Newsletter

Meski Trump Digoyang, IHSG Bisa Tertolong Window Dressing

Yazid Muamar, CNBC Indonesia
27 September 2019 07:07
Meski Trump Digoyang, IHSG Bisa Tertolong Window Dressing

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Indonesia pada perdagangan hari Kamis (26/9/2019) kemarin mulai memperlihatkan tanda-tanda kebangkitannya. Pasar saham melesat sangat tinggi, rupiah masih melemah, dan pasar obligasi jangka pendek dan menengah mengalami penurunan imbal hasil (yield).

Catatan epic berhasil ditorehkan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang menjadi bursa paling menguat di Asia Pasifik dengan kenaikan 83 poin atau 1,37% ke level 6.230. Sementara bursa utama kawasan Asia cenderung hijau tetapi masih di bawah IHSG, seperti Nikkei 225 yang menguat 0,13%, Hang Seng terkerek 0,37%, Kospi bertambah 0,05%, SENSEX menguat 1,12%, dan SETi 0,51%.

Selain aksi demo yang terlihat berangsur-angsur mereda karena sikap pro aktif pemerintah dalam mendengarkan keluhan rakyatnya, pergerakan pasar saham juga tidak lepas dari fenomena window dressing secara kuartalan, terutama menjelang berakhirnya kuartal ketiga di bulan September.


Upaya tersebut biasanya dilakukan investor institusi seperti Manajer Investasi (Reksa Dana), Asuransi, dan Dana Pensiun dalam rangka memoles laporan kinerja portofolio investasi mereka sehingga kas yang tersedia digunakan untuk memborong saham di bursa.

Sedangkan rupiah kembali tertunduk lesu di pasar spot dengan melemah 0,21% pada level Rp 14.175/$AS. Apa yang dialami rupiah sebenarnya juga dialami mata uang negara berkembang lainnya karena Dolar Amerika Serikat (AS) sedang garang-garangnya.

Indeks dolar (DXY), yang mengukur kekuatan Dolar AS terhadap enam mata uang kuat lainnya (hard currency), sempat naik ke level 99,27 yang mana level tersebut menjadi yang tertinggi dalam dua tahun belakangan ini.

Di pasar obligasi pemerintah, tenor 10 tahun yang digunakan sebagai benchmark dengan kode FR0078 mengalami penurunan yield sebanyak 1,1 basis poin (bps) menjadi 7,318%. Pergerakan harga dan yield obligasi saling bertolak belakang di pasar sekunder, ketika yield turun maka harga obligasi sebenarnya mengalami kenaikan.

Adapun seri-seri panjang seperti FR0068 yang bertenor 15 tahun dan FR0079 bertenor 20 tahun mengalami kenaikan yield, yang menandakan kepercayaan investor sehingga seri obligasi dengan jangka waktu yang lebih pendek banyak diburu, berikut data lengkapnya:

Yield Obligasi Negara Acuan 26 Sep'19

Seri

Jatuh tempo

Yield 25 Sep'19 (%)

Yield 26 Sep'19 (%)

Selisih (basis poin)

Yield wajar IBPA 26 Sep'19 (%)

FR0077

5 tahun

6.737

6.736

-0.10

6.6614

FR0078

10 tahun

7.329

7.318

-1.10

7.2793

FR0068

15 tahun

7.76

7.769

0.90

7.7397

FR0079

20 tahun

7.882

7.894

1.20

7.8569


Sumber: Refinitiv, IBPA

BERLANJUT KE HAL 2 >>>>

Bursa saham di Amerika Serikat (AS) tergelincir karena langkah pemakzulan (impeachment) Presiden Trump seperti yang dituduhkan partai pesaingnya yakni Demokrat. Akibatnya tiga indeks utama melemah, Indeks S&P 500 negatif 0,24%, Nasdaq Composite turun 0,58%, dan Dow Jones Industrial Average (DJIA) terselip 0,3%.

Seperti diberitakan Reuters, sebagian besar saham mampu menipiskan pelemahan setelah China bersedia untuk membeli lebih banyak produk A.S. Wang Yi selaku diplomat dan politisi China, mengatakan pemerintahan Trump telah menunjukkan itikad baik dengan menghapuskan tarif pada banyak produk China.

Sebelumnya, dirilisnya laporan pengungkapan fakta (whistleblower) oleh partai Demokrat semakin menambah ketidakpastian di Wall Street yang menuduh bahwa Presiden Trump tidak hanya menyalahgunakan jabatannya dalam upaya meminta campur tangan asing dalam Pilpres 2020, tetapi juga mencoba "mengunci" bukti tentang perilaku tersebut.

Sementara itu Facebook menjadi hambatan terbesar bagi S&P 500 dengan koreksi 1,5% setelah Departemen Kehakiman AS akan membuka penyelidikan (antitrust) perusahaan media sosial tersebut.

Sektor energi S&P .SPNY turun 1,3% karena penurunan harga minyak belakangan ini. Sedangkan saham startup yang baru melantai (IPO), yakni Peloton Interactive Inc PTON.O turun 11,2% dalam debut pasarnya.

BERLANJUT KE HAL 3 >>>>

Untuk perdagangan hari ini, investor patut mencermati sejumlah sentimen baik dari dalam maupun global. Pertama tentu dari bursa Wall Street yang mengalami koreksi yang dapat mempengaruhi bursa-bursa Asia termasuk IHSG.

Sentimen kedua yakni tren penurunan harga minyak. Pada pukul 06:12 WIB, harga minyak mentah jenis Brent di pasar spot naik tipis 0,03% menjadi US$ 62,38/barrel, sementara minyak Lighsweet yang menjadi patokan AS turun 0,25% menjadi US$ 56,39/barrel.

Turunnya harga minyak khususnya light sweet dikarenakan impeachment yang dialami Presiden Trump dari kubu Demokrat yang menambah ketidakpastian di AS. Sementara Arab Saudi ternyata mampu memulihkan produksi minyaknya lebih cepat dari perkiraan setelah serangan pada kilang mereka.

Berikut pergerakan minyak mentah, khususnya jenis Brent yang menjadi salah satu acuan negara-negara Eropa dan Pemerintah:

Bagi rupiah, penurunan harga minyak menjadi berkah. Pasalnya Indonesia adalah negara net importir minyak, yang mau tidak mau harus mengimpor demi memenuhi kebutuhan dalam negeri.

Sentimen ketiga berasal dari penguatan dolar AS, ada berbagai hal yang membuat investor global kembali memeluk dolar AS seperti perkembangan BREXIT, kondisi negara-negara Eropa yang industri manufakturnya turun pertanda perekonomiannya yang kurang bergairah, dsb.

"Meskipun tidak ada alasan tunggal untuk menjelaskan kekuatan dolar, banyak faktor yang berperan," kata Hussein Sayed, analis di broker FXTM.

"Inggris menghadapi krisis politik dengan Brexit, zona euro dekat resesi, imbal hasil obligasi di negara maju tetap sangat tertekan, dan investor menginginkan tempat yang aman untuk memarkir uang mereka," katanya.

"Terlepas dari drama impeachment, dolar AS terus menguatkan tempatnya sebagai mata uang safe haven utama," tambahnya.

BERLANJUT KE HAL 4 >>>>

Sebenarnya di akhir bulan tidak banyak data-data yang dikeluarkan berbagai pihak, namun peristiwa-peristiwa dan data berikut ini masih patut dicermati:

  •          Business Confidence – Eropa (16:00 WIB);
  •          Durable Goods Orders - AS (19:30 WIB);
  •          Personal Income/Spending – AS (19:30 WIB);
  •          RUPST -  Hexindo Adiperkasa Tbk (10:00 WIB).

Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:

Indikator

Tingkat

Pertumbuhan ekonomi (Q2-2019 YoY)

5,05%

Inflasi (Agustus 2019 YoY)

3,49%

BI 7-Day Reverse Repo Rate (Agustus 2019)

5,25%

Defisit anggaran (APBN 2019)

-1,84% PDB

Transaksi berjalan (Q2-2019)

-3,04% PDB

Neraca pembayaran (Q2-2019)

-US$ 1,98 miliar

Cadangan devisa (Agustus 2019)

US$ 126,4 miliar

Untuk mendapatkan informasi seputar data-data pasar, silakan klik di sini.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular