Newsletter

Vivere Pericoloso! Hope for The Best, Prepare for The Worst

Tirta Citradi, CNBC Indonesia
17 March 2020 06:23
Wall Street Crash! Another 'Black Monday'
Foto: New York Stock Exchange (NYSE) ( REUTERS/Brendan McDermid)
Pagi tadi, pasar saham Amerika Serikat (AS) kembali ditutup dengan kebakaran hebat. Semua indeks utama pasar saham New York terbenam di zona merah. Indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) ambrol 12,9% dalam sehari. Indeks S&P 500 dan Nasdaq Composite masing-masing jatuh 12% dan 12,3%.

Wall Street ditutup jatuh setelah bank sentral AS, The Fed kembali memangkas suku bunga acuan yakni Federal Fund Rates (FFR) sebesar 100 basis poin (bps) ke level 0-0,25%. Suku bunga acuan ini merupakan level yang terendah sejak 2015.

“Tak ada jeda di pasar dengan aksi The Fed kemarin dan COVID-19 yang menjadi topik utama pemberitaan di dunia,” kata Frank Cappelleri, direktur eksekutif Instinet dalam sebuah catatan.

Tak hanya membuat suku bunga acuan menjadi nol persen, The Fed juga memulai program pembelian aset-aset keuangan atau yang dikenal dengan Quantitative Easing (QE). The Fed berencana akan membeli US$ 500 obligasi pemerintah dan US$ 200 miliar efek beragun aset (EBA) properti. Sehingga total suntikan likuiditas di pasar mencapai US$ 700 miliar.

Namun upaya ini malah direspons negatif oleh pasar. Bisa jadi penurunan suku bunga yang agresif ini menunjukkan seberapa besar risiko yang saat ini dihadapi dengan merebaknya wabah COVID-19. Tercatat sudah dua kali The Fed memberikan kejutan bagi pasar. Sebenarnya total pemangkasan suku bunga acuan hingga 150 bps sudah diantisipasi oleh pasar.

Namun penurunannya sangat agresif dan terjadi dalam satu bulan. Secara timing pun keputusan yang diambil oleh Federal Open Market Committee (FOMC) ini benar-benar di luar dugaan.

“Wabah corona telah membahayakan komunitas dan mengganggu aktivitas ekonomi di berbagai negara” kata The Fed, mengutip CNBC Internasional.

Pandemi COVID-19 memang bukan main-main. Walau angka mortalitasnya lebih rendah dibanding SARS dan MERS, tetapi virus ini menyebar luas dengan sangat cepat. Di AS sudah ada lebih dari 4.000 kasus dilaporkan dan merenggut nyawa 74 orang.



“Sementara berita terus memburuk dan dengan koreksi harga yang terus terjadi seperti yang kami lihat beberapa kali dalam abad ini, hampir mustahil untuk menjaga hal-hal dalam perspektif”

“Kita tak bisa mengelak dari fakta bahwa kita tak hanya berurusan dengan ekonomi saja” tambah Cappelleri, seperti diwartakan CNBC Internasional.

Kejatuhan Wall Street pada perdagangan Senin (16/3/2020) waktu setempat membuat indeks DJIA anjlok 31,7% dari level tertingginya. Di saat yang sama indeks S&P 500 dan Nasdaq Composite anjlok lebih dari 29% dari rekor tertingginya.

Anjloknya DJIA pagi tadi menandai ‘another black monday’ setelah terjadi market crash pada Senin, 19 Oktober 1987. (twg)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular