Newsletter

Daud & Goliat Duel! Wall Street Kebakaran, IHSG Gimana ?

Tri Putra, CNBC Indonesia
28 January 2021 06:15
Gubernur bank sentral Amerika Serikat (AS) Federal Reserve, Jerome Powell (AP Photo/Steven Senne, File)
Foto: Gubernur bank sentral Amerika Serikat (AS) Federal Reserve, Jerome Powell (AP Photo/Steven Senne, File)

Ambruknya Wall Street di zona merah dengan koreksi yang cukup parah tentu saja bisa menjadi sentimen negatif tersendiri bagi Bursa Asia. Depresiasi bursa Paman Sam bisa menyebrang benua dan menjadi penyebar ketakutan di pasar dimana bisa saja menyebabkan indeks acuan kalah sebelum bertanding.

Di AS sendiri, sesuai dengan ekspektasi pasar dimana The Fed ternyata tidak akan meningkatkan suku bunga dan tetap akan melakukan pembelian obligasi dalam jumlah besar untuk menginjeksi likuiditas ke pasar sehingga ketakutan pasar akan adanya taper tantrum tidak berdasar karena posisi yang dilakukan The Fed masih posisi kebijakan moneter longgar.

Komite pasar terbuka The Fed menjaga suku bunga tetap berada di level 0% hingga 0,25% dan menjaga pembelian obligasi berada di posisi US$ 120 miliar per bulan.

Bank Sentral AS tersebut memberi signa; bahwa jalur ekonomi AS akan bergantung terhadap kasus corona, salah satunya bagaimana progres dari vaksinasi, di mana The Fed mengatakan krisis kesehatan publik ini menganggu aktivitas ekonomi,

Gubernur The Fed sendiri mengatakan bahwa Bank Sentral AS ini akan mengambil langkah Wait and See terhadap potensi terjadinya inflasi setelah pandemi corona meskipun menurutnya hal ini masih akan lama.

"Ekonomi masih akan berada jauh di bawah target tingkat pengangguran dan inflasi dan masih akan lama sampai progress yang substansial akan tercapai" ujar Jay Powell.

Powell juga mengatakan saham-saham yang melesat dalam beberapa periode terakhir bukan diakibatkan oleh kebijakan moneter yang dilakukan akan tetapi lebih terhadap kebijakan fiskal dan ekspektasi terhadap vaksin.

Dari dalam negeri, baru-bari ini kasus corona menembus angka 1 juta kasus. Bahkan pasca menembus 1 juta kasus pada kemarin lusa, kasus Covid-19 di Indonesia terlihat belum juga terkendali. Hal ini tercermin pada kasus baru yang bertambah hampir 12 ribu orang dan jumlah kematian yang mencetak rekor baru kemarin.

Data Kementerian Kesehatan menunjukkan bahwa pasien Covid-19 bertambah 11.948 orang pada Selasa (26/1/2020) pukul 12.00 WIB hingga Rabu (27/1/2020) pukul 12.00 WIB. Jumlah ini membuat total kasus menembus 1.024.298 orang.

Sementara itu, pasien sembuh bertambah 10.974 orang dalam sehari sehingga totalnya menjadi 831.330 orang. Adapun kasus kematian bertambah 387 orang sehingga totalnya menjadi 28.855 orang. Jumlah ini merupakan rekor untuk kasus kematian harian dan memecahkan rekor yang tercipta sehari sebelumnya.

Tingginya angka penularan di masyarakat menjadi salah satu sebab masih banyaknya kasus baru setiap harinya. Bahkan Satgas Penanganan Covid-19 sendiri mencatat secara positivity rate, sejak pekan keempat Desember terus mengalami kenaikan dari semula di bawah 20% menjadi 27% pada pekan kedua Desember. Padahal WHO menentukan standar bahwa seharusnya positivity rate bisa ditekan di bawah 5%.

Selain tingginya penularan, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengungkapkan 3T (testing, tracing, dan treatment) yang dilakukan masih belum optimal. Dari sisi testing dan tracing masih salah sasaran, karena testing adalah mereka yang mau bepergian bukan orang yang menjadi suspect atau orang yang memiliki riwayat tinggal di wilayah yang melaporkan transmisi lokal atau kontak dengan pasien terkonfirmasi Covid-19 dalam 14 hari terakhir.

(trp/trp)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular