong minat pelaku pasar untuk kembali masuk, sehingga menjadi berita bagus buat IHSG dkk.
Sentimen ketiga adalah perkembangan nilai tukar lira. Pada pukul 05:10 WIB, lira mampu menguat 0,09%.
Namun bisa jadi penguatan lira hanya sesaat, karena investor melakukan ambil untung (profit taking) setelah mata uang ini melemah sangat dalam. Pelaku pasar memperkirakan lira masih dalam tekanan karena faktor pergantian kepemimpinan di bank sentral.
Christian Maggio, Strategist di TD Securities, memperkirakan depresiasi lira bisa mencapai 10-15% dalam hari-hari ke depan. "Pergerakan ini akan menunjukkan pengambilan keputusan di Turki yang tidak biasa, terutama dalam hal kebijakan moneter. Mulai sekarang, kebijakan akan diarahkan ke pro pertumbuhan ekonomi," tegasnya, seperti dikutip dari Reuters.
Sementara riset Goldman Sachs memperkirakan Kavcioglu akan melakukan penurunan suku bunga secara besar-besaran di awal (frontload). Oleh karena itu, bank yang berpusat di New York (AS) tersebut menyatakan risiko pelemahan lira terus-menerus dalam waktu dekat sangat besar.
Sentimen keempat, lagi-lagi berita baik, adalah hasil uji coba vaksin anti-virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19) buatan AstraZeneca-Universitas Oxford. Dalam uji coba di AS, didapatkan hasil bahwa vaksin ini 79% efektif untuk melawan virus yang awalnya mewabah di Kota Wuhan, Provinsi Hubei, Republik Rakyat China tersebut.
Kabar ini tentu melegakan, karena sebelumnya vaksin ini sempat mengalami masalah di sejumlah negara. Leih dari selusin negara Eropa menunda penggunaan vaksin AstraZeneca-Universitas Oxford karena efek samping pembekuan darah.
Jerman dan Prancis memang telah melanjutkan vaksinasi menggunakan vaksin AstraZeneca-Universitas Oxford. Namun jajak pendapat yang dihimpun YouGov memperlihatkan bahwa warga Benua Biru agak skeptis dengan vaksin tersebut.
Sebanyak 60% warga dewasa di Prancis menyatakan bahwa vaksin AstraZeneca-Universitas Oxfrod tidak aman, naik 18 poin persentase dibandingkan hasil survei yang digelar bulan lalu. Sementara 43% warga Italia benar-benar meragukan vaksin ini dan lebih dari 50% warga Jerman berpandangan bahwa vaksin AstraZeneca-Universitas Oxford tidak aman.
Berikut sejumlah agenda dan rilis data yang terjadwal untuk hari ini:
- Jumpa pers APBN Kita edisi Maret 2021 (10:00 WIB).
- Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa PT Fajar Surya Wisesa Tbk (10:00 WIB).
- Rilis data angka pengangguran Inggris periode Januari 2021 (14:00 WIB).
- Public Expose PT Mahaka Media Tbl (14:00 WIB).
- Jumpa pers laporan keuangan tahunan PT Diagnos Laboratorium Utama Tbk (14:00 WIB(.
- Rilis data transaksi berjalan AS periode kuartal IV-2020 (19:30 WIB).
- Rilis data penjualan rumah baru AS periode Februari 2021 (20:00 WIB).
Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:
Untuk mendapatkan informasi seputar data pasar, silakan klik di sini.
TIM RISET CNBC INDONESIA