
Wall Street 'Berdarah-darah', Sakitnya Bakal Menjalar ke RI?

Bursa saham Amerika Serikat (AS) terbanting pada penutupan perdagangan Kamis (3/9/2020), menyusul aksi ambil untung gila-gilaan mengacuhkan data tenaga kerja yang menunjukkan berkurangnya tingkat pengangguran baru.
Indeks Dow Jones Industrial Average ditutup terbanting 807,8 poin (-2,8%) ke 28.292,73, menjadi koreksi harian terbesar sejak 11 Juni. Nasdaq anjlok 5% ke 11.458,1 dan S&P 500 merosot 3,5% ke 3.455,06.
Koreksi terjadi menyusul aksi jual saham-saham unggulan di sektor teknologi. Saham Apple anjlok 8% diikuti saham Microsoft (-6,2%), Facebook (-3,8%), Amazon (-4%), Alphabet (-5,1%) dan Netflix (-4%).
"Ada yang memencet tombol 'jual saham tekno, beli saham sisanya' dan ini menciptakan -penawaran terhadap group saham yang tertekan, sedangkan [saham teknologi] terpukul," tutur Adam Crisafulli analis Vital Knowledge sebagaimana dikutip CNBC International.
Pelemahan tersebut terjadi setelah pada Rabu Dow Jones melompat 454 poin, atau 1,6% sehingga membawa indeks tersebut melampaui angka 29.000 yang merupakan pertama kali sejak Februari (sebelum pandemi). Indeks S&P 500 dan Nasdaq kemarin juga mencetak rekor.
"Kita tak ingin melihat kejatuhan pasar terjadi sekarang, dan tak perlu mencetak rekor tertinggi baru untuk tumbuh tiap hari demi menjaga tren penguatan tetap hidup," tutur Frank Cappelleri, Direktur Eksekutif Instinet, dalam laporan riset yang dikutip CNBC International.
Departemen Tenaga Kerja merilis update jumlah warga AS yang mengajukan tunjangan pengangguran untuk pertama kali, alias terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), sebanyak 881.000 pada pekan terakhir Agustus.
Ini lebih baik dari ekspektasi pasar. Ekonom dalam polling Dow Jones mengekspektasikan angka klaim baru bakal mencapai 950.000 pekan lalu, atau berkurang dibandingkan dengan posisi sepekan sebelumnya yang melebihi angka 1 juta orang.
(ags/ags)