Newsletter

Ampun Bang Jago! PPKM Diperpanjang, IHSG Mau ke Mana?

Putra, CNBC Indonesia
25 January 2021 06:31
Ilustrasi IHSG (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)
Foto: Ilustrasi IHSG (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)

Jakarta,CNBC Indonesia - Efek Januari (January Effect) di bursa saham mulai pudar sepanjang perdagangan pekan ini, menyusul aksi jual yang masif di tengah sinyal buruk pengendalian penyebaran virus Covid-19. Namun, investor asing ternyata malah berburu saham.

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sepanjang pekan ini tercatat anjlok 1,04% atau 66,3 poin dari posisi akhir pekan lalu ke 6.307,127 pada penutupan Jumat (22/1/2021). Koreksi terjadi menyusul perpanjangan pembatasan sosial di Jawa-Bali.

Tiga dari lima hari perdagangan sepekan ini tercatat merah, dengan koreksi terdalam terjadi pada Jumat, sebesar 1,66% atau 106,77 poin. Koreksi Jumat tersebut membuat impas lompatan yang sempat tercetak pada Rabu sebesar 107,9 poin.

Pada awalnya IHSG mendapatkan berkah dari pelantikan Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden yang menjanjikan menggelontorkan stimulus tambahan senilai US$ 1,9 triliun, di luar stimulus US$ 900 miliar yang diteken pada Desember lalu.

Investor asing bahkan sempat memborong saham hingga mencetak pembelian bersih (net buy) sebesar Rp 757 miliar pada Rabu, ketika IHSG menyentuh level tertinggi kedua tahun ini pada 6.429,758.

Namun aksi jual terjadi dua hari beruntun setelah itu, ketika pemerintah pada Kamis mengumumkan perpanjangan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) di kota utama Jawa-Bali, yang ironisnya malah gagal mengerem laju pertambahan kasus Covid-19.

PPKM yang diberlakukan pada 11 Januari justru berujung pada peningkatan kasus baru infeksi Covid-19, dari 8.692 kasus pada saat itu menjadi 13.632 kasus pada Jumat kemarin. Artinya terjadi kenaikan kasus sebesar 56,8%.

Sayangnya, pada Kamis pemerintah mengumumkan bahwa kebijakan yang terbukti tak efektif tersebut diperpanjang dan memperberat ekspektasi pemulihan ekonomi, karena pemodal khawatir pembatasan tersebut bakal berujung pada tersendatnya aktivitas konsumsi masyarakat.

Di tengah situasi demikian, investor pun merealisasikan keuntungan dengan menjual saham-saham yang telah menikmati penguatan signifikan di awal pekan. Hanya saja, investor asing jeli melihat keadaan dengan menyerok saham-saham yang dibuang.

Sepanjang pekan ini, data RTI menyebutkan bahwa investor asing mencetak net buy sebesar Rp 632,1 miliar di pasar regular, atau setara 1,5% dari total transaksi asing sepekan sebesar Rp 36.4 triliun. Total transaksi bursa sepekan ini sebesar Rp 102,9 triliun.

Selanjutnya, Pekan ini upaya rupiah untuk melenggang ke jalur hijau juga terjegal. Sentimen positif dari Amerika Serikat (AS) terkait stimulus tak membantu Mata Uang Garuda menguat menyusul kecemasan ketegangan antara AS dan China.

Pergerakan rupiah sepekan ini cenderung menyamping dengan volatilitas tinggi, dengan penguatan 3 hari berturut-turut dan bahkan sempat mencicipi level psikologis 13.000 sebelum terkena aksi jual pada perdagangan terakhir pekan ini.

Pada Jumat (23/1/2021), Mata Uang Garuda bertengger di level 14.020 per dolar AS, atau melemah 0,29% secara harian. Secara mingguan, rupiah juga terdepresiasi, yakni sebesar 0,07% dibandingkan dengan posisi akhir pekan lalu pada Rp 14.010 per dolar AS.

Sementara itu, Harga mayoritas obligasi pemerintah sepekan ini tertekan, sebagaimana terlihat dari penurunan imbal hasilnya (yield) yang mengindikasikan investor cenderung memburu aset berisiko, di tengah ekspektasi pemulihan ekonomi berkat vaksinasi.

Kekhawatiran seputar ketegangan Amerika Serikat (AS) dan China baru memicu aksi beli aset minim risiko itu pada Jumat (22/1/2021), sebagaimana terlihat dari penurunan imbal hasil (yield) Surat Berharga Negara (SBN) bertenor 10 tahun-yang menjadi acuan (benchmark) di pasar.

Yield obligasi berkode FR0082 tersebut pada Jumat melemah 0,3 basis poin (bp) ke level 6,288%. Namun secara mingguan, posisi yield tersebut masih menguat 7,9 bp dibandingkan Jumat pekan lalu yang sebesar 6,209%, alias harganya melemah.

Koreksi IHSG sendiri sejatinya berbanding terbalik dari bursa saham acuan global, Wall Street. Indeks Dow Jones berhasil terapresiasi 0,59% sepekan terakhir, S&P 200 reli 1,94%, dan Indeks Nasdaq terbang 4,19%.

Pekan ini sendiri indeks acuan Wall Street mencetak rekor tertinggi sepanjang sejarahnya setelah Presiden Amerika Serikat dari Partai Demokrat, Joe Biden dilantik menggantikan Donald Trump.

Selain pelantikan Biden, Senat AS yang sebelumnya dikuasai oleh Partai Republik, kini dikuasai oleh Partai Demokrat. Sehingga blue wave atau kemenangan penuh Partai Demokrat berhasil dicapai. Hal ini tentunya memudahkan Biden dalam mengambil kebijakan, termasuk dalam meloloskan paket stimulus US$ 1,9 triliun.

Parlemen AS menganut sistem 2 kamar, House of Representative (DPR) yang sudah dikuasai Partai Demokrat sejak lama, dan Senat yang pada rezim Donald Trump dikuasai Partai Republik.

Sebelumnya, 3 senator dari Partai Demokrat dilantik, Raphael Warnock dan Jon Ossoff dari Negara Bagian Georgia, serta Alex Padilla dari California. Partai Demokrat kini memiliki 50 senator sama dengan Partai Republik, tetapi memiliki satu suara lebih banyak yakni dari Wakil Presiden Kamala Harris.

Untuk diketahui, jumlah anggota Senat di AS sebanyak 100 orang, dimana setiap negara bagian memiliki 2 senator.

Berdasarkan undang-undang dasar AS, pasal 1 ayat 3, Wakil Presiden AS merupakan presiden Senat, dan tidak memberikan suara, kecuali saat voting hasilnya imbang. Artinya ketika mengambil keputusan hasil voting seimbang 50 lawan 50, maka Wakil Presiden Kamala Harris berhak memberikan suaranya. Hal tersebut tentunya membuat Partai Demokrat kini menguasai Senat AS.

Untuk saat ini, blue wave menjadi kabar baik, stimulus fiskal US$ 1,9 triliun bisa segera cair. Tetapi dalam jangka panjang, ada kemungkinan akan memberikan sentimen negatif ke pasar saham, sebab Joe Biden berencana menaikkan pajak.

Rencana stimulus fiskal sebesar US$ 1,9 triliun yang akan digelontorkan Biden menjadi pemicu penguatan Wall Street. Dengan stimulus tersebut diharapkan perekonomian AS bisa bangkit lebih cepat, begitu juga dengan penanggulangan Covid-19.

"Isu lainnya bisa mundur dulu dikalahkan oleh perhelatan di Washington karena investor mencari perubahan kebijakan yang besar ke depannya dan outlook pemerintahan yang baru," tutur Kepala Perencana Pasar TD Ameritrade JJ Kinahan kepada CNBC International.

Proposal stimulus Biden memasukkan bantuan langsung tunai (BLT) senilai US$ 1.400 ke warga AS dan perpanjangan tunjangan penganggur serta bantuan untuk pemerintahan lokal dan negara bagian. Demikian juga dengan dana penanggulangan pandemi dan program vaksinasi.

Euforia mengenai stimulus sudah mulai berkurang. Hal itu tentunya akan menyebabkan para investor berfokus pada beberapa sentimen penting pada pekan depan. Salah satunya dari Amerika Serikat (AS) di mana perusahaan-perusahaan raksasa akan melaporkan laporan keuangan tahunannya.

Selain itu yang tidak kalah penting, Bank Sentral AS alias The fed akan melakukan rapat dan merilis data mengenai kondisi perekonomian Negeri Paman Sam di tahun 2020.

Pasar sempat bereuforia setelah optimis dengan janji stimulus fiskal senilai US$ 1,9 triliun yang diajukan oleh Presiden AS Joe Biden. Meskipun kegalauan mengenai dampak pandemi Covid-19 mulai mengganas menekan kembali pasar modal.

Apple, Facebook, Microsoft, Tesla, dan 100 perusahaan raksasa konstituen S&P 500 lain akan merilis laporan keuangan tahunannya pekan ini. Tentunya apabila laporan itu cemerlang, maka akan membawa efek ke pasar modal Paman Sam, bahkan bukan tidak mungkin akan merembet ke dalam negeri.

Pandemi Covid-19 yang membatasi masyarakat untuk berpergian dan mengancam penguncian wilayah serta menyerang perekonomian global juga masih menjadi masalah mengingat distribusi vaksin yang belum optimal.

Meskipun demikian ada harapan Johnson and Johnson akan merilis laporan positif mengenai hasil penelitian vaksin dalam waktu dekat. Apabila sukses, vaksin J&J akan menjadi tambahan vaksin yang siap digunakan. Vaksin J&J sendiri hanya perlu disuntikan 1 kali, lain dari banyak vaksin yang sudah beredar yang perlu 2 kali penyuntikan.

Rilis pertama GDP AS juga akan dirilis pekan depan pada hari Kamis di mana para pelaku pasar berekspektasi akan ada pertumbuhan sebesar 4,7%. Sementara secara tahunan, GDP Paman Sam diekspektasikan akan terkontraksi 3,5%. Angka ini diharapkan akan membaik tahun 2021 di mana The Economist memprediksi akan bertumbuh 5%.

Tingkat konsumsi sendiri anjlok pada kuartal terakhir yang ditunjukkan dengan penjualan ritel yang anjlok hingga 0,7% setelah bulan sebelumnya angka penjualan ritel juga cenderung negatif.

Rapat Gubernur The Fed pekan depan juga sangat dipantau para pelaku pasar. Banyak yang berekspektasi The Fed belum akan merubah ancang-ancangnya dan masih akan melakukan kebijakan moneter longgar untuk meredam dampak Covid-19 ke perekonomian AS.

Gubernur The Fed Jerome Powell juga akan ditanya mengenai pandanganya tentang stimulus fiskal jumbo, di mana banyak yang berekspektasi nominalnya akan cair lebih kecil dari perkiraan.

Selain dari AS, negara-negara lain juga siap melaporkan pembacaan awal GDP tahunan masing-masing negara pekan depan mulai dari Korea Selatan, Perancis, Spanyol, Jerman, Meksiko, Italia, Uni Eropa.

Sementara itu dari Negeri Panda, China akan merilis data indeks PMI Manufaktur yang diprediksi akan kembali berada di zona ekspansi.
Dari dalam negeri, salah satu sentimen terkait kebijakan pemerintah dalam penanganan Covid-19.

Terbaru, Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta memutuskan untuk memperpanjang pemberlakuan pembatasan sosial berskala besar (PSBB). Keputusan itu tertuan dalam Peraturan Gubernur Nomor 51 Tahun 2021 yang diteken Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan per 22 Januari 2021.

"Menetapkan perpanjangan pemberlakuan, jangka waktu dan pembatasan aktivitas luar rumah Pembatasan Sosial Berskala Besar selama 14 hari terhitung sejak tanggal 26 Januari 2021 sampai dengan tanggal 8 Februari 2021," tulis Pergub Nomor 51 Tahun 2021 seperti dikutip detik.com.

Anies meminta kepada semua pihak untuk senantiasa menerapkan protokol kesehatan. Aturan mengenai protokol kesehatan tertuang dalam Pergub Nomor 3 tahun 2021 tentang peraturan pelaksanaan Perda Nomor 2 Tahun 2020 tentang penanggulangan Covid-19.

Sebagai gambaran, PSBB Transisi di DKI Jakarta dimulai pada 11 Januari hingga 25 Januari 2021. Aturan tersebut mengikuti periode pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) yang diterapkan pemerintah pusat. PPKM sendiri telah diperpanjang hingga 8 Februari 2021.

Berikut adalah sejumlah agenda dan rilis data yang terjadwal untuk hari inii:

  1. Iklim Bisnis Jerman Periode Januari 2021 (04:00 WIB)
  2. Aktivitas Ekonomi Meksiko periode November 2020 (07:00 WIB).
  3. Produksi Industri Russia periode Desember 2020 (08:30 WIB).

 

Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:

Data dan Indikator Ekonomi Makro

Satuan

Nilai

Pertumbuhan Ekonomi Q320

%yoy

-3.49

Inflasi 2020

%yoy

1.68

BI 7 Day Reverse Repo Rate Januari 2021

%

3.75

Surplus/Defisit Anggaran 2020

%PDB

-6.34

Surplus/Defisit Transaksi Berjalan Q320

%PDB

0.36

Surplus/Defisit Neraca Pembayaran Indonesia Q30

US$ Miliar

2.05

Cadangan Devisa November 2020

US$ Miliar

135.9

 

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular