Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar saham dan obligasi pada perdagangan Kamis (19/11/2020) sukses melanjutkan penguatan, meski rupiah tertekan, berkat kebijakan Bank Indonesia (BI). Hari ini, mari kita tengok kabar neraca pembayaran Indonesia. Surpluskah?
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) kemarin ditutup di zona hijau dengan penguatan 0,66% ke 5.594,05 menyusul keputusan Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI menurunkan suku bunga acuan menjadi 3,75%.
IHSG sebelumnya sempat dibuka di zona merah akan tetapi berhasil berbalik menguat (rebound) dan terus menanjak sejak pengumuman kebijakan penetapan B 7-Day Reverse Repo Rate tersebut. Suku bunga Deposit Facility turun jadi 3% dan suku bunga Lending Facility di 4,5%.
Harga saham emiten properti melesat setelah suku bunga acuan nasional tersebut ditetapkan pada level terendahnya sepanjang sejarah. Penurunan suku bunga acuan bakal memicu intermediasi perbankan dengan biaya bunga yang lebih murah, sehingga meningkatkan penjualan properti.
Data perdagangan mencatat, investor asing melakukan aksi beli bersih sebanyak Rp 266 miliar di pasar reguler, dari nilai transaksi Rp 13,15 triliun. Sebanyak 284 saham melesat, 160 turun, dan sisanya 172 stagnan.
Penguatan juga terjadi pada harga obligasi pemerintah atau Surat Berharga Negara (SBN), di mana SBN dikoleksi investor, kecuali yang bertenor 1 dan 5 tahun. Imbal hasil (yield) SBN tenor 1 tahun naik 5,8 basis poin ke 4,013% dan yang 5 tahun naik 4,1 basis poin ke 5,233%
Yield SBN dengan tenor 10 tahun yang menjadi acuan pasar melanjutkan penurunan, yakni 0,3 basis poin ke 6,178%. Yield berlawanan arah dari harga, sehingga penurunan yield menunjukkan harga obligasi yang naik. Satuan penghitungan basis poin setara dengan 1/100 dari 1%.
Namun di pasar spot, nilai tukar rupiah melemah cukup tajam melawan dolar Amerika Serikat (AS) karena investor memfaktorkan penurunan suku bunga BI ke dalam perhitungan investasi jangka pendek mereka.
Melansir data Refinitiv, rupiah membuka perdagangan dengan stagnan di Rp 14.050/US$. Tetapi tidak lama, rupiah langsung masuk ke zona merah, melemah hingga 0,89% ke Rp 14.175/US$. Posisi rupiah sedikit membaik, di penutupan perdagangan berada di level Rp 14.140/US$, melemah 0,64% di pasar spot.
Dalam jangka pendek, penurunan suku bunga acuan membuat rentang (spread) imbal hasil SBN RI menipis jika dibandingkan dengan negara maju, yang bisa menekan harga surat utang karena menjadi kurang atraktif. Uang beredar pun berpotensi naik sehingga bisa menekan nilai tukarnya.
Namun di tengah ekspektasi banjir stimulus di Amerika Serikat (AS), Wall Street diperkirakan kebanjiran likuiditas sehingga pelaku pasar Negeri Sam bakal membelanjakannya ke pasar emerging market, salah satunya untuk membeli SBN setempat termasuk di Indonesia.
Dalam jangka panjang, suku bunga rendah membantu mempercepat bergulirnya perekonomian yang pada gilirannya membuat kelas aset investasi di Indonesia kembali meningkat dan memikat.
Bursa saham Amerika Serikat (AS) berayun ke jalur hijau pada penutupan perdagangan Kamis (19/11/2020), menyusul kenaikan saham-saham teknologi, setelah sempat dibuka terpelanting hingga 100 poin.
Indeks Dow Jones Industrial Average ditutup naik 44,8 poin (+0,2%) ke 29.483,23 sedangkan indeks S&P 500 menguat 0,4% ke 3.581,87, sementara Nasdaq tumbuh 0,9% menjadi 11.904,71.
Kabar positif tambahan muncul dari Senat, di mana iompinan majelis rendah Chuck Schumer (senator dar Partai Demokrat) dan pimpinan majelis tinggi Mitch McConnell dari partai Republk menyatakan kesepakatan untuk melanjutkan pembahasan stimulus.
"Sembari menunggu kejelasan vaksin dan tambahan stimulus fiskal, investor benar-benar berupaya menginterpretasikan pengaruhnya dalam waktu dekat," tutur Michael Arone, Kepala Perencana Investasi State Street Global Advisors, kepada CNBC International.
Di tengah kondisi demikian, lanjut dia, saham-saham teknologi pun menjadi tujuan untuk mengamankn posisi. Beberapa saham teknologi tercatat menguat seperti Netflix (+0,6%), Amazon (+0,4%), Alphabet (+1%), Microsoft (+0,6%), Apple (+0,5%) dan Facebook (+0,4%).
Kabar positif vaksin muncul dari AstraZeneca dan University of Oxford yang menyatakan bahwa vaksin corona besutan mereka aman dan memicu antibodi bagi orang dewasa. Laporan CNBC Analysis menyebutkan bahwa rerata harian infeksi baru Covid-19 d AS pada Rabu mencetak rekor tertinggi baru menjadi 161.165, atau melesat 26% dalam sepekan.
Sebanyak 11,5 juta warga AS terkonfirmasi Covid-19, sehingga mendorong pengetatan aktivitas masyarakat di beberapa wilayah. Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (Centers for Disease Control and Prevention) AS menyerukan pembatalan rencana perayaan Thanksgiving.
Pada Rabu, Walikota New York Bill de Blasio mengumumkan penutupan sekolah negeri digantikan dengan belajar-dari-rumah sebagai upaya untuk menekan penyebaran virus corona jelang musim dingin. Kebijakan ini bakal diikuti pemerintah negara bagian yang lain.
Sejauh ini virus Corona masih menekan perekonomian, sehingga Departemen Tenaga Kerja AS melaporkan 742.000 warganya mengajukan klaim tunjangan pengangguran sepekan lalu, atau lebih buruk dari konsensus analis dalam polling Dow Jones yang memperkirakan angka 710.000.
Usai menjadi kesayangan pasar (market darling) ketika mengumumkan penurunan suku bunga acuan kemarin, Bank Indonesia (BI) hari ini berpeluang menjadi pusat perhatian lagi dengan rilis Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) kuartal III-2020.
Apa pasal? Kuartal ketiga ini kita kemungkinan akan melihat surplus transaksi berjalan (current account surplus/CAS) untuk pertama kalinya sejak tahun 2011, meski dalam skala terbatas yang kemungkinan tidak bakal cukup untuk membawa posisi akhir tahun berada di angka surplus.
Gubernur BI Perry Warjiyo kepada pers pda 19 Oktober lalu mengatakan bahwa surplus neraca transaksi berjalan ini dipengaruhi perbaikan dari sisi ekspor dan penyesuaian impor, sejalan dengan permintaan domestik yang kuat.
Transaksi berjalan merupakan satu dari dua komponen pembentuk NPI, dengan transaksi modal/finansial menjadi komponen lainnya. Transaksi berjalan dibentuk dari neraca perdagangan dan neraca jasa. Transaksi berjalan sudah mengalami defisit sejak kuartal IV-2011, sehingga membuat rupiah "terdiskon" dibandingkan dengan mata uang negara lain.
Terakhir, NPI kuartal II-2020 mencatat surplus US$ 9,2 miliar, berbalik dari kuartal sebelumnya yang defisit US$ 8,5 miliar. Sementara itu, transaksi berjalan mencatatkan defisit sebesar US$ 2,9 miliar atau 1,2% dari Produk Domestik Bruto (PDB).
Jika terbukti neraca berjalan kuartal ketiga ini mencatatkan surplus, Mata Uang Garuda pun berpeluang balik menguat setelah kemarin tertekan oleh sentimen penurunan suku bunga acuan. Investor asing pun berpeluang melirik aset portofolio di Indonesia karena gerusan kurs terhadap nilai aset tersebut mengecil.
Bagi investor saham, surplus neraca berjalan ini menjanjikan prospek positif secara fundamental bagi emiten farmasi, teknologi, dan manufaktur yang mayoritas bahan baku atau belanja modalnya adalah impor. Penguatan rupiah bakal memicu penurunan biaya operasi mereka.
Namun, peluang surplus transaksi berjalan tersebut masih dibayangi faktor capital outflow sepanjang kuartal lalu, yang membuat posisi cadangan devisa Indonesia pada akhir September 2020 anjlok nyaris US$ 2 miliar secara bulanan) menjadi sebesar US$ 135,2 miliar.
Berikut sejumlah agenda dan rilis data yang terjadwal untuk hari ini:
- Inflasi Jepang Oktober (06:30 WIB)
- PMI manufaktur Jepang November versi Jibun Bank (04:00 WIB)
- RUSPLB PT Garuda Indonesia Tbk (09:00 WIB)
- RUSPLB PT Sekar Laut Tbk (10:00 WIB)
- Transaksi berjalan Indonesia kuartal III-2020 (10:00 WIB)
- Penjualan ritel Inggris Oktober (14:00 WIB)
- Penjualan ritel Kanada September (20:30 WIB)
- Rilis PDB Rusia Oktober (22:00 WIB)
- Penjualan ritel Rusia Oktober (23:00 WIB
Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:
Indikator | Tingkat |
Pertumbuhan ekonomi (kuartal III-2020 YoY) | -3,49% |
Inflasi (Oktober 2020 YoY) | 1,44% |
BI 7 Day Reverse Repo Rate (Oktober 2020) | 4% |
Defisit Anggaran (APBN 2020) | -6,34% PDB |
Transaksi berjalan (kuartal II-2020) | -1,18% PDB |
Neraca pembayaran (kuartal II-2020) | US$ 9,24 miliar |
Cadangan devisa (Oktober 2020) | US$ 133,7 miliar |
TIM RISET CNBC INDONESIA