
Wall Street 'Berdarah-darah', Sakitnya Bakal Menjalar ke RI?

Hari ini tidak ada data dan agenda ekonomi yang signifikan di Indonesia, selain bayang sentimen buruk dari wacana pemangkasan independensi Bank Indonesia (BI) lewat Peraturan Pengganti Undang-Undang (Perppu) Reformasi Keuangan.
Jika ada klarifikasi yang lebih tegas dari pemerintah dan DPR mengenai pembatalan rencana itu, maka pasar modal berpeluang menguat. Namun jika wacana itu masih disimpan di laci Istana, pasar kemungkinan masih akan menghukum dengan aksi jual, terutama di tengah situasi Wall Street yang pagi tadi ditutup berdarah-darah.
Pendiri Short Hills Capital Partners Stephen Weiss, menilai investor seharusnya mengukur seburuk apa koreksi memukul pasar. "Keserakahan punya caranya untuk menggigit anda di satu titik dan kemudian anda harus memutuskan 'OK, ini luka di permukaan kulit saja ataukah benar-benar mengucurkan darah?'," tuturnya sebagaimana dikutip CNBC International.
Menurut dia, yang terjadi sekarang adalah luka di permukaan kulit saja karena para trader yang mentalnya kurang kuat--dan membeli saham teknologi di posisi atas--kini melakukan aksi jual besar-besaran karena panik melihat koreksi.
Namun, harapan penguatan IHSG masih terbuka seandainya pemodal di bursa nasional menggunakan kabar pengembangan vaksin sebagai alasan untuk masuk ke pasar. Mengutip perusahaan riset obat global Airfinity Ltd, AstraZeneca Plc bakal bisa melepas vaksinnya publik secepatnya pada pertengahan September.
Perusahaan asal Inggris itu bahkan telah memberikan komitmen untuk memasok 30 juta dosis vaksin untuk pemerintah Inggris pada akhir bulan ini. Selain itu, Moderna Inc dan koalisi Pfizer-BionTech keduanya diperkirakan mengantongi izin edar vaksinnya di AS pada 22 Oktober.
Bahkan, penasihat kesehatan Gedung Putih Anthony Fauci menyatakan optimismenya bahwa persetujuan vaksin anti-Covid-19 tidak akan diwarnai kepentingan politik sehingga semestinya bisa berjalan cepat.
Pemerintah Indonesia pun gencar mengembangkan vaksin lewat PT Bio Farma. Menteri BUMN Erick Thohir menyebutkan Sinovac dari China dan G42 dari Uni Emirat Arab (UEA) siap berkolaborasi untuk menghasilkan vaksin Covid-19. Kolaborasi dengan Sinovac dilakukan melalui Bio Farma, sedangkan G42 melalui PT Kimia Farma Tbk.
Oleh karenanya, saham-saham sektor farmasi, dan juga kesehatan, berpeluang ditimpa aksi beli meski cenderung bersifat jangka pendek.
(ags/ags)