
BI Sudah Kasih 'Diskon' Gede-gedean, Bulan Ini Kalem Dulu?

Setidaknya ada dua alasan bagi BI untuk tetap mempertahankan suku bunga acuan. Pertama, suku suku bunga acuan sudah dipangkas habis-habisan, 150 bps sejak awal tahun lalu. Namun transmisi ke suku bunga di level perbankan masih selow.
Suku bunga simpanan sudah turun, bahkan lebih tajam ketimbang penurunan suku bunga acuan. Namun suku bunga kredit hanya turun seiprit.
Per Januari 2021, rata-rata suku bunga deposito tenor satu bulan di bank komersial adalah 4,07% per tahun. Dibandingkan Januari 2020, sudah turun 190 bps., lebih dalam ketimbang penurunan BI 7 Day Reverse Repo Rate.
Namun dalam periode yang sama, suku bunga Kredit Modal Kerja (KMK) hanya turun 87 bps. Jadi buat apa BI 7 Day Reverse Repo Rate diturunkan lagi kalau dampak ke suku bunga kredit masih belum optimal?
Selain itu, BI tentu juga mewaspadai tren depresiasi nilai tukar rupiah. Pelemahan rupiah adalah tema sepanjang 2021.
Sejak akhir 2020 (year-to-date) hingga awal pekan ini, rupiah telah melemah 2,53% di hadapan dolar Amerika Serikat (AS). Rupiah jadi salah satu mata uang terlemah di Asia.
Menaikkan suku bunga jelas tidak mungkin karena ekonomi sedang kontraksi, menciut, mengkerut. Opsinya adalah menahan atau menurunkan.
Namun kalau suku bunga diturunkan, imbalan berinvestasi di aset-aset berbasis rupiah (utamanya di instrumen berpendapatan tetap seperti obligasi) akan ikut berkurang. Berinvestasi di Indonesia jadi kurang menarik sehingga rupiah bisa semakin melemah. Oleh karena itu, mempertahankan suku bunga acuan menjadi pilihan yang paling rasional demi menjaga rupiah.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji)