Newsletter

Jika Rupiah Tembus Rp 17.000/US$, Jangan Samakan dengan 1998

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
24 March 2020 06:38
Cermati Sentimen Penggerak Pasar Hari Ini
Foto: IHSG Bursa Efek Indonesia. (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Wall Street yang masih memerah sekali lagi berisiko memicu aksi jual di pasar Asia hari ini, termasuk Indonesia.

Pesatnya penyebaran COVID-19 menyebabkan banyak pemerintah mengkarantina wilayah (lockdown) bahkan negaranya guna meredam tingkat penyebaran pandemi ini. Akibatnya, aktivitas ekonomi menjadi menurun drastis sehingga muncul risiko resesi. Akibatnya, aksi jual di bursa saham global tak terhindarkan.

Sepanjang tahun ini, Wall Street sebagai kiblat bursa saham dunia sudah kehilangan nyaris sepertiga nilainya. Indeks Dow Jones ambrol 34,85%, S&P 500 -30,75%, dan Nasdaq -23,54%.

Ketika kiblat bursa saham dunia ambrol seperti itu, maka wajar saja pasar saham Asia termasuk IHSG juga ikut merosot.



Aksi jual sepertinya masih akan terjadi pada perdagangan hari ini, Apalagi lonjakan kasus COVID-19 kembali terjadi di beberapa negara Asia, tentunya membuat sentimen pelaku pasar semakin memburuk.

Berdasarkan data dari Johns Hopkins CSSE hingga pagi ini, sudah lebih dari 160 negara terpapar COVID-19, dengan lebih dari 370.000 kasus. Jumlah korban meninggal tercatat lebih dari 16.000 orang, sementara yang sembuh lebih dari 100.000 orang.

Jika aksi jual kembali terjadi di pasar keuangan RI, rupiah berisiko mencapai rekor terlemah sepanjang masa Rp 16.800/US$ bahkan bisa dilewati hingga ke Rp 17.000/US$, melihat volatilitas tinggi yang terjadi beberapa hari terakhir.

Rekor terlemah rupiah terjadi saat krisis moneter melanda Indonesia tahun 1998. Tetapi kondisi saat ini tentunya berbeda dengan sebelum era reformasi tersebut. Seandainya rupiah mencapai Rp 17.000/US$ maka pelemahan rupiah sejak awal tahun menjadi sekitar 22%. Sementara pada periode 1997-1998 pelemahan rupiah lebih dari 500%.

Perbedaannya sangat signifikan, sehingga tidak bisa dibandingkan meski nilai tukar rupiah mencetak rekor terlemah baru.

Untuk diketahui, jika melihat pergerakan intraday memang level terlemah sepanjang sejarah rupiah Rp 16.800/US$, tetapi jika melihat level penutupan perdagangan, saat ini Mata Uang Garuda sudah berada di rekor terlemah sepanjang sejarah.



Apalagi penyebab rontoknya rupiah, IHSG serta obligasi Indonesia adalah pandemi COVID-19, yang juga menimbulkan hal yang sama di negara-negara lain. Stimulus fiskal dan moneter sudah digelontorkan di berbagai negara termasuk Indonesia guna meminimalisir dampak COVID-19 ke perekonomian. Memang efeknya belum terlihat di pasar keuangan saat ini yang masih terus mengalami aksi jual akibat kecemasan akan terjadinya resesi global.

Tetapi, ketika penyebaran COVID-19 berhasil dihentikan, maka pertumbuhan ekonomi akan terakselerasi dengan cepat akibat berbagai stimulus yang digelontorkan. Lihat saja bagaimana Goldman Sachc memprediksi pertumbuhan ekonomi AS tahun ini, berkontraksi 6% dan 24% di kuartal I dan II, kemudian tumbuh 12% dan 10% di kuartal III dan IV.

Ketika sang rakasasa ekonomi dunia bangkit, maka pertumbuhan ekonomi global akan terkerek naik dan keluar dari resesi. Apalagi raksasa ekonomi dunia lainnya, China, sudah mulai bangkit setelah penyebaran COVID-19 berhasil ditekan. Bahkan jumlah kasus baru di kota Wuhan, asal mula COVID-19 sudah 0.

CNBC International melaporkan perusahaan-perusahaan sudah mulai beroperasi kembali, meski masih belum penuh.

(pap)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular