
Neraca Dagang Diramal Surplus Tinggi, Tanda RI Sedang Resesi!

Tingginya surplus neraca perdagangan membuat transaksi berjalan Indonesia kemungkinan bisa surplus pada kuartal III-2020. Kalau terwujud, maka akan menjadi surplus pertama sejak 2011.
"Transaksi berjalan pada kuartal III-2020 diperkirakan akan mencatat surplus. Dipengaruhi oleh perbaikan ekspor dan penyesuaian impor sejalan dengan permintaan domestik yang belum cukup kuat," ungkap Perry Warjiyo, Gubernur Bank Indonesia (BI), dalam jumpa pers usar Rapat Dewan Gubernur Periode September 2020, kemarin.
Sejatinya surplus transaksi berjalan adalah sesuatu yang harus disyukuri. Sudah sembilan tahun Indonesia tidak pernah mengalaminya, sampai-sampai muncul kebiasaan menyebut transaksi berjalan dengan CAD (Current Accont Deficit).
Namun kali ini sepertinya surplus transaksi berjalan bukan hal yang membanggakan. Bahkan semakin menegaskan bahwa ekonomi Indonesia sedang terjebak di 'lumpur' resesi.
Sebab, surplus transaksi berjalan datang dari impor yang ambrol. Sejak April, impor jatuh dengan kontraksi dua digit.
Lebih dari 90% impor Indonesia adalah bahan baku/penolong dan barang modal yang dipakai untuk proses produksi industri dalam negeri. Impor barang konsumsi hanya sedikit, tidak sampai 10%.
Oleh karena itu, impor yang ambles adalah gambaran industri Tanah Air sedang lesu. Ini terlhat dari Purchasing Managers' Index (PMI) sektor manufaktur yang kerap berada di zona kontraksi.
Pada September 2020, skor PMI manufaktur Indonesia adalah 47,2. Turun dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar 50,8.
PMI menggunakan angka 50 sebagai titik mula. Kalau di bawah 50 berarti kontraksi, di atas 50 berarti ekspansi.
