Newsletter

Neraca Dagang Diramal Tekor, Pasar Finansial Bisa Merah Lagi

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
15 November 2019 06:36
Cermati Sentimen Penggerak Pasar Hari Ini
Foto: Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Hubungan AS-China sepertinya benar-benar merenggang, pemerintah Tiongkok masih kukuh ingin agar sebagian bea masuk dicabut sebagai bagian dari kesepakatan dagang fase satu.

"Perang dagang dimulai dengan pengenaan bea masuk, dan harus diakhiri dengan pembatalan bea masuk. Ini kondisi yang penting bagi kedua negara untuk mencapai kesepatan" kata juru bicara Kementerian Perdagangan China Gao Feng dalam konferensi pers mingguan Kamis kemarin, sebagaimana dilansir CNBC International.

Hal ini tentunya memberikan tekanan bagi pasar finansial global, terlihat adanya perbedaan pendapat yang substansial dari kedua belah pihak. China yang kukuh ingin menghapus bea masuk itu bertentangan dengan sikap Presiden Trump. Pada pekan lalu Trump membantah setuju untuk membatalkan bea masuk.

"[Langkah] China ini sedikit kemunduran, bukan kemunduran total karena mereka tahu saya tidak akan melakukannya [pembatalan bea masuk]," tegasnya dikutip CNBC International Jumat pekan lalu.



Jika hubungan dagang AS-China sedang menjadi sentimen negatif bagi investor, Eropa justru mengirim kabar gembira. Dua raksasa ekonomi Benua Biru, Jerman dan Inggris, berhasil terhindar dari resesi, hal ini setidaknya memunculkan harapan akan membaiknya pertumbuhan ekonomi di kawasan tersebut.

Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, ekonomi Jerman tumbuh 0,1% QoQ pada kuartal III-2019, setelah mengalami kontraksi 0,1% di kuartal sebelumnya. Yang berarti Jerman terhindar dari resesi.

Sebelumnya di awal pekan ini, Inggris melaporkan pertumbuhan ekonomi 0,3% QoQ pada periode Juli-September, berhasil bangkit dari kontraksi 0,2% tiga bulan sebelumnya.

Suatu perekonomian dikatakan mengalami resesi jika perekonomiannya mengalami kontraksi alias minus dalam dua kuartal beruntun. Isu resesi sudah menghantui pelaku pasar dalam beberapa bulan terakhir, kini dengan tumbuhnya perekonomian Jerman dan Inggris kecemasan tersebut sedikit mereda.



Kabar bagus tersebut belum mampu memperbaiki sentimen pelaku pasar secara maksimal, perkembangan hubungan AS-China lebih berpengaruh terhadap hawa kebatinan investor.

Selain dari eksternal, tekanan bagi pasar finansial RI kali ini bisa jadi datang dari dalam negeri. Hari ini, Badan Pusat Statistik (BPS) akan merilis data neraca perdagangan Indonesia yang membuat investor melakukan aksi wait and see Kamis kemarin.

Neraca perdagangan Indonesia diperkirakan kembali mencatat defisit pada Oktober 2019. Bahkan bisa saja bakal lebih dalam ketimbang September. Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan ekspor mengalami kontraksi alias turun 9,03% year-on-year (YoY).

Sementara impor juga diramal terkontraksi 16,02% YoY. Kemudian neraca perdagangan mengalami defisit US$ 300 juta.



Pada bulan sebelumnya, BPS melaporkan ekspor turun 5,74% YoY sedangkan impor turun 2,41%. Ini membuat neraca perdagangan tekor US$ 160 juta.

Membengkaknya defisit neraca dagang tentunya memberikan sentimen negatif, IHSG, rupiah, dan SUN bisa mengalami aksi jual lagi. Tetapi tidak menutup kemungkinan adanya rebound melihat penurunan yang sudah cukup dalam. IHSG kini berada di level terlemah dalam satu bulan terakhir, rupiah terlemah sejak 21 Oktober dan SUN sejak 28 Oktober.

(pap)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular