Singapura Terancam Resesi Gegara Corona, Indonesia Bagaimana?

Irvin Avriano Arief, CNBC Indonesia
16 February 2020 14:35
Singapura merupakan salah satu mitra utama perdagangan China dan Indonesia di kawasan Asia.
Foto: Pertemuan Presiden RI Jokowi dengan Presiden Singapura Halimah Yacob di Istana Kepresidenan Bogor, beberapa waktu yang lalu (Rusman/Biro Pers Sekretariat Presiden)

Jakarta, CNBC Indonesia - "Kamu tuh kayak resesi. Sekali kena, langsung susah banget sembuhnya," adalah sebuah 'bercandaan gombal' yang sempat ramai di Hari Valentine kemarin. Memang virus kasih sayang dan virus resesi sama-sama susah hilang, apalagi jika dikaitkan juga dengan virus corona Wuhan (Covid 2019/n-CoV).

Ternyata, belum ada kasus virus Covid 2019 di Indonesia belum tentu melepaskan RI dari dampak negatif virus itu. Ini mengingat Singapura, sebagai mitra dagang terbesar kelima, baru saja mengumumkan pertanda tekanan ekonomi ke depannya.

Sekadar gambaran, virus Covid 2019 masih terus mengintai dan menelan korban baru. Menurut data John Hopkins CSSE per Minggu (16/2/2020), virus tersebut telah menginfeksi 69.256 orang di dunia. Kasus paling banyak dilaporkan di China yang mencapai 68.500 kasus.

Jumlah korban meninggal sampai siang ini mencapai 1.669 orang. Sebanyak 1.665 orang berasal dari China. Sedangkan empat kasus kematian lain dilaporkan di Hong Kong, Filipina, Prancis, dan Jepang masing-masing satu kasus.

Tentu yang menjadi pertanyaan besar adalah besar-tidaknya hubungan perdagangan China dan Singapura pada ekonomi Indonesia.

Berkaca pada neraca perdagangan Indonesia sepanjang tahun lalu, data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan China masih berstatus sebagai mitra dagang nomor satu Indonesia dengan nilai perdagangan ekspor-impor nonmigas masing-masing senilai US$ 25,85 miliar dan US$ 44,58 miliar.

Dari sisi ekspor, peringkat itu masih lebih tinggi dibandingkan mitra dagang lain seperti AS, Jepang, India, Singapura, Malaysia, Korsel, Thailand, Taiwan, Belanda, dan Jerman. Sebaliknya dari sisi impor, peringkat China membawahi Jepang, Thailand, Singapura, AS, Korsel, Malaysia, Australia, India, Taiwan, dan Jerman.




 

Dengan dua angka ekspor-impor itu, maka terlihat juga bahwa Indonesia masih mengalami defisit perdagangan nonmigas senilai US$ 18,72 miliar. Itu artinya bahwa pemerintah dan publik dalam negeri masih sangat tergantung pada barang-barang dari negara asal virus corona tersebut.

Naik-turunnya ekonomi China dan dampaknya terhadap ekonomi Indonesia pernah dihitung. Sebuah perusahaan sekuritas domestik dalam risetnya tertanggal 7 Februari menunjukkan setiap terjadi perlambatan pertumbuhan ekonomi China 1%, akan dapat menambah beban terjadinya potensi penurunan 0,1 poin persen terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Semoga angka itu juga sudah memfaktorkan efek beruntun dari melambatnya ekonomi AS, India, dan negara-negara Uni Eropa. Sebab, jika perlambatan ekonomi Negeri Panda sudah nyata, maka bukan tidak mungkin akan berdampak lebih besar lagi pada perekonomian Indonesia.

Setelah China, kita lihat lagi Singapura memiliki nilai perdagangan nonmigas yang sangat besar kontribusinya kepada Indonesia senilai US$ 18,25 miliar. Perinciannya ekspor US$ 9,07 miliar dan impor US$ 9,18 miliar.

Besaran transaksi perdagangan Singapura-Indonesia tentu sangat besar apalagi jika dibandingkan dengan China di urutan pertama.

Dibandingkan di atas peta, luas wilayahnya hanya 725 kilometer persegi atau 0,01% dari China yang luas area daratannya 9,6 juta kilometer persegi. Padahal nilai transaksinya dengan Indonesia tadi itu lebih dari seperempat dari nilai transaksi nonmigas Indonesia-China US$ 70,43 miliar, atau tepatnya memiliki porsi 25,91%.

Transaksi perdagangan nonmigas Negeri Tirai Bambu itu dengan Indonesia didapatkan dari nilai ekspor US$ 44,58 miliar dan impor US$ 25,85 miliar.


 

 

Jika ingin mengandaikan dampak Singapura yang mulai terancam resesi karena virus corona, patut dilihat juga kasus penularan virus itu beserta kegetiran yang menyertainya.

Dari data John Hopkins CSSE juga menunjukkan bahwa dari 69.256 kasus penularan, kasus di luar China ada 355 orang. Singapura sudah mengalami 72 kasus, tertinggi di antara negara lain. Baru di bawah Singapura ada Hong Kong, Jepang, Thailand, Korsel, Malaysia, Taiwan, Jerman, Vietnam, Australia, dan AS.


Meskipun tidak lepas dari kontroversi, posisi Singapura dengan 72 kasus virus corona juga menjadi ancaman bagi ekonomi negaranya, sedangkan Indonesia masih belum ada kasus yang dinyatakan resmi, meskipun ada pemberitaan tentang suspect seorang mahasiswa asal Pulau Tanimbar (Maluku) selepas berkunjung ke Malaysia.

Jika suspect tersebut negatif, maka Indonesia masih bisa bernafas dengan lebih lega dibanding negara lain. Artinya, ancaman resesi di dalam negeri belum ada, sampai dengan hari ini.

Namun ingat juga, beberapa pihak yang salah satunya adalah pemeringkat Fitch Ratings, memberi batas waktu pada akhir kuartal I-2020 karena jika penyebaran masih terus berlangsung maka bukan tidak mungkin dampak ekonominya akan semakin luas ke mana-mana, termasuk Indonesia tercinta.


(irv/miq) Next Article 'Hantu' Resesi Resmi Menyerang Singapura

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular