
Heboh Tesla & Saham Nikel, Ini Tantangan Mobil Listrik di RI

Jakarta, CNBC Indonesia - Walau saat ini mobil listrik termasuk Tesla Inc. sedang naik daun secara global, namun tampaknya Indonesia masih menghadapi tantangan untuk menghadirkan kendaraan listrik tersebut secara massal. Salah satunya, harga mobil listrik masih cukup mahal dibandingkan dengan daya beli masyarakat Tanah Air.
"Untuk Indonesia sendiri ini masih menjadi suatu tantangan, karena istilahnya kita melihat bahwa harga mobil listrik masih cukup mahal dibandingkan dengan daya beli masyarakat Indonesia," kata CEO Sucor Sekuritas, Bernadus Wijaya dalam tayangan InvestTime CNBC Indonesia, Kamis (18/3/2021).
Pernyataan ini dalam konteks pembahasan saham-saham emiten tambang nikel yang terpengaruh sentimen positif Tesla. Sejumlah saham nikel yang dimaksud di antaranya PT Vale Indonesia Tbk (INCO), PT Aneka Tambang Tbk (ANTM), PT Timah Tbk (TINS), dan PT Harum Energy Tbk (HRUM).
Untuk saat ini, menurutnya target mobil listrik belum ke negara berkembang seperti Indonesia. Namun lebih untuk penggunaan di sejumlah negara maju seperti Amerika Serikat dan China.
Di negara-negara maju itu, Bernadus menuturkan daya beli masyarakat cukup besar dibandingkan dengan di negara lain.
"Untuk penggunaan mobil listrik untuk negara seperti Amerika Serikat, China dan negara lainnya telah siap atau daya beli masyarakatnya cukup besar dibandingkan dengan negara lain," ujarnya.
Walau begitu, negara maju punya masalah lain dengan kendaraan listrik ini. Kebutuhan listrik akan semakin besar, salah satunya kebijakan Presiden AS Joe Biden yang berfokus pada energi bersih dan pastinya penggunaan mobil listrik.
Dengan kebutuhan yang makin meningkat, dipastikan ada peningkatan permintaan pada nikel dan timah yang jadi bahan baku mobil listrik. Di sinilah Indonesia akan banyak diuntungkan.
"Indonesia sebagai negara produksi nikel dan timah akan sangat diuntungkan. Apalagi Indonesia baru saja mendirikan holding perusahaan battery nasional yang mana Antam ada di dalamnya," kata Bernadus.
Dia menambahkan saat negara lain butuh untuk memasok baterai nikel ke Indonesia, mereka harus memintanya melalui perusahaan tersebut.
"Sehingga kita bisa melihat ini potensinya luar biasa dan keseriusan pemerintah untuk produksi nikel cukup besar untuk memasok electric vehicle. Patut diacungi jempol," ujarnya.
Beberapa waktu lalu bos Tesla, Elon Musk pernah mengunggah cuitan berencana mengganti nikel menjadi iron (besi) dalam produk mobil listriknya. Namun menurut Bernadus ini bukan jadi masalah.
Sebab mengubah infrastruktur dari nikel ke iron bukanlah sesuatu yang mudah. Di masa depan akan lebih banyak perusahaan yang memproduksi mobil listrik dan membutuhkan bahan baku nikel juga.
"Pasti banyak perusahaan-perusahaan electric vehicle lainnya seperti Hyundai, Nio bahkan Toyota yang ke depannya bakal memproduksi mobil elektrik. Pasti membutuhkan bahan baku nikel sebagai bahan baku electric vehicle-nya," jelas Bernardus.
Terkait dengan holding baterai, Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sebelumnya sudah menyatakan bahwa pemerintah tengah membentuk Indonesia Battery Holding (IBH) untuk mengelola industri baterai terintegrasi dari hulu sampai ke hilir.
Perusahaan holding yang terdiri dari empat BUMN antara lain MIND ID atau PT Inalum (Persero), PT Aneka Tambang Tbk, PT Pertamina (Persero), dan PT PLN (Persero) ini ditargetkan bakal terbentuk pada Semester 1 2021 ini.
(tas/tas)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Masih Mau Bukti Kalau RI Raja Nikel Dunia, Cek Data Ini!
