Polling CNBC Indonesia

Pasar Tak Kompak, Bunga Acuan BI Tetap atau Turun Nih?

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
22 January 2020 06:46
Pasar Tak Kompak, Bunga Acuan BI Tetap atau Turun Nih?
Kantor BI (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Jakarta, CNBC Indonesia - Bank Indonesia (BI) hari ini akan memulai Rapat Dewan Gubernur (RDG) pertama pada 2020. Pengumuman suku bunga acuan akan diumumkan esok hari.

Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan Gubernur Perry Warjiyo dan sejawat masih akan mempertahankan BI 7 Day Reverse Repo Rate di 5%. Dari 10 ekonom yang terlibat dalam pembentukan konsensus, hanya dua yang meramal suku bunga acuan diturunkan 25 basis poin (bps) menjadi 4,75%.

Institusi

BI 7 Day Reverse Repo Rate (%)

BCA

5

Citi

5

ING

5

Bahana Sekuritas

5

CIMB Niaga

5

Maybank Indonesia

5

Bank Danamon

5

BNI Sekuritas

4.75

UOB Indonesia

5

Trimegah Sekuritas

4.75

MEDIAN      

5


Putera Satria Sambijantoro, Ekonom Bahana Sekuritas, adalah salah satu yang memperkirakan suku bunga acuan tetap bertahan 5%. Menurutnya, tren apresiasi rupiah yang sampai mengundang perhatian Presiden Joko Widodo (Jokowi) tidak akan membuat BI terpancing untuk menurunkan suku bunga.

Belum lama ini, Kepala Negara 'menyentil' soal penguatan rupiah. Jokowi berpesan bahwa ada pihak yang mungkin bakal dirugikan jika rupiah menguat terlalu cepat yaitu eksportir. Ketika rupiah menguat, produk made in Indonesia menjadi lebih mahal di pasar global sehingga kurang berdaya saing.


Pada awal 2020, penguatan rupiah bisa dibilang luar biasa. Sejak akhir 2019 hingga kemarin, rupiah sudah menguat 1,66% terhadap dolar AS. Penguatan ini adalah yang terbaik di Asia.





[Gambas:Video CNBC]




Namun Satria menilai 'sentilan' Jokowi sulit untuk membuat BI bersikap ABS (Asal Bapak Senang). Justru ini adalah momen untuk menunjukkan independensi bank sentral.

"Menyusul pernyataan Presiden Jokowi bahwa rupiah yang terlalu kuat bisa mempengaruhi ekspor, RDG kali ini bisa menjadi ujian bagi independensi BI. Namun berkaca dari pengalaman sebelumnya, Gubernur BI berani menaikkan suku bunga acuan sampai 175 bps pada Mei-November 2018, hanya beberapa bulan sebelum Pemilu 2019," kata Satria dalam risetnya.



Oleh karena itu, Satria menyebut bahwa BI sepertinya akan memilih untuk menahan suku bunga acuan dan membiarkan rupiah menguat lebih lanjut. Lagipula, sejauh ini belum ada kebutuhan untuk memberikan stimulus moneter tambahan melalui penurunan suku bunga. Apalagi pemangkasan Giro Wajib Minimum (GWM) sebesar 50 bps mulai berlaku 2 Januari, yang membuat likuiditas perbankan bertambah Rp 26 triliun yang diharapkan bisa menggenjot penyaluran kredit.

"Saya rasa BI sudah melakukan berbagai upaya untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. BI masih akan akomodatif, tetapi sepertinya belum perlu melalui kebijakan suku bunga," tambah Enrico Tanuwidjaja, Ekonom UOB Indonesia.



Sedangkan salah satu yang memperkirakan BI perlu menurunkan suku bunga acuan adalah Damhuri Nasution, Ekonom BNI Sekuritas. Menurut Damhuri, ada beberapa faktor yang memungkinkan BI untuk kembali menurunkan suku bunga acuan setelah terakhir dilakukan pada Oktober tahun lalu.

Pertama tentu nilai tukar rupiah, seperti yang sudah disinggung oleh Jokowi. Penguatan rupiah yang 'ugal-ugalan' tentu pada saatnya akan memukul ekspor Indonesia, dan menghambat laju pertumbuhan ekonomi.


Kedua adalah inflasi yang kemungkinan tetap terjaga rendah. Pada 2019, laju inflasi nasional adalah 2,72% year-on-year (YoY), terendah dalam 20 tahun terakhir. Memasuki 2020, sejauh ini belum ada tekanan inflasi yang berarti.

Ketiga adalah perlunya stimulus untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. BI dan pemerintah memperkirakan pertumbuhan ekonomi 2019 berada di kisaran 5,05%. Melambat dibandingkan 2018 yang sebesar 5,17%.

 

"Pertumbuhan ekonomi memang perlu dipercepat, sehingga kami memperkirakan BI akan menurunkan suku bunga pada pekan ini. Tunggu apa lagi?" tambah Fakhrul Fulvian, Ekonom Trimegah Sekuritas.



TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular