Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup melemah 1,31% ke 4.816,34 di awal pekan ini, Senin (15/6/2020), bersamaan dengan koreksi di pasar obligasi dan depresiasi rupiah.
Untuk hari ini, peluang kenaikan secara fundamental masih kecil dan hanya bergantung pada angin sentimen bursa global di tengah perkembangan vaksin anti-corona dan kebijakan agresif bank sentral Amerika Serikat (AS).
Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI), nilai transaksi kemarin tercatat sebesar Rp 8 triliun. Investor asing melakukan jual bersih (net sell) sebesar Rp 712,02 miliar di semua pasar. Akibatnya, sebanyak 158 saham tercatat naik, 288 saham tercatat anjlok, dan 126 lainnya stagnan.
Koreksi juga menimpa pasar obligasi nasional, di tengah kekhawatiran masih tingginya laju peningkatan jumlah pasien Covid-19 jelang pelonggaran karantina wilayah (lockdown). Obligasi FR0081 bertenor 5 tahun terkoreksi paling parah dengan mencatatkan kenaikan yield 9,60 basis poin (bps) menjadi 6,848%.
Pergerakan harga dan yield obligasi saling bertolak belakang, sehingga ketika harga naik maka akan menekan yield turun, begitupun sebaliknya. Besaran 100 bps setara dengan 1%.
Di pasar kurs, rupiah mengawali perdagangan dengan stagnan di level Rp 14.050/US$ pada pagi, dan sempat menguat ke 0,21% ke Rp 14.020/US$, sekaligus menjadi level terkuat intraday. Namun setelah itu, rupiah mengendur dan berbalik melemah 0,07% ke Rp 14.060/US$.
Pelemahan pasar modal tersebut terjadi setelah pengumuman data neraca dagang oleh Badan Pusat Statistik (BPS) yang menunjukkan kontraksi impor hingga -42,2% (secara tahunan), mengindikasikan lemahnya aktivitas bisnis di dalam negeri di tengah pandemi.
Meski demikian, kinerja rupiah cukup bagus dibandingkan mata uang utama Asia. Nyaris semua mata uang utama Asia melemah melawan dolar AS, kecuali rupee India.
Bursa saham Amerika Serikat (AS) ditutup menguat pada Senin (16/6/2020) setelah sempat dibuka merah, berkat kebijakan agresif bank sentral AS yang baru diumumkan tadi malam. Indeks Dow Jones Industrial Average naik 157,62 poin, atau 0,6%, ke 25.763,16. Indeks S&P 500 tumbuh 0,8% menjadi 3.066,59 sedangkan Nasdaq melompat 1,4% ke 9.726,02.
Saham Facebook, Amazon, Netflix dan Apple kembali menjadi penggerak indeks, dengan penguatan masing-masing di atas 1%. Saham JPMorgan Chase, Citigroup, Wells Fargo dan Bank of America naik setidaknya 0,8%.
Di awal perdagangan, Dow Jones sempat anjlok hingga 760 poin, demikian juga Indeks S&P 500 dan Nasdaq yang terbanting masing-masing sebesar 2,5% dan 1,9%. Indeks Dow Jones dan S&P 500 anjlok masing-masing sebesar 5,5% dan 4,7% pekan lalu, sedangkan Nasdaq tertekan 2,3%. Itu merupakan pekan terburuk sejak 20 Maret bagi ketiganya.
Beberapa negara bagian yang saat ini bakal membuka kembali perekonomian di antaranya adalah Alabama, California, Florida dan North Carolina. Semua melaporkan kenaikan temuan kasus Covid-19. Texas dan North Carolina melaporkan rekor jumlah paien Corona pada Sabtu.
Di sisi lain, Gubernur New York Andrew Cuomo mengingatkan warga untuk tak memicu munculnya gelombang kedua virus corona. Dia mendapat laporan bahwa ada 25.000 keluhan tentang entitas bisnis yang melanggar aturan tentang penjarakkan sosial (social distancing).
"Virus corona menguat lagi dan itulah problemnya.. Pasar lagi mendiskon (ekspektasi) pembalikan ekonomi yang lebih cepat," tutur Peter Cardillo, Kepala Ekonom Pasar Spartan Capital Securities, sebagaimana dikutip CNBC International.
Namun, situasi berbalik setelah The Fed mengatakan pihaknya akan membeli obligasi korporasi di pasar sekunder, memperluas pembelian surat utang korporasi dari semula hanya di pasar primer.
"The Fed akan selalu mencoba dan menunjukkan siapa yang berkuasa di sini.. Ia terus membuktikan bahwa ia bisa melakukan hal baru dan efektif, dan telah menjadi pendorong utama pasar sekarang," tutur Ilya Feygin, perencana investasi senior WallachBeth Capital.
Produk reksa-dana yang bisa diperdagangkan di bursa saham (Exchange Traded-Fund/ETF) iShares iBoxx naik lebih dari 1% setelah pengumuman itu. Produk dengan aset dasar (underlying asset) obligasi layak investasi itu naik setelah pengumuman The Fed.
Hari ini secara fundamental masih akan ada kabar buruk dari dalam negeri, kali ini bersumber dari sektor ritel. Bank Indonesia bakal merilis laporan survei penjualan eceran per April. Menurut Tradingeconomics, penjualan ritel periode itu bakal anjlok 11,8% atau lebih buruk dari Maret.
Dalam survei Maret, Indeks Penjualan Riil (IPR) berada di level 219,9 alias terkontraksi 4,5%. Ini mengindikasikan bahwa penjualan ritel masih lesu akibat pandemi Covid-19. Penurunan terutama terjadi pada penjualan subkelompok komoditas sandang yang terkontraksi -42,8%, turun dalam dibanding periode sebelumnya yang tumbuh 34,3%.
Dengan belum adanya perubahan terkait Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) pada April, maka tak ada alasan untuk berharap penjualan ritel berbalik menguat. Hal serupa juga terjadi di AS yang juga dijadwalkan merilis data penjualan ritel (per Mei) yang diprediksi tertekan 24,6%, setelah sebelumnya melemah 21,6%.
Di tengah kondisi demikian, investor mendapatkan alasan untuk meninggalkan saham-saham sektor ritel dan berburu saham sektor lain yang lebih prospektif. Energi pendorong pembelian saham bakal bersumber dari sentimen global, yakni perkembangan temuan vaksin.
Emiten farmasi Inggris yang tercatat di Bursa New York Stock Exchange (NYSE) dan London Stock Exchange, AstraZeneca PLC, tengah bernegosiasi dengan Jepang, Rusia, Brasil, dan China.
Chief Executive Officer (CEO) AstraZeneca Pascal Soriot menargetkan vaksin sudah bisa didistribusikan ke AS dan Inggris pada September atau Oktober, dengan kesiapan pengiriman secara stabil pada awal 2021.
Badan Pengawas Obat dan Produk Kesehatan (Medicines and Healthcare products Regulatory Agency/MHRA) Inggris telah menyetujui uji coba fase III setelah penelitian fase II menunjukkan adanya kemanjuran dan keamanan produk AstraZeneca.
Selain itu, sikap The Fed yang kian agresif melakukan pembelian di pasar obligasi menunjukkan bahwa bank sentral paling digdaya sedunia ini bakal memastikan likuditas di pasar terjaga dan bahkan berlebih.
Dengan likuiditas berlebih, maka pasar modal negara berkembang dan emerging market pun berpeluang mendapat limpahan investasi portofolio, menjadi sentimen positif jangka pendek untuk trading hari ini.
Berikut sejumlah agenda dan rilis data yang terjadwal untuk hari ini:
- Rilis Penjualan Ritel RI per April (03:00 WIB)
- RUPST PT Astra Internatonal Tbk (08:00 WIB)
- RUPST/RUPSLB PT Charnic Capital Tbk (09:00 WIB)
- RUPST PT Asuransi Jiwa Sinarmas MSIG Tbk (09:00 WIB)
- RUPST PT Erajaya Swasembada Tbk (10:00 WIB)
- Rilis Penjualan Ritel AS per April (12:30 WIB)
- Testimoni Ketua The Fed (14:00 WIB)
- RUPST PT Energi Mega Persada Tbk (14:00 WIB)
Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:
Indikator | Tingkat |
Pertumbuhan ekonomi (Kuartal I-2020 YoY) | 2,97% |
Inflasi (Mei 2020 YoY) | 2,19% |
BI 7 Day Reverse Repo Rate (Mei 2020) | 4,5% |
Defisit anggaran (APBN 2020) | -5,07% PDB |
Transaksi berjalan (1Q20) | -1,4% PDB |
Cadangan devisa (Mei 2020) | US$ 130,5 miliar |
TIM RISET CNBC INDONESIA