Newsletter

Pertanyaan Pasar Hari Ini: Seperti Apa Lockdown A La RI

Arif Gunawan, CNBC Indonesia
30 March 2020 06:11
Koreksi Wall Street yang Lalu Sudah Bottom Atau Belum?
Foto: Konferensi Pers Peluncuran Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 (Dok. BNPB)

Selama sepekan kemarin, indeks acuan bursa Amerika Serikat (AS), yakni Dow Jones Industrial Averaga (Dow Jones) telah menguat 3,93%. Dow Jones serupa dengan Indeks LQ45 di Indonesia yang berisikan saham-saham unggulan terbaik. Di sisi lain, S&P 500 yang merupakan IHSG-nya Negeri Sam meroket 10,3%.

Investor pun terbelah dalam melihat fenomena ini. Ada yang menganggap reli sepekan tersebut merupakan indikator bahwa bursa saham terbesar dunia itu sudah menyentuh level terendahnya, sehingga berpeluang melaju ke area bullish. Misalnya, hedge fund besar AS Blacrock.

Di sisi lain, ada yang menilai bahwa perlu ada beberapa tes teknikal tambahan untuk melihat apakah titik terbawah (bottom) sudah tersentuh, untuk memastikan bahwa reli sepekan tersebut bukanlah tanda palsu (false alarm).

“Saya takjub melihat orang-orang begitu bullish ketika kasus temuan virus (corona) meningkat dan pertumbuhan ekonomi sedang memburuk,” tutur Richard Bernstein, CEO Richard Bernstein Advisors, sebagaimana dikutip CNBC International.

“Meski pasar sudah menguat lebih dari 20%, dari posisi terendah intraday pada 23 Maret ke posisi tertinggi intraday pada 26 Maret, yang banyak dianggap sebagai indikator pasar banteng (bull market)… kita harus melihat enam bulan ke depan sebelum bisa menyebut bull market,” tutur Sam Stovall, chief investment strategist at CFRA.

Posisi intraday adalah posisi sebuah indeks dalam perdagangan dalam satu hari, dan bukan posisi penutupan. Di sisi lain, bull market merupakan situasi di mana grafis pasar mengarah ke atas seperti banteng yang sedang menanduk, menunjukkan pasar yang sedang menguat. Sebaliknya, pasar beruang (bear market) mengindikasikan indeks yang sedang menurun.

Stovall mengatakan secara historis indeks S&P 500 memang menguat menjelang April, tetapi tahun ini kemungkinan kondisinya akan berbeda. Indeks acuan bursa saham tersebut sudah anjlok sekitar 14% sepanjang Maret. Sejak Perang Dunia II, bulan April selalu menjadi bulan terbaik kedua untuk S&P, yang menguat rata-rata 1,5% setiap tahunnya.

Dia mengingatkan bahwa reli saham pekan lalu bisa saja bukan pertanda apapun dan menunjukkan bahwa pasar masih tertekan (bearish). “Ada beberapa kejadian seperti tahun 1973/1974, 2001/2002, dan juga 2008/2009, di mana ada reli sebesar lebih dari 20% sebelum akhirnya melemah lebih lanjut.”

Stovall yakin masih akan ada koreksi lanjutan. “Satu-satunya hal yang membuat saya berkata kita mungkin tidak akan mengetes ulang posisi terbawah adalah karena semuanya bilang kita perlu mengetes ulang posisi terbawah sekarang,” tuturnya. Artinya, posisi terbawah masih akan terus terulang dan dites.

(ags)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular