
Pilpres AS di Depan Mata, Ada Sinyal IHSG Bakal Perkasa!

Pilpres AS akan menjadi fokus utama di pekan ini, mengingat dampak besar yang akan ditimbulkan, baik dari segi ekonomi hingga politik dunia. Oleh sebab itu, ada kecenderungan pelaku pasar akan wait and see sebelum mengalirkan investasinya dalam jumlah besar, termasuk juga di negara emerging market, seperti Indonesia.
Pilpres kali ini mempertemukan petahana dari Partai Republik Donald Trump dengan lawannya dari Partai Demokrat Joseph 'Joe' Biden. Seandainya Trump kembali memenangi pemilu kali ini, tentunya tidak akan ada perubahan signifikan dari kebijakan yang diterapkan saat ini. Perang dagang dengan China misalnya, masih akan tetap berkobar. Kemudian, dari segi perpajakan tentunya tidak akan berubah, setelah dipangkas pada periode pemerintahannya saat ini.
Sementara jika lawannya, Joe Biden, yang memenangi pilpres, bisa dipastikan akan ada perubahan kebijakan. Perang dagang dengan China kemungkinan tidak akan berkobar, sementara pajak kemungkinan akan dinaikkan.
Tetapi patut diingat, pemilihan kali ini tidak hanya menentukan siapa yang akan menjadi orang nomer 1 di Negara Adi Kuasa, tetapi juga menentukan komposisi Kongres (DPR dan Senat), yang tentunya bisa mempermudah atau menghambat kebijakan presiden terpilih.
Saat ini, DPR AS dikuasai Partai Demokrat, yang merupakan oposisi. Hal tersebut menjadi salah satu faktor alotnya pembasahan stimulus fiskal jilid II di AS. Pemerintah dan DPR sama-sama ngotot mengajukan nilai stimulus fiskal, yang hingga saat ini belum mencapai titik temu. Sementara itu, Senat AS dikuasai oleh Partai Republik, juga bisa menentukan kebijakan pemerintah.
Jika Gedung Putih, DPR, hingga Senat dikuasai oleh satu partai saja, maka penerapan kebijakan akan berjalan dengan mulus.
Survei terakhir yang dilakukan oleh NBC News/Wall Street Journal menunjukkan Joe Biden masih diunggulkan dengan memperoleh 52% suara dalam survei tersebut, sementara Donald Trump 42%.
Konsensus di pasar menunjukkan jika Joe Biden dan Partai Demokrat memenangi pemilihan umum, maka akan berdampak negatif bagi pasar saham. Namun menurut bank investasi ternama, JP Morgan, kemenangan tersebut akan berdampak netral bagi pasar saham.
"Konsensus menunjukkan jika Partai Demokrat menang di November akan berdampak negatif bagi pasar saham. Namun, kami melihat akan memberikan dampak netral hingga sedikit positif," kata Dubravko Lakos, kepala strategi saham dan kuantitatif di JP Morgan, dalam sebuah riset yang dirilis 29 Oktober lalu.
Alasan memberikan outlook netral tersebut dikarenakan ada katalis positif yang akan diberikan, misalnya stimulus fiskal yang lebih besar atau pembangunan infrastruktur, sementara katalis negatifnya adalah kenaikan pajak perusahaan.
Lakos mempertahankan target untuk indeks S&P 500 di akhir tahun berada di level 3.600. Sementara jika Trump dan Partai Republik yang memenangi pemilu, yang merupakan favorit pasar, Lakos memprediksi indeks S&P 500 akan mencapai level 3.900 di akhir tahun.
Melihat prediksi tersebut, seandainya Biden dan Partai Demokrat yang berkuasa di AS, bursa saham global termasuk IHSG kemungkinan akan bereaksi negatif terlebih dahulu, meski ke depannya akan kembali menguat.
Saat pasar saham bereaksi negatif, mata uang safe haven seperti dolar AS akan diuntungkan dan rupiah akan terpukul.
Sebaliknya, jika Trump lanjut 2 periode, dan Kongres AS dikuasai Partai Demokrat, maka pasar berpeluang merespon positif, bursa saham akan menguat dan rupiah bisa bertenaga kembali.
Namun, jika pemerintahan dan Kongres dikuasai oleh partai yang berbeda, aksi jual yang lebih besar kemungkinan akan terjadi di pasar saham, sebab ketidakpastian akan semakin meningkat. Apalagi jika sampai terjadi terjadi kisruh hasil pemilu.
Meski demikian, menurut Lakos pasar saham dan mata uang emerging market di Asia akan lebih diuntungkan dalam jangka panjang jika Biden dan Demokrat yang memenangi pemilu, sebab perang dagang kemungkinan tidak akan berkobar.
(pap/pap)