Newsletter

Bukan Ngadi-ngadi, Peluang RI Kena Resesi Memang Tinggi...

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
08 September 2020 06:00
Ilustrasi ritel diskon. (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Ilustrasi Toko Ritel (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Sentimen ketiga, kali ini dari dalam negeri, adalah rilis data survei konsumen periode Agustus 2020. Pada bulan sebelumnya, Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) berada di 86,2. Masih di bawah 100, pertanda bahwa konsumen belum pede memandang situasi ekonomi.

Apabila IKK masih di bawah 100, kemungkinan besar seperti itu, maka akan menjadi sinyal bahwa konsumsi rumah tangga belum kuat. Lemahnya konsumsi sudah terlihat dari terjadinya deflasi pada Juli dan Agustus.

Bahkan Bank Indonesia (BI) memperkirakan deflasi masih akan terjadi pada September. Ini semakin memperkuat keyakinan bahwa konsumsi rumah tangga masih sulit diharapkan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi pada kuartal III-2020.

Padahal konsumsi rumah tangga begitu dominan dalam pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB) dari sisi pengeluaran. Kelesuan konsumsi rumah tangga membuat peluang terjadinya kontraksi (pertumbuhan negatif) PDB pada kuartal III-2020 semakin tinggi.

Pada kuartal sebelumnya, Indonesia sudah mencatatkan kontraksi PDB sebesar 5,32% YoY. Kalau kuartal III-2020 ada kontraksi lagi, maka Indonesia resmi masuk jurang resesi.

Oleh karena itu, rilis data survei konsumen hari ini menjadi penting. Sebab, data ini bisa memberi gambaran lebih lanjut seberapa besar peluang Indonesia mengalami resesi.

Kali terakhir Indonesia mengalami resesi adalah pada 1999, sudah lebih dari 20 tahun lalu. Tidak heran kepastian apakah Indonesia bakal resesi atau tidak menjadi sorotan publik.

Sayangnya, semakin hari tanda-tanda ke arah resesi rasanya semakin jelas. Dag-dig-dug-der boleh, tetapi jangan panik. Sebab yang penting adalah seberapa cepat kita bangkit dari resesi. Sepertinya kok tidak akan lama...

(aji/aji)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular