Polling CNBC Indonesia

Ekonomi RI Kuartal II Diramal -4,53%, Resesi...?

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
04 August 2020 06:00
Pasar Perumnas Klender, Jakarta Timur
Pasar Perumnas Klender, Jakarta Timur (CNBC Indonesia/ Muhammad Sabki)

Pada kuartal I-2020, Indonesia masih bisa membukukan pertumbuhan ekonomi 2,97% YoY. Namun pada kuartal berikutnya, Indonesia sudah tidak bisa melawan arus, ekonomi menyusut seperti negara-negara lain.

Pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) mulai memberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) pada akhir Maret, sesuai Peraturan Pemerintah (PP) No 21/2020. Dalam pasal 4 ayat (1), PP tersebut mengamanatkan:

  1. Peliburan sekolah dan tempat kerja.
  2. Pembatasan kegiatan keagamaan.
  3. Pembatasan kegiatan di tempat atau fasilitas umum.

Semua ini dilakukan demi menekan risiko penyebaran virus corona. Maklum, virus yang awalnya menyebar di Kota Wuhan, Provinsi Hubei, Repbulik Rakyat China ini akan lebih mudah menular ketika terjadi peningkatan kontak dan interaksi antar-manusia.

Praktis selama April dan Mei aktivitas masyarakat sangat terbatas. Bekerja, belajar, dan beribadah #dirumahaja. Kebetulan pada kuartal II-2020 ada momentum yang semestinya menjadi puncak konsumsi masyarakat yaitu Ramadan-Idul Fitri.

Namun karena PSBB, puasa-lebaran tahun ini jadi terasa sangat berbeda. Tidak ada peningkatan aktivitas yang berarti. Kalau boleh dibilang, hambar...

Minimnya kegiatan masyarakat menimbulkan tekanan bagi dunia usaha, baik dari sisi pasokan (supply) maupun permintaan (demand). Pasokan bahan baku dan barang modal terhambat karena pembatasan mobilitas, sedangkan permintaan berkurang drastis karena orang-orang banyak menghabiskan waktu dengan rebahan di rumah. Tidak ada yang nge-mal, ngopi-ngopi cantik, karaoke, nonton bioskop, berburu foto instagramable di lokasi wisata eksotis, dan sebagainya.

Akibatnya, dunia usaha harus melakukan efisiensi demi bertahan hidup. Salah satunya dengan memangkas jumlah pegawai. Gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) pun terjadi.

"Sejalan dengan penurunan keyakinan terhadap penghasilan dan pembelian barang tahan lama, optimisme konsumen terhadap ketersediaan lapangan kerja juga semakin menurun. Berdasarkan data Kementerian Ketenagakerjaan, per 27 Mei 2020 jumlah tenaga kerja yang terdampak pandemi Covid-19 (Coronavirus Disease-2019), baik dirumahkan maupun terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), adalah sekitar 1,75 juta orang," sebut laporan Bank Indonesia (BI).

Para korban PHK tentu mengurangi konsumsi, karena dana yang ada kudu dihemat. Maklum, esok hari masih belum pasti.

Sementara yang belum jadi korban PHK juga menyiapkan diri andai (amit-amit) jadi korban selanjutnya. Persiapan itu dilakukan dengan meningkatkan tabungan dan investasi serta mengerem konsumsi.

Konsumsi dan daya beli rakyat yang bermasalah ini tercermin dalam data inflasi. Hingga Juli, inflasi tahun kalender (year-to-date) 2020 belum menyentuh 1%, tepatnya di 0,98%. Pergerakan harga barang dan jasa yang woles ini menunjukkan ekonomi sedang lesu, tidak dinamis, akibat minimnya permintaan.

Ini baru dari sisi konsumsi rumah tangga. Masalahnya, ketika negara-negara lain menerapkan kebijakan yang sama, bahkan lebih ekstrem dengan karantina wilayah (lockdown), maka ekspor dan investasi juga ikut anjlok.

Nilai ekspor Indonesia sepanjang semester I-2020 tercatat US$ 76,41 miliar, turun 549% dibandingkan periode yang sama pada 2019. Sementara investasi asing di sektor riil (Penanaman Modal Asing/PMA) turun 8,1%.

Tiga mesin penggerak ekonomi (konsumsi rumah tangga, ekspor, dan investasi) sudah mogok. Oleh karena itu, sangat wajar jika kue ekonomi Indonesia menyusut.

(aji/aji)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular