
Suhu Global Mendukung, IHSG Lihat Hilal Santa Rally

Ketidakpastian damai dagang AS-China itu menjadi faktor yang membuat pelaku pasar keuangan Asia masih khawatir kemarin, ditambah faktor internal India dan faktor Amerika-Eropa.
Masih terkait AS-China, Dalam catatan yang dikutip CNBC International, kepala ekonom Goldman Sachs, Jan Hatzius, mengatakan pemangkasan bea masuk yang dilakukan AS hanya setengah dari asumsi yang dibuatnya.
Adanya ketidakpastian yang menyelimuti kesepakatan dagang tahap satu antara AS-China tampak menjadi faktor yang membuat pelaku pasar memilih memasang posisi defensif di pasar saham Asia. Hasilnya, indeks Nikkei di Jepang turun 0,29%, indeks Hang Seng di Hong Kong jatuh 0,65%, indeks Straits Times di Singapura terpeleset 0,11%, dan indeks Kospi di Korsel terkoreksi 0,1%.
Indeks Saham Asia | Perubahan (%) |
Topix | Jepang | -0.18 |
Straits Times | Singapura | -0.25 |
Shanghai Composite | China | 0.56 |
Hang Seng | Hong Kong | -0.65 |
Kospi | Korsel | -0.12 |
Sumber: Refinitiv
Walaupun Presiden AS Donald Trump menyebut bahwa nilai pembelian produk agrikultur oleh China akan mencapai US$ 50 miliar, pihak Beijing yang diwakili oleh Wakil Menteri Pertanian dan Pedesaan Han Jun hanya menyebut bahwa mereka akan meningkatkan pembelian produk agrikultur asal AS secara signifikan, tanpa menyebut detail nilainya.
Bahkan, seorang profesor di Renmin University dan juga penasihat kabinet yaitu Shi Yinhong menilai China sedang mengadapi tekanan berat untuk memenuhi target perundingan fase pertama. Shi memprediksi importasi produk pertanian AS oleh China seperti kedelai akan lebih banyak daripada kebutuhan China.
Selain itu, demonstrasi berdarah juga masih mewarnai daerah-daerah kantong muslim di pinggiran India, setelah pemerintahan Perdana Menteri Narendra Modi mengeluarkan UU Kewarganegaraan baru yang dianggap anti-muslim. Setidaknya, enam orang dilaporkan tewas dalam bentrokan yang terjadi serentak di beberapa kota yang mayoritas dihuni warga muslim.
Lain di Asia, lain juga di Eropa. Pasar saham Benua Biru tampaknya lebih positif menyikapi fase pertama damai dagang AS-China. Selain itu, nada positif dari Perdana Menteri Inggris Raya Boris Johnson yang berjanji akan memproses Brexit dalam waktu singkat (speedy Brexit) ternyata 'dimakan' oleh publik sekawasan.
Optimisme itu tercermin dari penguatan indeks saham yang tidak sedikit. FTSE 100, atau yang juga dikenal sebagai Footsie itu, menguat hingga mencetak rekor penguatan tertinggi sejak 29 Juni 2016, baik dari sisi nilai mapupun persentase.
Indeks saham-saham unggulan (blue chip) itu ditutup naik 2,25% menjadi 7.519 setelah bergerak di antara 7.353-7.552. Bahkan, tidak sedikit pelaku pasar di Negeri Asap Hitam itu menjuluki penguatan indeks semalam dengan istilah Loncatan Boris ('Boris Bounce').
Penguatan di Inggris juga terjadi di Jerman dengan naiknya indeks DAX 0,94%, juga tercermin oleh naiknya CAC 40 di Prancis 1,23%.
Indeks Saham Eropa | Perubahan (%) |
FTSE 100 | Inggris Raya | 2.25 |
DAX | Jerman | 0.94 |
CAC 40 | Prancis | 1.23 |
Sumber: Refinitiv
Penguatan di bursa saham Eropa terjadi meskipun ada dua hal yang juga membayangi semalam. Pertama, adalah data Markit Manufacturing PMI Flash periode Desember di Jerman, Inggris, dan Uni Eropa yang realisasinya lebih rendah prediksi konsensus pasar.
Kedua, ada juga ancaman tentang potensi berlanjutnya perang dagang AS-Uni Eropa. Pasalnya adalah laporan CNBC International yang menunjukkan bahwa AS sedang mempertimbangkan untuk menjatuhkan bea masuk hingga 100% terhadap produk-produk impor asal Eropa.
Kantor Perwakilan Dagang AS telah menerbitkan dokumen terkait daftar barang-barang asal Eropa yang dipertimbangkan untuk dikenai bea masuk hingga 100%. Beberapa barang yang menjadi target di antaranya adalah wiski asal Irlandia, Scotch, serta Cognac.
Selain itu, minyak zaitun asal Spanyol, keju asal Prancis, pisau asal Jerman, hingga fillet ikan asal Portugal juga dipertimbangkan untuk dikenakan bea masuk hingga 100%.
Bea masuk ini merupakan buntut dari perselisihan kedua negara dalam hal pemberian subsidi ilegal oleh pemerintah Eropa untuk perusahaan pembuat pesawat terbang Airbus.
Untuk diketahui, AS telah lama menuduh bahwa subsidi yang diberikan Uni Eropa untuk Airbus merugikan produsen pesawat terbang AS, Boeing. AS juga mengatakan Uni Eropa telah melanggar peraturan World Trade Organization (WTO) dalam hal pemberian subsidi itu, di mana WTO sendiri telah memenangkan AS dalam gugatannya melawan Uni Eropa.
Akhirnya sentimen positif dari AS kembali lagi ke Negeri Paman Sam. Tadi pagi, Wall Street ditutup menghijau dengan dorongan utama dari sentimen positif perang dagang AS-China. Informasi terbaru yang meningkatkan optimisme pasar adalah pernyataan Dewan Ekonomi Nasional Gedung Putih Lawrence 'Larry' Alan Kudlow yang menyatakan bahwa nilai ekspor AS ke China akan meningkat hingga US$ 200 miliar dalam 2 tahun ke depan.
Meskipun sisi AS masih optimis, tetapi dari sisi China masih ada pejabat yang menyatakan perselisihan dagang kedua negara belum terselesaikan.
Indeks Saham AS | Perubahan (%) |
S&P 500 | 0.71 |
Dow Jones Industrial Avg | 0.36 |
Nasdaq Composite | 0.91 |
Sumber: Refinitiv