Jakarta, CNBC Indonesia - Indonesia mengalami deflasi 0,1% secara bulanan pada Juli 2020. Data ini memberi konfirmasi bahwa daya beli dan konsumsi masyarakat sedang bermasalah.
Dengan deflasi 0,1%, maka inflasi tahun kalender 2020 belum menyentuh 1%, tepatnya 0,98%. Sedangkan inflasi tahunan berada di 1,54%, terendah sejak tahun 2000.
Inflasi inti patut mendapat sorotan. Komponen ini mencerminkan daya beli masyarakat, karena inflasi inti berisi harga barang dan jasa yang susah berubah alias persisten. Jika inflasi inti lemah, maka artinya daya pun begitu karena harga barang dan jasa yang 'bandel' pun sampai bisa turun.
Secara tahunan, inflasi inti pada Juli adalah 2,07%. Ini menjadi yang terendah setidaknya sejak 2009.
"Inflasi inti menunjukkan penurunan dari waktu ke waktu. Inflasi inti masih lemah, ini menunjukkan bahwa kita harus berupaya meningkatkan daya beli masyarakat," tegas Suhariyanto, Kepala Badan Pusat Statistik (BPS), dalam jumpa pers hari ini.
Data lain yang menunjukkan pelemahan konsumsi adalah Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang dibebankan kepada seluruh transaksi. Penerimaan PPN memberi gambaran aktivitas jual-beli di perekonomian, jadi kalau pos ini lesu maka berarti transaksi penjual-pembeli pun demikian.
Sepanjang semester I-2020, penerimaan PPN dalam negeri tercatat Rp 113,45 triliun, turun hampir 8% dibandingkan periode yang sama pada 2019. Bahkan kalau menyatukan PPN dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), koreksinya mencapai 10,68%.
"Seluruh komponen penerimaan pajak mengalami kontraksi seiring dengan aktivitas ekonomi yang masih melambat. Sementara PPN dalam negeri mengalami kontraksi seiring masih melambatnya transaksi jual-beli Barang Kena Pajak dan Jasa Kena Pajak," sebut laporan APBN Kita edisi Juli 2020.
Penurunan PPN adalah wujud nyata dari amblesnya permintaan domestik. Jadi tidak heran kalau inflasi pun melambat, karena tidak ada dorongan permintaan.
Keengganan konsumen untuk berbelanja juga tercermin dari data Indeks Keyakinan Konsumen (IKK), yang terdiri dari Indeks Kondisi Ekonomi Saat ini (IKE) dan Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK). Nah, IKE adalah yang menggambarkan 'suasana kebatinan' rumah tangga sekarang.
IKE dibagi lagi menjadi tiga sub-indeks yaitu Penghasilan Saat ini, Ketersediaan Lapangan Kerja, dan Pembelian Barang Tahan Lama. Ketiganya masih dalam tren penurunan.
"Sejalan dengan penurunan keyakinan terhadap penghasilan dan pembelian barang tahan lama, optimisme konsumen terhadap ketersediaan lapangan kerja juga semakin menurun. Berdasarkan data Kementerian Ketenagakerjaan, per 27 Mei 2020 jumlah tenaga kerja yang terdampak pandemi Covid-19 (Coronavirus Disease-2019), baik dirumahkan maupun terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), adalah sekitar 1,75 juta orang," sebut laporan Bank Indonesia (BI).
Ya, adalah wabah virus corona yang membuat ini semua terjadi. Untuk menekan risiko penyebaran virus yang bermula dari Kota Wuhan, Provinsi Hubei, Republik Rakyat China tersebut, pemerintah menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Awalnya, PSBB mencakup peliburan sekolah dan perkantoran/pabrik non-esensial, penutupan pusat perbelanjaan dan lokasi wisata, pembatasan kapasitas angkutan umum, dan sebagainya.
Sejak awal Juni, PSBB memang mulai dikendurkan. Namun bukan berarti semua kembali seperti dulu, karena protokol kesehatan masih harus ditegakkan. Restoran, mal, sampai perkantoran masih belum boleh menampung manusia dalam jumlah normal.
Jadi walau ada relaksasi PSBB, tetapi saja kondisi belum normal seperti dulu lagi. Masih ada pembatasan, sehingga kebutuhan akan tenaga kerja juga belum banyak.
Para korban PHK tentu mengurangi konsumsi, karena dana yang ada kudu dihemat. Maklum, esok hari masih belum pasti.
Sementara yang belum jadi korban PHK juga menyiapkan diri andai (amit-amit) jadi korban selanjutnya. Persiapan itu dilakukan dengan meningkatkan tabungan dan mengerem konsumsi.
Berbagai data tersebut semakin memberi konfirmasi bahwa daya beli dan konsumsi rakyat Indonesia sedang bermasalah. Apesnya, masalah ini belum akan pergi sebelum pagebluk virus corona tuntas.
TIM RISET CNBC INDONESIA