
Newsletter
Kala Daya Tahan Negara BRICS+ 'Ditentukan' Cadev RI Hari Ini
Arif Gunawan, CNBC Indonesia
08 May 2020 06:27

Hari ini, sentimen bursa masih aman-aman saja. Wall Street menghijau, bursa Asia juga diperdagangkan variatif kemarin ketika bursa nasional libur memperingati Hari Raya Waisak.
Oleh karena itu, investor kemungkinan besar menyimpan gelora mengambil risiko (risk appetite) yang tertunda kemarin, untuk disalurkan pada hari ini. Aset saham sebagai instrumen investasi dengan keuntungan tinggi (dan risiko tinggi) pun menjadi sasaran utama.
Oleh karena itu, investor kemungkinan besar menyimpan gelora mengambil risiko (risk appetite) yang tertunda kemarin, untuk disalurkan pada hari ini. Aset saham sebagai instrumen investasi dengan keuntungan tinggi (dan risiko tinggi) pun menjadi sasaran utama.
Apalagi, di Indonesia wacana pelonggaran Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) kian nyata, dengan munculnya kajian dari Kementerian Perekonomian mengenai tahapan pembukaan PSBB yang akan dimulai pada Juni, bulan depan. Ini memberikan harapan ekonomi akan bergulir kembali dan kinerja emiten pun berangsur kembali normal
Khusus hari ini, Bank Indonesia (BI) akan mengumumkan cadangan devisa (cadev) yang semestinya membagikan kabar positif, terutama jika dikaitkan dengan konstalasi perekonoman global sekarang yang sedang jatuh terjangkit virus pandemi COVID-19.
Tradingeconomics memperkirakan cadangan devisa nasional akan meningkat menjadi US$ 131,1 miliar, dari posisi bulan sebelumnya US$ 121,2 miliar. Peningkatan cadev ini wajar terjadi, mengingat pemerintah pada April lalu menerbitkan obligasi global senilai US$ 4,3 miliar (sekitar Rp 69 triliun).
Jika kita melihat dalam skala yang lebih besar, rilis cadev tersebut bakal membentuk simpulan yang lebih prospektif karena menunjukkan daya tahan negara-negara yang berkontribusi besar terhadap ekonomi dunia masih sangat aman.
Harap dicatat, Rusia telah mengumumkan cadangan devisanya April pada Kamis kemarin. Negeri Kalashnikov ini mencatatkan kenaikan cadangan devisa dari US$ 563,5 miliar pada Maret menjadi US$ 569,8 miliar pada April. Masih aman.
China juga telah mengumumkan cadangan devisa April yang meningkat menjadi US$ 3,09 triliun, atau melampaui proyeksi dalam polling Revinitif sebesar US$ 3,05 triliun. Pada Maret, posisi cadev berada di level US$3,06 triliun. Sangat-sangat aman.
Kita tentu masih ingat dengan terminologi BRICS yang diperkenalkan oleh Goldman Sachs Asset Management pada tahun 2001, untuk menyebut negara dengan pasar yang bertumbuh pesat (emerging market) dan ukuran ekonominya cukup besar untuk mempengaruhi situasi global.
Saat itu, dari empat negara yakni Brazil, Rusia, India, dan China, Afrika Selatan (Afsel) menyusul pada 2010 atas sponsor China. Belakangan pada tahun 2011, Goldman Sachs membuat istilah "growth market" untuk menyebut pasar potensial di delapan negara dunia, yakni BRICS plus Meksiko, Korsel, Turki, dan Indonesia.
Dinamika negara dengan pasar paling potensial ini seringkali disorot dalam radar ekonom dunia, sehingga mereka mendapat porsi perhatian serius ketika terjadi gejolak global, seperti misalnya ketika Indonesia dan beberapa negara di dalam himpunan tersebut terkena goncangan kebijakan taper tantrum pada 2013.
Ketika bank sentral AS menyuarakan penghentian kebijakan moneter ekstra longgar, yang semula menjadi pemicu masuknya dana berlebih AS ke negara-negara tersebut, maka terjadilah pembalikan modal (capital ouflow), utamanya di lima negara tersebut yang dijuluki Fragile Five. Indonesia masuk di dalamnya bersama India, Afsel, Brazil, dan Turki.
Kita masih memantau posisi cadev Afsel yang juga bakal diumumkan hari ini. Tradingeconomics memperkirakan posisinya bakal tertekan menjadi US$ 50 miliar, dari sebelumnya US$52,4 miliar.
Namun jika melihat tren secara umum, posisi cadev negara-negara BRICS+ menunjukkan amunisi bank sentral mereka masih cukup aman, sehingga membantu memperkuat keyakinan investor global. They are less fragile five!
(ags)
Khusus hari ini, Bank Indonesia (BI) akan mengumumkan cadangan devisa (cadev) yang semestinya membagikan kabar positif, terutama jika dikaitkan dengan konstalasi perekonoman global sekarang yang sedang jatuh terjangkit virus pandemi COVID-19.
Tradingeconomics memperkirakan cadangan devisa nasional akan meningkat menjadi US$ 131,1 miliar, dari posisi bulan sebelumnya US$ 121,2 miliar. Peningkatan cadev ini wajar terjadi, mengingat pemerintah pada April lalu menerbitkan obligasi global senilai US$ 4,3 miliar (sekitar Rp 69 triliun).
Jika kita melihat dalam skala yang lebih besar, rilis cadev tersebut bakal membentuk simpulan yang lebih prospektif karena menunjukkan daya tahan negara-negara yang berkontribusi besar terhadap ekonomi dunia masih sangat aman.
Harap dicatat, Rusia telah mengumumkan cadangan devisanya April pada Kamis kemarin. Negeri Kalashnikov ini mencatatkan kenaikan cadangan devisa dari US$ 563,5 miliar pada Maret menjadi US$ 569,8 miliar pada April. Masih aman.
China juga telah mengumumkan cadangan devisa April yang meningkat menjadi US$ 3,09 triliun, atau melampaui proyeksi dalam polling Revinitif sebesar US$ 3,05 triliun. Pada Maret, posisi cadev berada di level US$3,06 triliun. Sangat-sangat aman.
Kita tentu masih ingat dengan terminologi BRICS yang diperkenalkan oleh Goldman Sachs Asset Management pada tahun 2001, untuk menyebut negara dengan pasar yang bertumbuh pesat (emerging market) dan ukuran ekonominya cukup besar untuk mempengaruhi situasi global.
Saat itu, dari empat negara yakni Brazil, Rusia, India, dan China, Afrika Selatan (Afsel) menyusul pada 2010 atas sponsor China. Belakangan pada tahun 2011, Goldman Sachs membuat istilah "growth market" untuk menyebut pasar potensial di delapan negara dunia, yakni BRICS plus Meksiko, Korsel, Turki, dan Indonesia.
Dinamika negara dengan pasar paling potensial ini seringkali disorot dalam radar ekonom dunia, sehingga mereka mendapat porsi perhatian serius ketika terjadi gejolak global, seperti misalnya ketika Indonesia dan beberapa negara di dalam himpunan tersebut terkena goncangan kebijakan taper tantrum pada 2013.
Ketika bank sentral AS menyuarakan penghentian kebijakan moneter ekstra longgar, yang semula menjadi pemicu masuknya dana berlebih AS ke negara-negara tersebut, maka terjadilah pembalikan modal (capital ouflow), utamanya di lima negara tersebut yang dijuluki Fragile Five. Indonesia masuk di dalamnya bersama India, Afsel, Brazil, dan Turki.
Kita masih memantau posisi cadev Afsel yang juga bakal diumumkan hari ini. Tradingeconomics memperkirakan posisinya bakal tertekan menjadi US$ 50 miliar, dari sebelumnya US$52,4 miliar.
Namun jika melihat tren secara umum, posisi cadev negara-negara BRICS+ menunjukkan amunisi bank sentral mereka masih cukup aman, sehingga membantu memperkuat keyakinan investor global. They are less fragile five!
Next Page
Simak Data dan Agenda Berikut
Pages
Most Popular