Polling CNBC Indonesia

Merdeka, Bung! Indonesia Tak Lagi 'Dijajah' Resesi

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
04 August 2021 11:10
Bendera Merah Putih Raksasa d Halaman Monas (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Foto: Bendera Merah Putih Raksasa d Halaman Monas (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Indonesia diperkirakan sudah bebas dari resesi ekonomi pada kuartal II-2021. Namun untuk seberapa lama? Apakah resesi masih bisa kambuh lagi?

Badan Pusat Statistik akan mengumumkan data pertumbuhan ekonomi nasional periode kuartal II-2021 pada 5 Agustus 2021. Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan Produk Domestik Bruto (PDB) akan tumbuh 2,875% dibandingkan kuartal sebelumnya (quarter-to-quarter/qtq).

Sementara pertumbuhan ekonomi secara tahunan (year-on-year/yoy) diproyeksikan sebesar 6,505%. Kemudian untuk keseluruhan 2021, ekonomi Ibu Pertiwi 'diramal' tumbuh 3,76%.

Institusi

Pertumbuhan Ekonomi (%qtq)

Pertumbuhan Ekonomi (%yoy)

Pertumbuhan Ekonomi 2021 (%yoy)

Bank Danamon

2

5.7

3.4

Maybank Indonesia

2.71

6.41

3.4

Mirae Asset

3.04

6.75

4.15

CIMB Niaga

2.6

6.3

-

Danareksa Research Institute

1.57

6.04

3.85

ING

-

6.6

-

Moody's Analytics

-

-

4.5

BCA

-

6.22

-

Standard Chartered

3.44

7.16

-

Bank Mandiri

3.2

6.9

3.69

MNC Sekuritas

3.23

6.95

3.76

MEDIAN

2.875

6.505

3.76

Sebagai gambaran, konsensus pasar versi Reuters menghasilkan proyeksi pertumbuhan ekonomi 6,57% yoy pada April-Juni 2021. So, dari mana pun sumbernya, sepertinya pelaku pasar meyakini bahwa ekonomi Indonesia bisa tumbuh di atas 6,5%.

Jika terwujud, maka ini akan mengakhiri rentetan pertumbuhan negatif (kontraksi) selama empat kuartal berturut-turut. Artinya, Indonesia merdeka dari resesi ekonomi.

growth

Anthony Kevin, Ekonom Mirae Asset, menilai unsur basis yang rendah (low-base effect) sangat berperan dalam mendorong laju pertumbuhan ekonomi kuartal II-2021. Maklum, kuartal II-2020 yang dijadikan perbandingan adalah titik nadir di mana PDB mengalami kontraksi lebih dari 5% yoy.

Kuartal II-2020 adalah awal penderitaan Indonesia akibat terpaan pandemi virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19). Kala itu, pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) menerapkan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dengan tujuan mengerem laju penularan virus corona. Namun aktivitas dan mobilitas masyarakat yang 'digembok' membuat ekonomi mati suri.

Fast forward setahun kemudian, situasi sudah jauh lebih baik. Pandemi bisa lebih terkendali dengan kehadiran vaksin anti-virus corona. Pemerintah pun perlahan membuka 'keran' aktivitas dan mobilitas rakyat, meski masih ada pembatasan di sana-sini.

Tidak hanya di Indonesia, negara-negara lain pun mengalami reopening. Ini tentu membantu pertumbuhan ekonomi dari sisi ekspor.

"Jadi, sepertinya alasan utama tingginya pertumbuhan ekonomi kuartal II-2021 adalah low-base effect dari kuartal II-2020. Ini sangat membantu," sebut Kevin dalam risetnya.

Halaman Selanjutnya --> Kuartal III Bakal Berat

Namun, kuartal II-2021 sejatinya sudah berlalu. Kita sedang menatap data berjenis kelamin lagging indicator. Peristiwa yang sudah terjadi, sudah basi karena madingnya sudah terbit.

Indonesia memang kemungkinan besar sudah bebas dari resesi. Akan tetapi, bagaimana prospek ke depan? Mungkinkah resesi kumat lagi?

Tirta Citradi, Ekonom MNC Sekuritas, menilai jalan ke depan akan berliku dan berbatu. Soalnya, pandemi virus corona yang sempat terkendali sekarang 'menggila' lagi. Kehadiran virus corona varian delta yang lebih menular membuat kasus positif meningkat tajam.

Sepanjang kuartal II-2021, rata-rata pasien positif corona di Indonesia bertambah 7.325 orang per hari. Pada bulan pertama kuartal III-2021 saja, penambahan pasien positif rata-rata 39.803 orang dalam sehari. Lonjakan yang luar biasa.

corona

Oleh karena itu, Presiden Jokowi kembali mengetatkan aktivitas dan mobilitas masyarakat. Namanya bukan lagi PSBB, tetapi Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat yang kemudian diubah menjadi PPKM Level 4.

Meski beda nama, tetapi aturan mainnya hampir sama. Pekerja di sektor non-esensial dan non-kritikal wajib 100% bekerja dari rumah (work from home). Kegiatan belajar-mengajar kembali dilakukan dari jarak jauh setelah sempat ada uji coba pembelajaran tatap muka.

Restoran dan warung makan juga tidak boleh melayani pengunjung yang makan-minum di tempat. Pusat perbelanjaan pun harus berhenti beroperasi untuk sementara.

"Lonjakan kasus positif akibat penyebaran virus corona varian delta menjadi kekhawatiran utama yang membuat prospek ekonomi Indonesia melenceng signifikan. Ini karena pemerintah memberlakukan PPKM Darurat di Jawa-Bali yang menyumbang 60% dalam pembentukan PDB nasional," tulis Tirta dalam risetnya.

Dampak PPKM terhadap perekonomian sudah terasa. IHS Markit mengumumkan aktivitas manufaktur yang diukur dengan Purchasing Managers' Index (PMI) Indonesia pada Juli 2021 adalah 40,1. Anjlok dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar 53,5 sekaligus menjadi yang terendah sejak Juni tahun lalu.

PMI menggunakan angka 50 sebagai titik mula. Kalau sudah di bawah 50, artinya dunia usaha sedang dalam fase kontraksi, tidak berekspansi. Juli 2021 menjadi kali pertama dalam sembilan bulan PMI manufaktur Indonesia terjerumus ke zona kontraksi.

Padahal sektor manufaktur adalah penyumbang terbesar dalam pembentukan PDB dari sisi lapangan usaha. Masalah di industri manufaktur akan membebani perekonomian nasional secara keseluruhan.

"Pemerintah dan Bank Indonesia (BI) telah menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi 2021. Kami juga menurunkan perkiraan dari 4,18% yoy menjadi 3,76% yoy," tambah Tirta.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular