Newsletter

Awas! Virus Corona Bangkitkan Lagi "Hantu" Resesi

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
17 February 2020 06:22
Awas! Virus Corona Bangkitkan Lagi
Foto: Arie Pratama
Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar finansial dalam negeri bergerak bervariasi pada pekan lalu, rupiah stagnan di Rp 13.670/US$, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) anjlok 2,21% ke Rp 5.866,945 di saat mayoritas bursa saham utama Asia mencetak penguatan. Dari pasar obligasi, yield harga surat utang negara (SUN) tenor 10 tahun

Di awal pekan lalu Bank Indonesia (BI) melaporkan data Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) yang cukup bagus. tetapi sayangnya belum mampu membuat pasar bergairah. 

Pada kuartal IV-2019, NPI membukukan surplus sebesar US$ 4,28 miliar. Jauh membaik dibandingkan kuartal sebelumnya yang defisit US$ 46 juta. Ini membuat NPI untuk keseluruhan 2019 menjadi surplus US$ 4,68 miliar. Juga jauh membaik ketimbang 2018 yang negatif US$ 7,13 miliar.



Dari sisi ekspor-impor barang dan jasa atau transaksi berjalan (current account), masih ada defisit sebesar US$ 8,12 miliar atau 2,84% dari Produk Domestik Bruto (PDB) pada kuartal IV-2019. Sementara untuk keseluruhan 2019, transaksi berjalan membukukan defisit US$ 30,41 miliar (2,72% PDB).

Transaksi berjalan 2019 memang masih defisit, tetapi membaik ketimbang 2018 yang minus US$ 30,63 miliar (2,94% PDB).

Defisit transaksi berjalan tersebut mampu ditutup oleh transaksi modal dan finansial. Pada kuartal IV-2019, transaksi modal dan finansial surplus US$ 12,4 miliar, lebih tinggi ketimbang kuartal sebelumnya yaitu US$ 7,4 miliar. Sepanjang 2019, transaksi modal dan finansial mencatat surplus US$ 36,3 miliar, naik dibandingkan 2018 yakni US$ 25,2 miliar.



Data yang cukup bagus tersebut belum mampu mendongkrak kinerja pasar finansial dalam negeri yang masih terpengaruh kuat oleh penyebaran virus corona atau yang disebut Covid-19. Pada Rabu (12/2/2020) pasar sempat dibuat ceria oleh harapan akan segera berakhirnya wabah corona.

Penasihat medis terkemuka di China mengatakan penyebaran COVID-19 akan mencapai puncaknya di bulan ini. Itu artinya dalam beberapa bulan ke depan, wabah virus yang berasal dari kota Wuhan China tersebut akan berakhir.

Hal tersebut diperkuat oleh Zhong Nanshan, epidemiolog China yang berhasil 'mengusir' SARS pada 2002-2003, memperkirakan penyebaran virus Corona akan selesai dalam sekitar dua bulan mendatang.

"Saya berharap kejadian ini bisa selesai sekitar April," ujar Zhong, sebagaimana diwartakan Reuters Rabu (12/2/2020).



Tetapi nyatanya sehari setelahnya jumlah korban corona justru melonjak Signifikan. Berdasarkan data dari satelit pemetaan ArcGis, di hari Kamis total korban meninggal akibat virus corona sebanyak 1.367 orang. Dari total tersebut, sebanyak dua orang yang meninggal di luar China. Corona kini telah menjangkiti lebih dari 60.000 orang di seluruh dunia.

Angka tersebut naik signifikan dibandingkan laporan kemarin dimana sebanyak 1.115 orang, dan menjangkiti sekitar 45.000 orang di seluruh dunia.

Lonjakan tersebut terjadi setelah pemerintah China mulai menggunakan "diagnosa secara klinis" sehingga terjadi penambahan jumlah korban yang terjangkit lebih dari 13.000 orang.

Sejak saat itu, jumlah korban terus bertambah signifikan, hingga hari Minggu kemarin jumlah korban meninggal dilaporkan sebanyak 1.670 orang berdasarkan data satelit pemetaan ArcGis dari John Hopkins CSSE. Dari total korban meninggal tersebut, masing-masing 1 orang meninggal di Filipina, Jepang, dan Hong Kong, terbaru masing-masing 1 orang meninggal di Prancis dan Taiwan, sisanya di China. Selain itu, COVID-19 kini sudah menjangkiti nyaris 70.000 orang.

Dampaknya, harapan akan segera berakhirnya wabah COVID-19 kini meredup, pelaku pasar justru dicemaskan akan melambatnya ekonomi China dan berdampak ke global. Maklum saja, China merupakan negara dengan nilai ekonomi terbesar kedua di dunia setelah AS.



Ketika ekonomi China melambat maka negara-negara lain juga akan terseret, termasuk Indonesia.

Masih belum jelas seberapa besar ekonomi China akan tertekan akibat wabah tersebut, hasil riset S&P memprediksi produk domestic bruto (PDB) Negeri Tiongkok akan terpangkas hingga 1,2%.

Kemudian, Reuters melakukan jajak pendapat terhadap 40 ekonom yang hasilnya pertumbuhan ekonomi China kuartal I-2019 diperkirakan sebesar 4,5%. Jauh melambat dibandingkan kuartal sebelumnya yaitu 6%. Untuk pertumbuhan ekonomi sepanjang 2020, proyeksinya adalah 5,5%. Juga jauh melambat dibandingkan realisasi 2019 yang sebesar 6,1%.

Sementara itu Bank Dunia mengatakan pelambatan ekonomi China sebesar 1% dapat membuat ekonomi Indonesia melambat 0,3%. Itu artinya, perekonomian Indonesia bisa melambat lebih dari 0,3% di kuartal I-2020, dampaknya pasar finansial dalam negeri mendapat tekanan.

[Gambas:Video CNBC]



Berbeda dengan kinerja IHSG, bursa saham Amerika Serikat (AS) atau Wall Street mencetak rekor tertinggi sepanjang masa pada pekan lalu. Data ekonomi dari AS yang cukup bagus belakangan ini membuat pelaku pasar optimis akan pertumbuhan ekonomi Paman Sam, selain itu laporan earning juga apik.

Indeks Dow Jones menguat 1,02% ke 29.398,08, S&P 500 naik 1,58% ke 3,389,16, dan Nasdaq memimpin penguatan sebesar 2,21% ke 9.731,17.

Sejak awal bulan ini data ekonomi AS memang dirilis cukup bagus yang membuat dolar AS perkasa. Pada pekan lalu Institute for Supply Management (ISM) melaporkan purchasing managers' index (ISM) bulan Januari naik menjadi 50,9 dari bulan sebelumnya 47,2. PMI menggunakan angka 50 sebagai ambang batas, di atas 50 berarti ekspansi, sementara di bawah berarti kontraksi.

Rilis data tersebut terbilang mengejutkan mengingat polling Reuters memprediksi kenaikan hanya ke 48,5 atau masih berkontraksi. Sementara itu dari sektor non manufaktur, ISM melaporkan peningkatan ekspansi menjadi 55,5, dari sebelumnya 55.



Kemudian Departemen Tenaga Kerja AS melaporkan sepanjang Januari ekonomi AS menyerap 225.000 tenaga kerja, jauh lebih tinggi dari bulan sebelumnya 147.000 tenaga kerja. Tingkat tenaga kerja naik menjadi 3,6% naik dari bulan Desember 3,5%. Selain itu rata-rata upah per jam tumbuh 0,2% di bulan Januari dari bulan sebelumnya yang tumbuh 0,1%.



Kemudian pada Jumat pekan lalu, data penjualan ritel tumbuh 0,3% di month-on-month (MoM), begitu juga dengan penjualan ritel inti yang tidak memasukkan sektor otomotif tumbuh 0,3% MoM. Selain itu indeks keyakinan konsumen naik menjadi 100,9 di Februari, merupakan yang tertinggi sejak 9 bulan terakhir. 

Selain itu, pimpinan bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed), Jerome Powell pada pekan lalu memberikan testimoni di hadapan Kongres AS. Powell optimis dengan perekonomian AS, dan menyatakan masih terlalu dini melihat dampak wabah corona terhadap ekonomi AS. 

Sementara dari laporan earning, berdasarkan data FactSet sudah 77% dari total perusahaan di S&P 500 dan 72% mampu lebih tinggi dari ekspektasi, sebagaimana dilansir CNBC International. 

Selain itu, CNBC Intenational juga melaporkan Gedung Putih mempertimbangkan insentif pajak untuk warga AS yang akan membeli saham. Insentif pajak tersebut merupakan salah satu dari beberapa pemangkasan pajak yang dipertimbangkan. Beberapa sumber dari gedung putih mengatakan rumah tangga yang menghasilkan pendapatan US$ 200.000 dapat menginvestasikan US$ 10.000 di saham dengan bebas pajak. Kabar tersebut membuat Wall Street menguat di hari Jumat pekan lalu.


Wabah corona masih menjadi isu utama yang di pasar finansial. Bahkan dampak dari wabah tersebut membuat "hantu" resesi di beberapa negara kembali muncul. Seperti yang disebutkan di halaman pertama, wabah corona dapat menyebabkan ekonomi China melambat.

Pelambatan ekonomi tersebut dapat menyeret negara-negara yang memiliki hubungan erat dengan China. Setidaknya ada dua negara yang sudah ketar-ketir, yakni Singapura dan Jerman. 

China adalah negara mitra dagang utama Singapura. Pada 2018, ekspor Singapura ke China mencapai US$ 50,4 miliar atau menyumbang 13% dari total ekspor.

Dengan perlambatan ekonomi China, tentu permintaan terhadap produk-produk dari luar negeri akan ikut berkurang. Artinya, ekspor Singapura sudah pasti terpukul. Menteri Perdagangan dan Industri Singapura, Chan Chun Sing, mengatakan Singapura harus "siap secara mental" menghadapi virus corona yang dampaknya akan lebih "luas, dalam, dan panjang" dari wabah SARS tahun 2003 lalu. Sebabnya, nilai perdagangan Singapura dan China saat ini sudah naik empat kali lipat dibandingkan tahun 2003.

Selain ekspor, sektor pariwisata Singapura juga sudah terkena dampak langsung akibat penurunan jumlah wisatawan asal Tiongkok. 

"Sektor pariwisata telah terkena dampak langsung dari penyebaran virus corona, akibat penurunan kedatangan wisatawan, khususnya dari China" kata Singapore Tourism Board (STB) sebagaimana dilansir Channel News Asia.

Berdasarkan data STB sepanjang tahun 2019, ada sebanyak 3,6 juta wisatawan dari China yang berkunjung ke Singapura, angka tersebut merupakan 20% dari total wisatawan sepanjang tahun lalu.

Akibat pukulan COVID-19 ke perekonomian, Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong mengatakan kemungkinan terjadinya resesi. 

"Saya tidak bisa mengatakan apakah kita akan mengalami resesi atau tidak. Itu adalah kemungkinan, tetapi yang pasti perekonomian akan terpukul" katanya sebagaimana dilansir Strait Times



Kemudian Jerman juga sudah mulai dag-dig-dug. Pertumbuban ekonomi Negeri Panser di kuartal IV-2019 stagnan alias tidak tumbuh dari kuartal sebelumnya. Pada tahun lalu, Jerman sudah nyaris mengalami resesi akibat perang dagang AS dengan China. 

"Tahun lalu kami menemukan seberapa sensitif ekonomi Jerman terhadap China, dan saya pikir setiap orang masih menganggap remeh bagaimana dampak ekonomi China ke Eropa" kata John Marley, konsultan senior dan spesialis manajemen risiko valuta asing di SmartCurrencyBusiness, sebagaimana dilansir Reuters.

Jerman merupakan negara yang beorientasi ekspor dan China merupakan pasar terbesar ketiganya. Pada tahun 2018, nilai ekspor Jerman ke China US$ 109,9 miliar atau menyumbang 7,1% dari total ekspor. 



Ekonomi China yang diprediksi melambat di kuartal I-2020 tentunya akan menurunkan permintaan dari Jerman, sehingga ekomomi Negeri Panzer juga berisiko terpukul. Di kuartal IV-2019 belum muncul wabah corona tetapi ekonomi Jerman sudah stagnan, apalagi di awal tahun ini risiko kontraksi ekonomi menjadi tinggi. Saat kontraksi ekonomi terjadi dalam dua kuartal beruntun, maka negara tersebut memasuki resesi. 

Meski Indonesia masih cukup jauh dari kata resesi, tetapi kembali munculnya "hantu" tersebut di beberapa negara tentunya menimbulkan dampak negatif di pasar finansial dan masih akan terus menggentayangi sampai wabah corona resmi berakhir. 

Di sisi lain, kinerja ekonomi AS masih cukup apik menjadi kabar bagus, begitu juga dengan laporan earning perusahaan AS yang lebih tinggi dari ekspektasi, dampaknya Wall Street mencetak rekor tertinggi pada pekan lalu. Hal tersebut bisa menjadi sentimen positif di pasar finansial. 

Dengan demikian, bisa dikatakan sentimen pelaku pasar masih akan bervariasi di awal pekan. Ketika kondisi eksternal memberikan sentimen negatif dan positif, data dari dalam negeri bisa menentukan kemana arah pasar. 

Indonesia akan melaporkan data neraca dagang bulan Januari pada hari ini, yang bisa memberikan gambaran awal seberapa besar dampak corona ke perdagangan internasional khususnya dari dan ke China. 

Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia menghasilkan nilai median pertumbuhan ekspor di 1,37% year-on-year (YoY).

Sementara impor masih menunjukkan kontraksi (pertumbuhan negatif) sebesar 6,24% YoY. Lalu neraca perdagangan diperkirakan tekor US$ 152 juta. Hasil polling dari Reuters bahkan memprediksi defisit lebih besar lagi yakni US$ 270 juta. 

Jika realisasinya sesuai ekspektasi pasar, maka defisit tersebut membengkak dibandingkan bulan Desember 2019 yakni sebesar US$ 28,2 juta, dan dapat memberikan sentimen negatif ke pasar finansial dalam negeri. 


Berikut adalah peristiwa yang akan terjadi pada hari ini:

  • Rilis data produk domestik bruto Jepang (6:50 WIB)
  • Rilis data neraca perdagangan Indonesia (11:00 WIB)
 
Berikut Agenda di pekan ini: 

Senin, 17 Februari 2020
Listing perdana PT (ASPI)
Cum date XISB

Selasa, 18 Februari 2020
RUPS PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI). Agenda: pengesahan laporan keuangan 2019, dividen, perubahan pengurus.

Rabu, 19 Februari 2020
RUPS PT Bank Rakyat Indonesia Agroniaga Tbk (AGRO). Agenda: pengesahan laporan keuangan 2019, dividen, perubahan pengurus.
RUPS PT Bank Mandiri Tbk (BMRI). Agenda: pengesahan laporan keuangan 2019, dividen, perubahan pengurus.
RUPS PT J Resources Asia Pasifik Tbk (PSAB). Agenda: perubahan pengurus.
Public expose PSAB.
Cum hak memesan efek terlebih dahulu (HMETD/rights issue) di pasar reguler. Periode perdagangan HMETD/rights 25 Feb-4 Mar. 

Kamis, 20 Februari 2020
RUPS PT Argo Pantes Tbk (ARGO). Agenda: perubahan pengurus.
RUPS PT Bank Bukopin Tbk (BBKP). Agenda: perubahan pengurus.
RUPS PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI). Agenda: pengesahan laporan keuangan 2019, dividen, perubahan pengurus.

Jumat, 21 Februari 2020
RUPS PT Apexindo Pratama Duta Tbk (APEx). Agenda: persetujuan penerbitan obligasi wajib konversi, persetujuan rencana penambahan moal tanpa hak memesan efek terlebih dahulu (PMTHMETD/non-preemptive rights), perubahan anggaran dasar.
RUPS PT Kota Satu properti Tbk (SATU).

Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:

Indikator

Tingkat

Pertumbuhan ekonomi (Q IV-2019 YoY)

5,02%

Inflasi (Januari 2020 YoY)

2,68%

BI 7 Day Reverse Repo Rate (Januari 2020)

5%

Defisit anggaran (APBN 2020)

-1,76% PDB

Transaksi berjalan (Q IV-2019)

-2,66% PDB

Neraca pembayaran (Q IV-2019)

US$ 4,28 miliar

Cadangan devisa (Januari 2020)

US$ 131,7 miliar



TIM RISET CNBC INDONESIA
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular