Newsletter

Libur Telah Usai, Saatnya New Normal Ambil Kendali Pasar?

Tirta Citradi, CNBC Indonesia
26 May 2020 06:10
Dollar AS - Rupiah (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Foto: Dollar AS - Rupiah (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Jakarta, CNBC Indonesia - Pekan lalu, pasar keuangan Tanah Air kompak ditutup menguat. Libur hari raya Idul Fitri telah usai, kini saatnya kembali menatap angka di layar monitor dan berburu cuan. Akankah Dewi Fortuna berpihak? Mari cari tahu jawabannya.

Berangkat dari bursa saham terlebih dahulu. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berhasil menguat 0,85% secara week on week (wow) sepanjang minggu lalu. Nilai transaksi di semua pasar melonjak signifikan akibat adanya crossing saham PT Bank Permata Tbk (BNLI) senilai Rp 33,4 triliun hasil akuisisi Bangkok Bank. 





Penguatan juga terjadi di pasar surat utang pemerintah RI yang tercermin dari penurunan imbal hasil (yield) seri acuan yang bertenor 10 tahun. Harga dan imbal hasil dari instrumen pendapatan tetap atau surat utang memiliki hubungan yang berbanding terbalik. Sehingga ketika harga naik berarti yield turun.





Beralih ke pasar valas, nilai tukar rupiah di sepanjang pekan kemarin juga mencatatkan apresiasi di hadapan dolar AS sebesar 1,01%. Rupiah terus menguat sejak menyentuh level penutupan tertingginya di pasar spot di Rp 16.550/US$ pada 23 Maret lalu.



Penguatan rupiah terjadi seiring dengan aksi pelaku pasar yang mengurangi posisi short terhadap mata uang Garuda. Perlahan tapi pasti survei yang dilakukan oleh Reuters menunjukkan bahwa rupiah kembali menjadi kesayangan pelaku pasar. 

Semakin rendahnya angkat positif di hasil survei tersebut menunjukkan pelaku pasar semakin menurunkan posisi long dolar AS, yang berarti perlahan-lahan rupiah kembali diburu pelaku pasar.

PeriodeCNYKRWSGDIDRTWDINRMYRPHPTHB
14/05/200.230.570.340.2100.680.69-0.290.01
30/04/200.070.730.240.580.080.840.800.38
16/04/200.260.710.320.860.191.140.740.230.63
02/04/200.670.950.81.550.381.250.850.391.01
19/03/200.571.221.181.570.181.221.140.561.23
05/03/200.130.670.50.73-0.310.630.56-0.180.93
20/02/200.520.741.06-0.540.060.10.34-0.30.75
06/02/200.340.610.67-0.60.030.120.01-0.150.37
23/01/20-0.45-0.22-0.5-0.86-0.85-0.05-0.39-0.43-1.05
09/01/20-0.55-0.13-0.56-0.49-0.630.4-0.24-0.23-1.04
05/12/200.180.39-0.3-0.35-0.630.440.25-0.62-1.19
21/11/20-0.11-0.37-0.71-0.41-0.840.310.11-0.64-1.08

Sumber : Reuters Polling

Selain diwarnai dengan adanya hari libur keagamaan seperti Kenaikan Isa Al-Masih serta hari libur lebaran, sentimen global memang sedang berpihak pada pasar sehingga mendorong terjadinya penguatan.

Awal pekan lalu, Moderna selaku salah satu perusahaan farmasi Negeri Paman Sam yang mengembangkan vaksin untuk menangkal virus corona (Covid-19) melaporkan kabar gembira bahwa uji klinisnya menunjukkan hasil yang positif. 

Walau sempat digoyang isu bahwa data positif tersebut merupakan harapan semu, hal tersebut cukup membuat pasar sumringah. Perlahan-lahan kembali dibukanya perekonomian di berbagai negara juga menjadi sentimen positif penggerak pasar. 

Sekedar mengingatkan, pekan lalu pasar finansial Tanah Air juga diwarnai dengan rilis data keramat yakni defisit transaksi berjalan (CAD). Defisit transaksi berjalan yang melebar selama ini menjadi hantu yang membayangi perekonomian dalam negeri. 

Bank Indonesia (BI) melaporkan defisit transaksi berjalan (CAD) kuartal I-2020 setara dengan 1,4% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Membaik dibandingkan kuartal sebelumnya yaitu 2,8% PDB. Defisit tersebut merupakan yang terendah sejak kuartal II-2017.

Namun sejatinya penurunan CAD ini sebenarnya mencerminkan dampak dari merebaknya wabah Covid-19 baik di dalam negeri maupun di berbagai negara di penjuru dunia. 

"Perbaikan surplus neraca perdagangan barang disebabkan oleh penurunan impor seiring dengan permintaan domestik yang melambat, sehingga mengurangi dampak penurunan ekspor akibat kontraksi pertumbuhan ekonomi dunia.

Defisit neraca jasa juga membaik dipengaruhi oleh penurunan defisit jasa transportasi sejalan dengan penurunan impor barang, di tengah penurunan surplus jasa travel akibat berkurangnya kunjungan wisatawan mancanegara ke Indonesia.

Di samping itu, perbaikan defisit neraca pendapatan primer sejalan dengan aktivitas ekonomi domestik, turut mendorong penurunan defisit transaksi berjalan," papar keterangan tertulis BI yang dirilis Rabu (20/5/2020).


Melihat berbagai gejolak yang ada akibat meluasnya pandemi Covid-19, BI selaku otoritas moneter memutuskan untuk menahan suku bunga acuan BI 7-day Reverse Repo Rate (BI 7-DRRR) di 4,5%. Kali ini keputusan BI kembali berbeda dengan konsensus pasar yang memperkirakan adanya pemangkasan suku bunga sebesar 25 bps. 

BI sebenarnya melihat ruang pemangkasan suku bunga lebih lanjut memang ada. Namun keputusan ini harus diambil oleh bank sentral RI demi menjaga kestabilan nilai tukar rupiah.

Walau keputusan BI tidak sesuai dengan ekspektasi pasar, sentimen global yang cenderung bagus cukup menjadi angin segar bagi pasar keuangan RI yang sudah mulai tutup pada Kamis (20/5/2020).

[Gambas:Video CNBC]



Beralih ke pasar saham global. Pada Senin (25/5/2020) bursa saham New York tutup karena hari libur nasional memperingati para veteran (memorial day). Wall Street baru akan buka besok. Namun di sepanjang pekan lalu indeks S&P 500 mengalami apresiasi sebesar 3,2% (wow).

Bursa Asia dan beberapa bursa saham Eropa yang buka ditutup dengan apresiasi pada perdagangan kemarin. Pembukaan lockdown masih menjadi sentimen utama yang mendorong penguatan pasar ekuitas global. 

Mayoritas Bursa Asia Menguat

Data perdagangan mencatat, bursa saham di China daratan menguat, dengan indeks Shanghai Composite naik 0,15% menjadi 2.817,97 setelah tidak ada kasus baru Covid-19 yang ditransmisikan di dalam negeri pada hari Minggu kemarin. Sementara pasar saham di Hong Kong indeks Hang Seng menguat 0,1% ke 22.953,68 pada penutupan perdagangan. 

Pasar saham Jepang memimpin kenaikan di antara pasar utama di kawasan Asia lainnya setelah sebuah laporan bahwa pemerintah akan mengangkat keadaan darurat di Tokyo dan daerah sekitarnya.

Selain itu, surat kabar Nikkei melaporkan bahwa pemerintah sedang menyelesaikan rencana untuk stimulus baru senilai hampir US$ 1 triliun untuk membantu perusahaan akibat pandemi virus corona. Indeks Nikkei melonjak 353,49 poin, atau 1,73%, menjadi 20.741,65, sementara indeks Topix yang lebih luas ditutup melesat 1,65% pada 1.502,20.

Dari kawasan Asia lainnya, bursa saham Korea Selatan indeks Kospi juga naik 24,47 poin, atau 1,24% menjadi 1.994,60. Saham Kakao Corp, penyedia messenger mobile Korea Selatan, melonjak 8,5% karena krisis Covid-19 mendorong permintaan untuk "layanan tanpa kontak".

Bursa Saham Jerman & Perancis Mengalami Apresiasi

Indeks CAC 40 Perancis ditutup naik sekitar 1,9% kemarin. Penggerak bursa saham Prancis adalah perusahaan real estate komersial Unibail Rodam Westfield yang naik lebih dari 7%; grup perhotelan Accor yang terapresiasi 6%; dan raksasa kedirgantaraan Prancis Airbus yang melejit 8%.

Sementara itu, indeks DAX Jerman naik 2,6%. Reli pasar ekuitas Jerman dipimpin oleh produsen mesin pesawat MTU Aero Engines yang kapitalisasi pasarnya naik 7% dan operator Lufthansa yang naik sekitar 6% di tengah berita bahwa pihaknya mendekati kesepakatan untuk bailout 9 miliar euro dari pemerintah Jerman. Raksasa farmasi Jerman, Bayer, juga memimpin kenaikan indeks pada Senin. Saham Bayer diperdagangkan menguat lebih dari 8%. 

Pembukaan kembali secara bertahap di Perancis dan Jerman adalah sebuah  tonggak bersejarah dan diharapkan akan menjadi awal dari pemulihan ekonomi pasca lockdown. Pada hari Minggu, gereja-gereja di Prancis mulai mengadakan misa pertama setelah dua bulan ditutup.

Beberapa pembatasan lockdown di Perancis mulai dicabut 11 Mei sebagai bagian dari pembukaan bertahap. Rencananya, pada pembukaan fase 2, kafe dan bar di “zona hijau” dengan risiko transmisi yang rendah di negara itu dijadwalkan untuk dibuka kembali pada 2 Juni nanti.

CNBC International melaporkan, pelonggaran lockdown di Jerman dimulai pada minggu pertama bulan Mei.  Semua toko diizinkan untuk kembali buka ketika kasus Covid-19 mulai stabil.
Untuk perdadagangan perdana pekan ini, investor patut mencermati beberapa sentimen yang bakal jadi penggerak pasar hari ini. Sentimen yang harus dicermati adalah perkembangan terkait pelonggaran lockdown dan reopening dari perekonomian pasca jumlah kasus melandai.

Selama ini pelonggaran lockdown dan segala tetek-bengeknya menjadi faktor yang membuat pasar jadi bergairah. Jika pencabutan lockdown secara gradual dan strategi hidup di era new normal tidak menunjukkan adanya indikasi lonjakan jumlah kasus baru maka hal ini jelas akan jadi sentimen positif yang bakal mengerek naik kinerja aset-aset finansial.

Sentimen kedua yang juga positif kini datang dari perkembangan vaksin penangkal corona China. Negeri Tirai Bambu akhirnya mempublikasi penelitian soal vaksin corona  yang dikembangkannya. Vaksin buatan Beijing Institute Biotechnologies dan CanSino Biological, berhasil memicu terbentuknya antibodi pada puluhan pasien dalam uji klinis tahap awal.

Hasil uji klinis tahap awal ini dipublikasikan di jurnal kesehatan The Lancet pada Jumat lalu (22/5//2020). Vaksin potensial bernama Ad5-nCoV, telah disetujui untuk uji coba manusia pada bulan Maret.

Uji coba dilakukan pada peserta berusia 18 hingga 60 tahun dan menerima dosis rendah, sedang atau tinggi. Ada 36 orang di masing-masing dari tiga kelompok dosis rendah, sedang dan tinggi.Pasien yang mendapat dosis vaksin rendah dan menengah mulai menunjukkan adanya antibodi penawar dibandingkan dengan pasien dalam kelompok dosis tinggi.

Menurut para ahli, konsentrasi antibodi merupakan faktor penting dalam melindungi dari dari virus. Para peneliti juga menganjurkan agar dilakukan penelitian lebih lanjut dan uji coba dengan lebih banyak relawan sebelum vaksin masuk ke tahap selanjutnya.

"Hasil ini merupakan tonggak penting," ujar Wei Chen, profesor di Institut Bioteknologi Beijing dan pemimpin penelitian kepada para media, seperti dikutip dari CNBC International, Minggu (24/5/2020).

"Namun harus ditafsirkan dengan hati-hati. Tantangan dalam pengembangan vaksin Covid-19 belum pernah terjadi sebelumnya, dan kemampuan untuk memicu respons kekebalan ini tidak selalu menunjukkan bahwa vaksin tersebut akan dapat melindungi manusia dari Covid-19."

Saat ini AS dan China seolah sedang berlomba-lomba untuk mengembangkan vaksin. AS dengan mRNA-1273 produksi Moderna, China dengan Ad5-nCoV-nya produksi Cansino Biologics. Perkembangan positif terkait vaksin dan pelonggaran lockdown cenderung membuat risk appetite investor membaik. Hubungan AS-China memang rumit. Mereka tidak hanya bersaing dalam pengembangan vaksin saja. Lebih dari itu keduanya kini juga berseteru soal Hong Kong. Jika konflik Washington-Beijing terus tereskalasi maka ini akan jadi sentimen yang membebani kinerja aset-aset berisiko seperti saham. 

"Pemerintah AS kemungkinan akan menjatuhkan sanksi terhadap China jika Beijing menerapkan hukum keamanan nasional yang akan memberinya kontrol lebih besar atas Hong Kong," kata Penasihat Keamanan Nasional Gedung Putih Robert O'Brien, Minggu (24/5/2020) mengutip CNBC International

Rancangan undang-undang tersebut mewakili pengambilalihan Hong Kong, kata O'Brien, dan sebagai konsekuensinya Sekretaris Negara AS Mike Pompeo kemungkinan tidak akan dapat menyatakan bahwa kota tersebut akan tetap mempertahankan otonomi "tingkat tinggi"-nya.

"AS akan mengenakan sanksi terhadap China di bawah Undang-Undang Hak Asasi Manusia dan Demokrasi Hong Kong tahun 2019," kata O'Brien.

Pompeo telah menyebut proposal itu sebagai "lonceng kematian" untuk otonomi Hong Kong. O'Brien memperingatkan bahwa Hong Kong dapat kehilangan statusnya sebagai pusat utama keuangan global.

“Sulit untuk melihat bagaimana Hong Kong bisa tetap menjadi pusat keuangan Asia jika Cina mengambil alih,” O'Brien mengatakan kepada Chuck Todd NBC tentang “Meet the Press.” Dia mengatakan layanan keuangan pada awalnya datang ke Hong Kong karena aturan hukum yang melindungi perusahaan bebas dan sistemnya kapitalis.

"Jika semua itu hilang, saya tidak yakin bagaimana komunitas keuangan dapat tinggal di sana. ... Mereka tidak akan tinggal di Hong Kong untuk dikuasai oleh Republik Rakyat Tiongkok, partai komunis" tambahnya.

Konflik tak berkesudahan antara dua raksasa ekonomi global membuat prospek pemulihan ekonomi pasca Covid-19 menjadi gloomy. Jika terus berlanjut maka periode recovery akan berjalan lambat dan dunia berada dalam kontraksi yang berkepanjangan.

Di sisi lain investor juga perlu mencermati langkah pemerintah dalam menangani wabah corona di dalam negeri. Jumlah kasus corona masih belum menunjukkan tanda-tanda akan melandai.

Bahkan beberapa hari lalu jelang lebaran jumlah kasus melesat hampir 1.000 kasus dalam sehari. Pemerintah yang terus menggeber tes corona serta peningkatan mobilitas publik jelang hari raya Idul Fitri jadi pemicu terjadinya lonjakan kasus. 

Dengan jumlah kasus yang masih terus bertambah, beredar kabar bahwa pemerintah sudah mulai mewacanakan hidup normal bulan Juni. Pemerintah membutuhkan framework kebijakan yang jelas untuk menentukan kapan momentum yang tepat untuk memacu roda perekonomian kembali lebih kencang. Pasalnya jika momennya tidak tepat hal ini justru akan merugikan bagi perekonomian Tanah Air.

Pada akhirnya, sentimen kembali campur aduk. Pasar keuangan yang sudah menguat pekan lalu berpotensi bergerak volatil pada perdagangan hari ini. IHSG dan rupiah masih rawan mengalami koreksi.

Berikut sejumlah agenda dan rilis data yang terjadwal untuk hari ini:

  • Pertumbuhan PDB Singapura Kuartal I-2020 (07.00 WIB)
  • Transaksi Berjalan Singapura Kuartal I-2020 (07.00 WIB)
  • Tingkat inflasi Singapura bulan April 2020 (12.00 WIB)
  • Data Produksi Industri Singapura bulan April 2020 (12.00 WIB)
  • Data Penjualan Rumah Baru AS bulan April 2020 (21.00 WIB)

Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:

Indikator

Tingkat

Pertumbuhan ekonomi (Kuartal I-2020 YoY)

2,97%

Inflasi (April 2020 YoY)

2,67%

BI 7 Day Reverse Repo Rate (Mei 2020)

4,5%

Defisit anggaran (APBN 2020)

-5,07% PDB

Transaksi berjalan (1Q20)

-1,4% PDB

Cadangan devisa (April 2020)

US$ 127,88 miliar

 

TIM RISET CNBC INDONESIA

 
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular