
Newsletter
Pertanyaan Pasar Hari Ini: Seperti Apa Lockdown A La RI
Arif Gunawan, CNBC Indonesia
30 March 2020 06:11

India menjadi negara yang terbaru melakukan lockdown, sebelumnya mengikuti Italia, China, dan beberapa lainnya. Indonesia pun tengah bersiap menuju ke sana. Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) RI Mahfud MD mengatakan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang karantina wilayah sedang disiapkan.
Pelaku pasar pun mencermati benar apakah lockdown yang dijalankan ini bakal menjanjikan hasil yang positif untuk menekan penyebaran virus ganas COVID-19, ataukah bakal percuma dan malah membangkitkan virus lainnya, yakni virus resesi.
Per hari ini, sebanyak 30 provinsi dari total 34 provinsi di Indonesia telah melaporkan adanya kasus positif COVID-19. Artinya, lockdown jelas terlambat jika tujuannya untuk mencegah penyebaran virus ke daerah.
Namun sebagai upaya pencegahan lanjutan agar arus penyebaran virus tak semakin besar, langkah ini perlu diapresiasi. Hanya saja, pelaku pasar bakal mencermati lockdown seperti apa yang diberlakukan di Indonesia?
Sebagaimana kita ketahui, ada dua jenis lockdown yang dipraktikkan di dunia internasional: partial lockdown (di Italia) dan total/full lockdown (China).
Jika mengacu pada Undang-Undang Nomor 6 tahun 2018 tentang Karantina Kesehatan, karantina wilayah diposisikan terpisah dari Pembatasan Sosial Skala Besar (social restriction). Indonesia sejauh ini belum menerapkan satu di antaranya, dan memilih imbauan social distancing yang tak memiilki konsekuensi pidana bagi pelanggar.
Jika pemerintah memutuskan full lockdown, maka protokol karantina wilayah dijalankan disertai dengan restriksi sosial skala besar. Namun jika partial lockdown yang diambil, maka pemerintah hanya menutup perbatasan Jakarta (karantina wilayah) tetapi masyarakat yang dikarantina masih bisa beraktivitas secara terbatas seperti yang berlangsung saat ini.
Opsi lockdown berujung pada kebutuhan alokasi anggaran untuk memberikan santunan atau jaminan sosial kepada masyarakat yang dikarantina. Namun, partial lockdown masih memungkinkan sektor formal dan informal beroperasi terbatas. Partial lockdown berdampak relatif lebih kecil terhadap perekonomian dibandingkan full lockdown.
Di samping itu, pasar menunggu paket stimulus yang kemungkinan disiapkan berbarengan dengan lockdown. Pada Jumat pekan lalu, Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menandatangani undang-undang melandasi stimulus senilai US$ 2 triliun guna memerangi COVID-19.
Nilai stimulus tersebut sangat besar, karena nyaris dua kali dari nilai Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia dalam setahun. Sebanyak US$ 117 miliar dialokasikan untuk rumah sakit dan US$ 16 untuk persediaan farmasi dan kelengkapan alat kesehatan nasional.
Selain itu, bantuan langsung tunai (BLT) juga dikucurkan sebesar US$ 1.200 per orang atau US$ 2.400 jika berpasangan dan tambahan US$ 500 untuk setiap anak. Bantuan ini hanya diperuntukkan untuk penduduk dengan pendapatan kurang dari US$ 75.000/tahun.
Kemudian memberikan hibah untuk industri maskapai penerbangan maupun pengangkutan masing-masing senilai US$ 25 miliar dan US$ 4 miliar yang dialokasikan untuk membayar upah, gaji, dan tunjangan karyawan. Tidak lupa juga menyisihkan US$ 25 miliar dan US$ 4 miliar yang digunakan sebagai pinjaman maupun jaminan pinjaman.
Indonesia sejauh ini sudah menyiapkan stimulus untuk pelaku usaha berupa penundaan pembayaran pajak penghasilan, tetapi rencana BLT belum dielaborasikan karena opsi lockdown belum diambil sampai saat ini.
Terkait dengan itu, pemerintah berencana penerbitan obligasi pemulihan (Recovery Bond/R-Bond) untuk membiayai ekonomi yang terpukul akibat virus corona. Kabarnya, rencana tersebut bakal dielaborasi pada Senin hari ini. Mari kita cermati.. (ags)
Pelaku pasar pun mencermati benar apakah lockdown yang dijalankan ini bakal menjanjikan hasil yang positif untuk menekan penyebaran virus ganas COVID-19, ataukah bakal percuma dan malah membangkitkan virus lainnya, yakni virus resesi.
Per hari ini, sebanyak 30 provinsi dari total 34 provinsi di Indonesia telah melaporkan adanya kasus positif COVID-19. Artinya, lockdown jelas terlambat jika tujuannya untuk mencegah penyebaran virus ke daerah.
Namun sebagai upaya pencegahan lanjutan agar arus penyebaran virus tak semakin besar, langkah ini perlu diapresiasi. Hanya saja, pelaku pasar bakal mencermati lockdown seperti apa yang diberlakukan di Indonesia?
Sebagaimana kita ketahui, ada dua jenis lockdown yang dipraktikkan di dunia internasional: partial lockdown (di Italia) dan total/full lockdown (China).
Jika mengacu pada Undang-Undang Nomor 6 tahun 2018 tentang Karantina Kesehatan, karantina wilayah diposisikan terpisah dari Pembatasan Sosial Skala Besar (social restriction). Indonesia sejauh ini belum menerapkan satu di antaranya, dan memilih imbauan social distancing yang tak memiilki konsekuensi pidana bagi pelanggar.
Jika pemerintah memutuskan full lockdown, maka protokol karantina wilayah dijalankan disertai dengan restriksi sosial skala besar. Namun jika partial lockdown yang diambil, maka pemerintah hanya menutup perbatasan Jakarta (karantina wilayah) tetapi masyarakat yang dikarantina masih bisa beraktivitas secara terbatas seperti yang berlangsung saat ini.
Opsi lockdown berujung pada kebutuhan alokasi anggaran untuk memberikan santunan atau jaminan sosial kepada masyarakat yang dikarantina. Namun, partial lockdown masih memungkinkan sektor formal dan informal beroperasi terbatas. Partial lockdown berdampak relatif lebih kecil terhadap perekonomian dibandingkan full lockdown.
Di samping itu, pasar menunggu paket stimulus yang kemungkinan disiapkan berbarengan dengan lockdown. Pada Jumat pekan lalu, Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menandatangani undang-undang melandasi stimulus senilai US$ 2 triliun guna memerangi COVID-19.
Nilai stimulus tersebut sangat besar, karena nyaris dua kali dari nilai Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia dalam setahun. Sebanyak US$ 117 miliar dialokasikan untuk rumah sakit dan US$ 16 untuk persediaan farmasi dan kelengkapan alat kesehatan nasional.
Selain itu, bantuan langsung tunai (BLT) juga dikucurkan sebesar US$ 1.200 per orang atau US$ 2.400 jika berpasangan dan tambahan US$ 500 untuk setiap anak. Bantuan ini hanya diperuntukkan untuk penduduk dengan pendapatan kurang dari US$ 75.000/tahun.
Kemudian memberikan hibah untuk industri maskapai penerbangan maupun pengangkutan masing-masing senilai US$ 25 miliar dan US$ 4 miliar yang dialokasikan untuk membayar upah, gaji, dan tunjangan karyawan. Tidak lupa juga menyisihkan US$ 25 miliar dan US$ 4 miliar yang digunakan sebagai pinjaman maupun jaminan pinjaman.
Indonesia sejauh ini sudah menyiapkan stimulus untuk pelaku usaha berupa penundaan pembayaran pajak penghasilan, tetapi rencana BLT belum dielaborasikan karena opsi lockdown belum diambil sampai saat ini.
Terkait dengan itu, pemerintah berencana penerbitan obligasi pemulihan (Recovery Bond/R-Bond) untuk membiayai ekonomi yang terpukul akibat virus corona. Kabarnya, rencana tersebut bakal dielaborasi pada Senin hari ini. Mari kita cermati.. (ags)
Next Page
Simak Data dan Agenda Berikut
Pages
Most Popular