
Newsletter
Dolar di Persimpangan Kematian?
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
23 January 2020 05:09

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Indonesia berakhir variatif pada perdagangan kemarin. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) melemah sementara nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) terapresiasi.
Kemarin, IHSG menutup hari dengan koreksi tipis 0,08%. Jelang penutupan pasar, IHSG sempat mencoba bangkit tetapi kehabisan waktu sehingga tidak sempat menyeberang ke zona hijau.
IHSG pun gagal menyusul indeks saham utama Asia yang mayoritas berhasil selamat dan menguat. Berikut perkembangan indeks saham utama Benua Kuning pada perdagangan kemarin:
Sementara rupiah berhasil mengakhiri pasar spot dengan penguatan 0,07% terhadap greenback. Seperti IHSG, rupiah hampir sepanjang hari berada di jalur merah. Namun jelang akhir perdagangan, rupiah mampu bangkit dan finis di jalur hijau layaknya para tetangganya.
Berikut perkembangan kurs dolar AS terhadap mata uang utama Asia pada perdagangan kemarin:
Sentimen yang mewarnai pasar keuangan Asia adalah merebaknya virus Corona. Ada kekhawatiran virus ini bisa menjadi pandemi global seperti SARS pada 2002-2003 lalu yang merenggut nyawa ratusan orang.
Penyebaran virus Corona berawal dari daerah Wuhan (China). Seiring musim liburan jelang Tahun Baru Imlek, mobilitas yang tinggi membuat virus ini menyebar hingga ke seantero China bahkan negara-negara lain seperti Jepang, Korea Selatan, Thailand, hingga AS.
Komisi Kesehatan Nasional China mencatat sudah ada 540 kasus di negara mereka dengan korban jiwa 17 orang. Belum ada laporan korban meninggal di negara lainnya.
Namun dengan respons cepat dari pemerintah China, kekhawatiran tersebut perlahan berkurang. Pemerintah kota Wuhan menutup seluruh akses transportasi publik untuk mencegah penyebaran virus lebih lanjut.
Bus, kereta api, kapal laut, dan penerbangan udara keluar kota Wuhan ditunda mulai 23 Januari pukul 10:00 waktu setempat dan warga dilarang meninggalkan kota kecuali untuk urusan mendesak. Bandara dan stasiun kereta api tertutup bagi mereka yang ingin keluar kota.
"Langkah ini dilakukan untuk menghentikan penularan virus dan mencegah penyebaran lebih luas untuk keselamatan masyarakat," sebut keterangan pemerintah, seperti diberitakan Reuters.
Presiden AS Donald Trump juga telah memerintahkan US Centers for Disease Control and Prevention untuk melakukan upaya pencegahan. "Sepertinya kami akan mampu menanganinya dengan baik," ujar Trump di sela-sela pertemuan World Economic Forum di Davos (Swiss), dikutip dari Reuters.
Reaksi cepat dari para pemangku kepentingan membuat kecemasan pasar berangsur mereda. Koreksi di pasar keuangan Asia pun menipis, meski IHSG tidak sempat berbalik arah dan harus puas finis dengan pelemahan terbatas.
Sudah move on dari virus Corona, investor kini mengalihkan fokus ke musim laporan keuangan (earnings season). IBM melaporkan pendapatan pada kuartal IV-2019 sebesar US$ 21,78 miliar, naik tipis 0,1% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
Walau hanya naik tipis, tetapi menjadi kenaikan pertama dalam enam kuartal. Apalagi konsensus pasar yang dihimpun Reuters memperkirakan pendapatan IBM turun 1%.
Laba per saham (earnings per share) IBM pada kuartal IV-2019 berada di US$ 4,71, di atas ekspektasi pasar yaitu US$ 4,69. Ini membuat saham IBM melonjak 3,39%.
Sementara saham Tesla melonjak 4,09% saat tersiar kabar bahwa valuasi perusahaan besutan Elon Musk ini sudah melampaui US$ 100 miliar. Tesla menjadi emiten otomotif pertama yang mencapainya, sehingga saat ini valuasi Tesla melampaui gabungan Ford dan GM.
"Hal ini mencerminkan permintaan yang tinggi terhadap mobil listrik. Ternyata mereka yang selama ini bersikap skeptis terbukti salah," sebut Dan Ives, Analis Wedbush, seperti dikutip dari Reuters.
Selain itu, investor juga merespons positif rilis data ekonomi terbaru yaitu penjualan rumah. Pada Desember 2019, penjualan rumah bukan baru naik 3,6% year-on-year (YoY) menjadi 5,54 juta unit. Jumlah ini adalah yang tertinggi sejak Februari 2018.
Properti adalah sektor yang memiliki keterkaitan dengan berbagai industri. Kala penjualan properti naik, maka penjualan semen sampai kredit perbankan akan ikut terdongkrak. Maka tidak heran properti kerap dijadikan indikator untuk mengukur kesehatan ekonomi suatu negara.
"Sektor perumahan, yang sebelumnya menjadi titik lemah, kini sudah kembali," tegas Joel Naroff, Kepala Ekonom Naroff Economic Advisor yang berbasis di Pennsylvania, seperti dikutip dari Reuters.
Sentimen kedua adalah wabah virus Corona. Saat ini kekhawatiran memang mereda, tetapi bukan berarti sirna.
"Sekarang bukan berarti masalah virus Corona sudah selesai. Hanya saja belum ada laporan penyebaran masif (outbreak) dan respons pemerintah China sangat positif," kata Kay Van Peterson, Global Macro Strategist di Saxo Capital Market, seperti dikutip dari Reuters.
Hong Kong sedang melakukan karantina terhadap seorang turis asal China yang positf tertular virus Corona. Turis berusia 39 tahun tersebut datang dari Wuhan dengan kereta api dan sekarang sedang berada di bangsal isolasi rumah sakit Princess Margaret, Hong Kong,
"Kondisi sang pasien stabil. Saya mendesak warga untuk tidak bepergian di Provinsi Hubei, terutama Kota Wuhan, kalau tidak ada urusan penting," kata Menteri Kesehatan Hong Kong Sophia Chan, seperti diwartakan Reuters.
Hong Kong memang punya pengalaman buruk dengan penyebaran virus. Pada 2003, Hong Kong menjadi wilayah dengan serangan virus SARS terparah dengan 1.755 kasus dan 299 korban meninggal dunia.
Oleh karena itu, investor (dan masyarakat pada umumnya) masih harus berhati-hati. Semoga tidak terjadi, tetapi risiko outbrake masih ada.
Sentimen ketiga adalah nilai tukar dolar AS. Kajian Bank of America Merrill Lynch menyebutkan greenback sudah berada di titik persimpangan kematian (Death Cross).
Secara teknikal, Deatch Cross terjadi kala rerata pergerakan (moving average) 50 hari berada di bawah 200 hari. Kala ini terjadi, biasanya akan diikuti oleh rentetan depresiasi.
Dolar AS sudah mengalami delapan kali Death Cross sejak 1980. Tujuh di antaranya menghasilkan tren pelemahan.
Harap maklum kalau dolar AS sedang tidak menjadi primadona. Meredanya kekhawatiran perang dagang membuat investor lebih berani masuk ke instrumen-instrumen berisiko di negara berkembang.
"Ekonomi global menunjukkan tanda-tanda pemulihan. Kadar ketidakpastian yang berkurang membuat investor berani mengambil risiko, sesuatu yang sebelumnya tidak terjadi," kata Mark McCormick, Global Head of Foreign Exchange Strategy di TD Securites, dikutip dari Reuters.
Pada pukul 04:10 WIB, Dollar Index (yang mengukur posisi greenback di hadapan enam mata uang utama dunia) melemah 0,02%. Dalam sebulan terakhir, indeks ini terkoreksi 0,15%.
Apabila tren pelemahan dolar AS berlanjut, maka rupiah masih punya ruang untuk terus menguat. Secara year-to-date, rupiah sudah menguat 1,73%. Tidak hanya terbaik Asia, rupiah juga menjadi mata uang nomor satu di dunia.
Harga si emas hitam terpeleset seiring proyeksi kelebihan pasokan (over supply). International Energy Agency (IEA) memperkirakan pasokan minyak akan surplus 1 juta barel pada semester I-2020.
"Saya melihat pasokan energi akan melimpah. Inilah alasan mengapa harga minyak tidak melonjak tajam meski ada beberapa insiden seperti situasi di Iran dan Libya yang memanas. Saat ini harga berada di kisaran US$ 65/barel, hampir sama dengan tahun lalu," kata Fetih Birol, Direktur Eksekutif IEA dalam acara Global Markets Forum yang merupakan rangkaian acara World Economic Forum di Davos, seperti diwartakan Reuters,
Bagi rupiah, penurunan harga minyak adalah berkah. Indonesia adalah negara net importir minyak sehingga kala harga komoditas ini turun maka biaya impornya akan lebih murah. Devisa yang 'terbakar' untuk impor minyak menjadi lebih sedikit sehingga rupiah punya pijakan untuk melanjutkan penguatan.
Sentimen kelima, kali ini dari dalam negeri, Bank Indonesia (BI) akan mengumumkan suku bunga acuan. Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan Gubernur Perry Warjiyo dan sejawat masih akan mempertahankan BI 7 Day Reverse Repo Rate di 5%. Dari 10 ekonom yang terlibat dalam pembentukan konsensus, hanya dua yang meramal suku bunga acuan diturunkan 25 basis poin (bps) menjadi 4,75%.
Putera Satria Sambijantoro, Ekonom Bahana Sekuritas, adalah salah satu yang memperkirakan suku bunga acuan tetap bertahan 5%. Menurutnya, tren apresiasi rupiah yang sampai mengundang perhatian Presiden Joko Widodo (Jokowi) tidak akan membuat BI terpancing untuk menurunkan suku bunga.
Belum lama ini, Kepala Negara 'menyentil' soal penguatan rupiah. Jokowi berpesan bahwa ada pihak yang mungkin bakal dirugikan jika rupiah menguat terlalu cepat yaitu eksportir. Ketika rupiah menguat, produk made in Indonesia menjadi lebih mahal di pasar global sehingga kurang berdaya saing.
Namun Satria menilai 'sentilan' Jokowi sulit untuk membuat BI bersikap ABS (Asal Bapak Senang). Justru ini adalah momen untuk menunjukkan independensi bank sentral.
"Menyusul pernyataan Presiden Jokowi bahwa rupiah yang terlalu kuat bisa mempengaruhi ekspor, ini bisa menjadi ujian bagi independensi BI. Namun berkaca dari pengalaman sebelumnya, Gubernur BI berani menaikkan suku bunga acuan sampai 175 bps pada Mei-November 2018, hanya beberapa bulan sebelum Pemilu 2019," kata Satria dalam risetnya.
Oleh karena itu, Satria menyebut bahwa BI sepertinya akan memilih untuk menahan suku bunga acuan dan membiarkan rupiah menguat lebih lanjut. Lagipula, sejauh ini belum ada kebutuhan untuk memberikan stimulus moneter tambahan melalui penurunan suku bunga. Apalagi pemangkasan Giro Wajib Minimum (GWM) sebesar 50 bps mulai berlaku 2 Januari, yang membuat likuiditas perbankan bertambah Rp 26 triliun yang diharapkan bisa menggenjot penyaluran kredit.
Berikut sejumlah agenda dan rilis data yang terjadwal untuk hari ini:
1. Rilis data ekspor-impor dan neraca perdagangan Jepang periode Desember 2019 (06:50 WIB).
2. Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa PT Perdana Bangun Pusaka Tbk (09:00 WIB).
3. Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa PT Keramika Indonesia Asosiasi Tbk (10:00 WIB).
4. Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa PT Kokoh Inti Arebama Tbk (11:00 WIB).
5. Pengumuman suku bunga acuan BI (14:00 WIB).
6. Rilis laporan keuangan PT Bank Rakyat Indonesia Tbk periode 2019 (15:30 WIB).
7. Rilis data klaim tunjangan pengangguran AS untuk pekan yang berakhir 18 Januari 2020 (20:30 WIB).
8. Rilis data stok minyak AS oleh US Energy Information Administration untuk pekan yang berakhir 18 Januari (23:00 WIB).
Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:
(aji/aji) Next Article Kalau IHSG dan Rupiah Melemah, Itu Gara-gara Jerome Powell
Kemarin, IHSG menutup hari dengan koreksi tipis 0,08%. Jelang penutupan pasar, IHSG sempat mencoba bangkit tetapi kehabisan waktu sehingga tidak sempat menyeberang ke zona hijau.
IHSG pun gagal menyusul indeks saham utama Asia yang mayoritas berhasil selamat dan menguat. Berikut perkembangan indeks saham utama Benua Kuning pada perdagangan kemarin:
Sementara rupiah berhasil mengakhiri pasar spot dengan penguatan 0,07% terhadap greenback. Seperti IHSG, rupiah hampir sepanjang hari berada di jalur merah. Namun jelang akhir perdagangan, rupiah mampu bangkit dan finis di jalur hijau layaknya para tetangganya.
Berikut perkembangan kurs dolar AS terhadap mata uang utama Asia pada perdagangan kemarin:
Sentimen yang mewarnai pasar keuangan Asia adalah merebaknya virus Corona. Ada kekhawatiran virus ini bisa menjadi pandemi global seperti SARS pada 2002-2003 lalu yang merenggut nyawa ratusan orang.
Penyebaran virus Corona berawal dari daerah Wuhan (China). Seiring musim liburan jelang Tahun Baru Imlek, mobilitas yang tinggi membuat virus ini menyebar hingga ke seantero China bahkan negara-negara lain seperti Jepang, Korea Selatan, Thailand, hingga AS.
Komisi Kesehatan Nasional China mencatat sudah ada 540 kasus di negara mereka dengan korban jiwa 17 orang. Belum ada laporan korban meninggal di negara lainnya.
Namun dengan respons cepat dari pemerintah China, kekhawatiran tersebut perlahan berkurang. Pemerintah kota Wuhan menutup seluruh akses transportasi publik untuk mencegah penyebaran virus lebih lanjut.
Bus, kereta api, kapal laut, dan penerbangan udara keluar kota Wuhan ditunda mulai 23 Januari pukul 10:00 waktu setempat dan warga dilarang meninggalkan kota kecuali untuk urusan mendesak. Bandara dan stasiun kereta api tertutup bagi mereka yang ingin keluar kota.
"Langkah ini dilakukan untuk menghentikan penularan virus dan mencegah penyebaran lebih luas untuk keselamatan masyarakat," sebut keterangan pemerintah, seperti diberitakan Reuters.
Presiden AS Donald Trump juga telah memerintahkan US Centers for Disease Control and Prevention untuk melakukan upaya pencegahan. "Sepertinya kami akan mampu menanganinya dengan baik," ujar Trump di sela-sela pertemuan World Economic Forum di Davos (Swiss), dikutip dari Reuters.
Reaksi cepat dari para pemangku kepentingan membuat kecemasan pasar berangsur mereda. Koreksi di pasar keuangan Asia pun menipis, meski IHSG tidak sempat berbalik arah dan harus puas finis dengan pelemahan terbatas.
Rasa lega juga menyelimuti Wall Street, yang kemarin tumbang akibat sentimen virus Corona. Hari ini, Dow Jones Industrial Average (DJIA) memang ditutup melemah tipis 0,03%, tetapi S&P 500 naik 0,03%, dan Nasdaq Composite terangkat 0,14%.
Sudah move on dari virus Corona, investor kini mengalihkan fokus ke musim laporan keuangan (earnings season). IBM melaporkan pendapatan pada kuartal IV-2019 sebesar US$ 21,78 miliar, naik tipis 0,1% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
Walau hanya naik tipis, tetapi menjadi kenaikan pertama dalam enam kuartal. Apalagi konsensus pasar yang dihimpun Reuters memperkirakan pendapatan IBM turun 1%.
Laba per saham (earnings per share) IBM pada kuartal IV-2019 berada di US$ 4,71, di atas ekspektasi pasar yaitu US$ 4,69. Ini membuat saham IBM melonjak 3,39%.
Sementara saham Tesla melonjak 4,09% saat tersiar kabar bahwa valuasi perusahaan besutan Elon Musk ini sudah melampaui US$ 100 miliar. Tesla menjadi emiten otomotif pertama yang mencapainya, sehingga saat ini valuasi Tesla melampaui gabungan Ford dan GM.
"Hal ini mencerminkan permintaan yang tinggi terhadap mobil listrik. Ternyata mereka yang selama ini bersikap skeptis terbukti salah," sebut Dan Ives, Analis Wedbush, seperti dikutip dari Reuters.
Selain itu, investor juga merespons positif rilis data ekonomi terbaru yaitu penjualan rumah. Pada Desember 2019, penjualan rumah bukan baru naik 3,6% year-on-year (YoY) menjadi 5,54 juta unit. Jumlah ini adalah yang tertinggi sejak Februari 2018.
Properti adalah sektor yang memiliki keterkaitan dengan berbagai industri. Kala penjualan properti naik, maka penjualan semen sampai kredit perbankan akan ikut terdongkrak. Maka tidak heran properti kerap dijadikan indikator untuk mengukur kesehatan ekonomi suatu negara.
"Sektor perumahan, yang sebelumnya menjadi titik lemah, kini sudah kembali," tegas Joel Naroff, Kepala Ekonom Naroff Economic Advisor yang berbasis di Pennsylvania, seperti dikutip dari Reuters.
Untuk perdagangan hari ini, investor patut mencermati sejumlah sentimen. Pertama tentu kebangkitan Wall Street usai kemarin terbaring lemas karena virus Corona. Optimisme yang menjangkiti bursa saham New York diharapkan bisa menular ke Asia, termasuk Indonesia.
Sentimen kedua adalah wabah virus Corona. Saat ini kekhawatiran memang mereda, tetapi bukan berarti sirna.
"Sekarang bukan berarti masalah virus Corona sudah selesai. Hanya saja belum ada laporan penyebaran masif (outbreak) dan respons pemerintah China sangat positif," kata Kay Van Peterson, Global Macro Strategist di Saxo Capital Market, seperti dikutip dari Reuters.
Hong Kong sedang melakukan karantina terhadap seorang turis asal China yang positf tertular virus Corona. Turis berusia 39 tahun tersebut datang dari Wuhan dengan kereta api dan sekarang sedang berada di bangsal isolasi rumah sakit Princess Margaret, Hong Kong,
"Kondisi sang pasien stabil. Saya mendesak warga untuk tidak bepergian di Provinsi Hubei, terutama Kota Wuhan, kalau tidak ada urusan penting," kata Menteri Kesehatan Hong Kong Sophia Chan, seperti diwartakan Reuters.
Hong Kong memang punya pengalaman buruk dengan penyebaran virus. Pada 2003, Hong Kong menjadi wilayah dengan serangan virus SARS terparah dengan 1.755 kasus dan 299 korban meninggal dunia.
Oleh karena itu, investor (dan masyarakat pada umumnya) masih harus berhati-hati. Semoga tidak terjadi, tetapi risiko outbrake masih ada.
Sentimen ketiga adalah nilai tukar dolar AS. Kajian Bank of America Merrill Lynch menyebutkan greenback sudah berada di titik persimpangan kematian (Death Cross).
Secara teknikal, Deatch Cross terjadi kala rerata pergerakan (moving average) 50 hari berada di bawah 200 hari. Kala ini terjadi, biasanya akan diikuti oleh rentetan depresiasi.
Dolar AS sudah mengalami delapan kali Death Cross sejak 1980. Tujuh di antaranya menghasilkan tren pelemahan.
Harap maklum kalau dolar AS sedang tidak menjadi primadona. Meredanya kekhawatiran perang dagang membuat investor lebih berani masuk ke instrumen-instrumen berisiko di negara berkembang.
"Ekonomi global menunjukkan tanda-tanda pemulihan. Kadar ketidakpastian yang berkurang membuat investor berani mengambil risiko, sesuatu yang sebelumnya tidak terjadi," kata Mark McCormick, Global Head of Foreign Exchange Strategy di TD Securites, dikutip dari Reuters.
Pada pukul 04:10 WIB, Dollar Index (yang mengukur posisi greenback di hadapan enam mata uang utama dunia) melemah 0,02%. Dalam sebulan terakhir, indeks ini terkoreksi 0,15%.
Apabila tren pelemahan dolar AS berlanjut, maka rupiah masih punya ruang untuk terus menguat. Secara year-to-date, rupiah sudah menguat 1,73%. Tidak hanya terbaik Asia, rupiah juga menjadi mata uang nomor satu di dunia.
![]() |
Sentimen keempat, yang bisa mendukung keperkasaan rupiah, adalah koreksi harga minyak dunia. Pada pukul 04:16 WIB, harga minyak jenis brent amblas 2,14% sementara light sweet anjlok 2,81%.
Harga si emas hitam terpeleset seiring proyeksi kelebihan pasokan (over supply). International Energy Agency (IEA) memperkirakan pasokan minyak akan surplus 1 juta barel pada semester I-2020.
"Saya melihat pasokan energi akan melimpah. Inilah alasan mengapa harga minyak tidak melonjak tajam meski ada beberapa insiden seperti situasi di Iran dan Libya yang memanas. Saat ini harga berada di kisaran US$ 65/barel, hampir sama dengan tahun lalu," kata Fetih Birol, Direktur Eksekutif IEA dalam acara Global Markets Forum yang merupakan rangkaian acara World Economic Forum di Davos, seperti diwartakan Reuters,
Bagi rupiah, penurunan harga minyak adalah berkah. Indonesia adalah negara net importir minyak sehingga kala harga komoditas ini turun maka biaya impornya akan lebih murah. Devisa yang 'terbakar' untuk impor minyak menjadi lebih sedikit sehingga rupiah punya pijakan untuk melanjutkan penguatan.
Sentimen kelima, kali ini dari dalam negeri, Bank Indonesia (BI) akan mengumumkan suku bunga acuan. Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan Gubernur Perry Warjiyo dan sejawat masih akan mempertahankan BI 7 Day Reverse Repo Rate di 5%. Dari 10 ekonom yang terlibat dalam pembentukan konsensus, hanya dua yang meramal suku bunga acuan diturunkan 25 basis poin (bps) menjadi 4,75%.
Putera Satria Sambijantoro, Ekonom Bahana Sekuritas, adalah salah satu yang memperkirakan suku bunga acuan tetap bertahan 5%. Menurutnya, tren apresiasi rupiah yang sampai mengundang perhatian Presiden Joko Widodo (Jokowi) tidak akan membuat BI terpancing untuk menurunkan suku bunga.
Belum lama ini, Kepala Negara 'menyentil' soal penguatan rupiah. Jokowi berpesan bahwa ada pihak yang mungkin bakal dirugikan jika rupiah menguat terlalu cepat yaitu eksportir. Ketika rupiah menguat, produk made in Indonesia menjadi lebih mahal di pasar global sehingga kurang berdaya saing.
Namun Satria menilai 'sentilan' Jokowi sulit untuk membuat BI bersikap ABS (Asal Bapak Senang). Justru ini adalah momen untuk menunjukkan independensi bank sentral.
"Menyusul pernyataan Presiden Jokowi bahwa rupiah yang terlalu kuat bisa mempengaruhi ekspor, ini bisa menjadi ujian bagi independensi BI. Namun berkaca dari pengalaman sebelumnya, Gubernur BI berani menaikkan suku bunga acuan sampai 175 bps pada Mei-November 2018, hanya beberapa bulan sebelum Pemilu 2019," kata Satria dalam risetnya.
Oleh karena itu, Satria menyebut bahwa BI sepertinya akan memilih untuk menahan suku bunga acuan dan membiarkan rupiah menguat lebih lanjut. Lagipula, sejauh ini belum ada kebutuhan untuk memberikan stimulus moneter tambahan melalui penurunan suku bunga. Apalagi pemangkasan Giro Wajib Minimum (GWM) sebesar 50 bps mulai berlaku 2 Januari, yang membuat likuiditas perbankan bertambah Rp 26 triliun yang diharapkan bisa menggenjot penyaluran kredit.
Berikut sejumlah agenda dan rilis data yang terjadwal untuk hari ini:
1. Rilis data ekspor-impor dan neraca perdagangan Jepang periode Desember 2019 (06:50 WIB).
2. Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa PT Perdana Bangun Pusaka Tbk (09:00 WIB).
3. Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa PT Keramika Indonesia Asosiasi Tbk (10:00 WIB).
4. Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa PT Kokoh Inti Arebama Tbk (11:00 WIB).
5. Pengumuman suku bunga acuan BI (14:00 WIB).
6. Rilis laporan keuangan PT Bank Rakyat Indonesia Tbk periode 2019 (15:30 WIB).
7. Rilis data klaim tunjangan pengangguran AS untuk pekan yang berakhir 18 Januari 2020 (20:30 WIB).
8. Rilis data stok minyak AS oleh US Energy Information Administration untuk pekan yang berakhir 18 Januari (23:00 WIB).
Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:
Indikator | Tingkat |
Pertumbuhan ekonomi (Q III-2019 YoY) | 5,02% |
Inflasi (Desember 2019 YoY) | 2,72% |
BI 7 Day Reverse Repo Rate (Desember 2019) | 5% |
Defisit anggaran (APBN 2020) | -1,76% PDB |
Transaksi berjalan (Q III-2019) | -2,66% PDB |
Neraca pembayaran (Q III-2019) | -US$ 46 juta |
Cadangan devisa (Desember 2019) | US$ 129,18 miliar |
Untuk mendapatkan informasi seputar data-data pasar, silakan klik di sini.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji) Next Article Kalau IHSG dan Rupiah Melemah, Itu Gara-gara Jerome Powell
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular