Badan Pusat Statistik (BPS) dijadwalkan mengumumkan data pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 5 Februari 2021. Kali ini adalah periode kuartal IV-2020 sekaligus keseluruhan 2020.
Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan Produk Domestik Bruto (PDB) Tanah Air masih akan dihiasi oleh angka negatif. Pertumbuhan ekonomi kuartal IV-2020 terhadap kuartal sebelumnya (quarter-to-quarter/QtQ) diperkirakan -0,395%.
Kemudian pertumbuhan ekonomi kuartal IV-2020 dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (year-on-year/YoY) diperkirakan -2,145%. Kontraksi (pertumbuhan negatif) PDB selama dua kuartal atau lebih secara beruntun adalah definisi dari resesi.
Indonesia kemungkinan mengalami kontraksi ekonomi dalam tiga kuartal beruntun. Resesi belum mau pergi, Indonesia belum lulus dari ujian.
Sementara pertumbuhan ekonomi sepanjang 2020 diperkirakan -2,1%. Kalau terwujud, maka akan menjadi pencapaian terburuk sejak 1998, saat Indonesia sedang bergulat dengan krisis multi-dimensi yang menjadi pemicu tumbangnya rezim Orde Baru yang berkuasa selama lebih dari tiga dekade.
Indonesia pernah merasakan dampak buruk krisis keuangan global 2008-2009. Indonesia juga kerepotan kala Amerika Serikat (AS) dan China terlibat perang dagang yang merusak rantai pasok global.
Namun dua fenomena besar itu tidak sampai membuat ekonomi Indonesia menciut. PDB Ibu Petiwi masih tumbuh meski lajunya melambat.
Tentu butuh sesuatu yang luar biasa untuk membuat ekonomi Indonesia sampai minus. Sesuatu yang lebih dahsyat dari krisis sub-prime mortgage atau US-Sino Trade War.
Ya, krisis kali ini memang luar biasa. Asal-muasalnya bukan dari sektor keuangan, sikap rakus berburu cuan yang menjadi senjata makan tuan, tetapi dari makhluk tidak kasat mata bernama virus corona.
Pada awal 2020, mulai terdengar samar-samar bahwa ada virus yang mewabah di Kota Wuhan, Provinsi Hubei, Republik Rakyat China. Kebetulan virus itu mewabah berdekatan dengan musim perayaan Tahun Baru Imlek, puncak mobilitas rakyat Negeri Tirai Bambu. Miliaran perjalanan terjadi, baik di dalam maupun ke luar negeri, termasuk yang dilakukan oleh warga Wuhan.
Mimpi buruk itu pun dimulai. Dari Wuhan, virus corona 'sukses' menyebar ke seluruh penjuru bumi. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mendeklarasikan penyebaran virus corona sebagai pandemi global.
WHO mencatat, jumlah pasien positif corona di seluruh negara per 2 Februari 2021 adalah 102.942.987 orang. Virus corona telah menyebar di lebih dari 200 negara dan teritori.
Untuk menekan risiko penyebaran virus corona, berbagai negara di dunia mengedepankan kebijakan pembatasan sosial (social distancing). Warga diminta sebisa mungkin #dirumahaja, jangan bepergian kecuali untuk urusan mendesak. Berbagai tempat dan aktivitas yang bisa menimbulkan kerumunan diatur ketat, termasuk perkantoran, sekolah, pusat perbelanjaan, restoran, lokasi wisata, rumah ibadah, bandara, stasiun, terminal, dan sebagainya.
Dari sinilah pandemi yang merupakan fenomena kesehatan dan kemanusiaan berubah menjadi krisis sosial-ekonomi. Saat orang-orang #dirumahaja, praktis roda ekonomi tidak berputar. Pabrik dan perkantoran kekurangan pegawai sehingga produksi di bawah kapasitas, sementara konsumen yang 'terpenjara' tidak bisa makan di restoran, ngopi-ngopi cantik, pelesiran ke tempat-tempat instagramable, karaoke, dan lain-lain. Ini membuat ekonomi terpukul dari dua sisi sekaligus, supply dan demand.
Indonesia tidak imun dari virus corona. Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengumumkan kasus corona perdana di Tanah Air pada awal Maret 2020. Selepas itu, jumlah pasien terus bertambah.
Per 2 Februari 2021, jumlah pasien positif corona di Indonesia adalah 1.099.687 orang. Bertambah 10.379 orang dibandingkan sehari sebelumnya.
Indonesia kini menjadi negara dengan pasien positif terbanyak ketiga di Asia, hanya lebih sedikit dari india dan Iran. Namun dalam hal kasus aktif (pasien yang masih dalam perawatan di fasilitas kesehatan), Indonesia jadi yang terbanyak.
Indonesia juga menerapkan social distancing yang dalam kearifan lokal diberi nama Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dan ada pula Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM). Intinya sama, aktivitas dan moblitas masyarakat dibatasi.
Dampak ekonomi dari social distancing begitu terasa. Ekonomi yang 'mati suri' membuat Indonesia masuk 'jurang' resesi untuk kali pertama dalam lebih dari 20 tahun.
Namun Indonesia tidak sendiri. China menjadi satu-satunya negara besar yang mampu membukukan pertumbuhan ekonomi positif pada 2020. Sisanya tidak selamat.
Bahkan kalau betul ekonomi Indonesia pada 2020 terkontraksi di kisaran 2%, maka itu tidak jelek-jelek amat. Dibandingkan negara-negara Eropa, kontraksi 2% tidak ada apa-apanya.
Namun bukan berarti kita boleh puas. Bagaimana pun 2020 adalah masa lalu, yang penting adalah bagaimana ke depan. Jangan sampai hari esok sama saja dengan hari ini, apalagi lebih buruk.
Oleh karena itu, pemerintah dan masyarakat harus terus bekerja keras untuk sebisa mungkin memutus mata rantai pandemi. Pemerintah harus mempercepat vaksinasi agar semakin banyak orang yang memiliki kekebalan terhadap virus corona. Tidak lupa pula terus menggejot 3 T (testing, tracing, treatment).
Sementara masyarakat punya tugas untuk menjaga protokol kesehatan dengan melaksanakan 3 M (memakai masker, menjaga jarak, mencuci tangan). Hanya dengan ini pandemi bisa diakhiri dan ekonomi bisa 'berlari' lagi.
TIM RISET CNBC INDONESIA