Polling CNBC Indonesia

Resesi di Depan Mata, Tapi BI Kayaknya Ogah Turunkan Bunga

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
16 September 2020 06:30
Ilustrasi Bank Indonesia
Ilustrasi Gedung BI (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Penurunan suku bunga acuan diharapkan dapat menjadi 'perangsang' ekonomi yang lemas akibat pandemi virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19). Saat suku bunga acuan turun, diharapkan suku bunga kredit perbankan bisa mengikuti. Suku bunga kredit yang rendah dapat memancing minat dunia usaha dan rumah tangga untuk melakukan ekspansi, sehingga roda ekonomi berputar lebih kencang.

Namun sepertinya BI belum akan memilih menurunkan suku bunga acuan. Gubernur Perry Warjiyo menegaskan, cara yang paling efektif untuk mendukung pemulihan ekonomi adalah pemberian stimulus melalui jalur kuantitas (quantitative easing/QE).

Dengan QE, BI menyuntikkan likuiditas ke pasar melalui penurunan Giro Wajib Minimun (GWM) maupun ekspansi moneter. Hingga 14 Agustus, BI telah memberikan QE sebesar Rp 651,54 triliun.

"Dalam kondisi seperti ini, pemulihan ekonomi lebih efektif lewat jalur kuantitas, dari aspek likuiditas dan pendanaan. Jalur QE ini yang masih tertahan di perbankan," kata Perry dalam konferensi pers usai RDG Agustus.

Posisi (stance) BI ini membuat pasar tidak yakin suku bunga acuan bisa turun dalam waktu dekat. Apalagi ada kebutuhan agar rupiah kembali menguat, agar bisa mendorong impor bahan baku/penolong dan barang modal demi menggenjot performa industri dalam negeri.

"Tekanan kepada BI untuk melakukan pelonggaran kebijakan moneter sebenarnya agak mereka karena ada kepentingan untuk memperkuat rupiah demi membangkitkan aktivitas industri manufaktur. Kami berpandangan bahwa bank sentral akan mempertahankan BI 7 Day Reverse Repo Rate di 4% sampai akhir tahun," tambah Kevin.

TIM RISET CNBC INDONESIA

(aji/aji)

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular