Newsletter

Dow Sempat Sentuh 29.000: Awal Bubble atau Masih Sustainable?

Arif Gunawan, CNBC Indonesia
13 January 2020 06:08
Wall Street Sempat Sentuh Level Tertinggi Sepanjang Masa
Foto: REUTERS/Brendan McDermid
Nasib pasar modal Negeri Sam berkebalikan dari IHSG yang tertekan sepekan lalu akibat krisis Iran-AS. Terkoreksi hebat di awal-awal pekan, Wall Street justru berbalik menguat dan menyentuh level psikologis tertingginya yang baru. Semuanya berkat ulah Trump.

Setelah melakukan aksi cowboy di Irak dengan mengebom Jenderal Iran Qassem Soleimani di Irak, Trump menciptakan kepanikan pasar dengan menyatakan akan menyerang Iran secara "tak setimpal" jika Negeri Persia itu membalas dengan menyerang personil ataupun fasilitas AS.

Kekhawatiran akan perang besar di kawasan tersebut pun mengemuka. Indeks Dow Jones sempat anjlok 200 poin setelah pernyataan mantan taipan properti itu. Namun pada Rabu (pekan lalu), Dow Jones berbalik menguat (rebound) dengan kenaikan sebesar 161,4 poin ke 28,745.

Trump balik arah. Merespons hujan rudal dari Iran terhadap pangkalan militer pada Rabu, Trump justru kalem dan koar-koar yang diutarakan sebelumnya tak berbukti. Sosok politisi yang pernah tampil di ajang gulat akal-akalan (reality show) WWE ini menyatakan tak akan membalas Iran.

Akibatnya, indeks Dow Jones terus menguat dan sempat menembus level psikologis tertinggi barunya 29.000, menjadi yang pertama sepanjang sejarah. Saham-saham teknologi dan layanan kesehatan menjadi penopangnya, sebelum kemudian terkoreksi dan berakhir di 28.823,77.

Pemodal menepis kekhawatiran seputar eskalasi konflik AS-Iran, tetapi sulit mengabaikan data tenaga kerja Desember yang dirilis pada Jumat dan kurang memuaskan: hanya naik 145.000 (di bawah ekspektasi ekonom dalam polling Reuters yang mengekspektasikan angka 164.000).

Rata-rata upah per jam juga mengecewakan, hanya naik 0,1% month-on-month (MoM), lebih rendah dari kenaikan bulan sebelumnya 0,3%. Secara tahunan, kenaikan hanya setara 2,9%, di bawah ekspektasi sebesar 3,1%. Rendahnya kenaikan rerata upah bakal menekan daya beli masyarakat, dan mengancam sektor konsumer di sana.

Kenaikan tersebut dicatatkan meski di atas kertas risiko konflik Timur Tengah masih tinggi, pasar untuk sesaat sedang mengalihkan perhatiannya pada hal yang lain, yakni laporan keuangan emiten di AS. (ags)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular