Newsletter

Ketakpastian Politik Meninggi, Solusi Klasik Ekonomi Kian Aus

Arif Gunawan, CNBC Indonesia
21 August 2019 07:00
Ketakpastian Politik Meninggi, Solusi Klasik Ekonomi Kian Aus
Jakarta, CNBC Indonesia - Bursa saham Indonesia terkoreksi pada perdagangan Selasa (20/8/2019) setelah sempat berupaya menguat pada awal perdagangan, di tengah pudarnya ekspektasi stimulus dari Amerika Serikat (AS) sementara riak politik Italia memicu kekhawatiran seputar prospek ekonomi zona Euro.

Mengawali perdagangan dengan apresiasi sebesar 0,24% ke level 6.311,91, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menutup perdagangan kemarin di zona merah. Pada akhir sesi dua, IHSG melemah tipis 0,02% ke level 6.295,74.

Kinerja bursa nasional ini berbanding terbalik dari mayoritas bursa saham utama kawasan Asia yang bergerak di zona hijau: indeks Nikkei menguat 0,55%, indeks Straits Times terapresiasi 0,22%, dan indeks Kospi melesat 1,05%.




Pelaku pasar melakukan aksi ambil untung (profit taking) dari penguatan IHSG sebelumnya, sembari menanti arah angin kebijakan moneter di AS dan juga di Indonesia. The Fed akan merilis risalah rapatnya pada Rabu hari ini pukul 14:00 WIB sementara Bank Indonesia (BI) menggelar Rapat Dewan Gubernur (RDG).

Pada hari Rabu dan Kamis (21-22 Agustus), BI dijadwalkan menggelar RDG guna menentukan tingkat suku bunga acuan terbarunya. Keputusan terkait dengan tingkat suku bunga acuan terbaru akan diumumkan besok Kamis.

Konsensus yang dihimpun oleh CNBC Indonesia memperkirakan bahwa BI menahan tingkat suku bunga acuan alias BI 7-Day Reverse Repo Rate di level 5,75%. Dari 12 ekonomi yang disurvei, hanya empat yang memperkirakan akan ada pemangkasan, yakni sebesar 25 basis poin (bps).


Sementara itu, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) ditutup melemah di perdagangan pasar spot. US$ 1 dibanderol Rp 14.255 kala penutupan pasar spot. Rupiah melemah 0,18% dibandingkan posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya.

Pasar obligasi juga terkoreksi, dipengaruhi oleh agresifnya pelaku pasar terhadap prediksi penurunan suku bunga acuan AS yaitu Fed Funds Rate menjadi 1,25%-1,5% hingga akhir tahun ini dari level saat ini 2%-2,25%.

Seri acuan yang paling melemah adalah FR0077 yang bertenor 5 tahun dengan kenaikan yield 2,5 basis poin (bps) menjadi 6,76%. Besaran 100 bps setara dengan 1%. Koreksi yang terjadi di pasar surat utang negara (SUN) Indonesia tidak senada dengan apresiasi yang terjadi di pasar surat utang pemerintah negara lain. 


(BERLANJUT KE HALAMAN 2)

Pada perdagangan Selasa waktu setempat di New York, bursa saham AS ditutup terkoreksi, menghentikan penguatan yang dibukukan tiga hari berturut-turut. Dow Jones melemah 0,7% (173,35 poin) ke 25.962,44 sedangkan indeks S&P 500 tertekan 0,8% ke 2.900,51, dan indeks Nasdaq terpeleset 0,7% ke 7.948,56.

Angin sentimen sedang tak sejuk. Bahkan Home Depot yang melaporkan perolehan laba di atas ekspektasi, hingga sahamnya naik 4,4%, mengingatkan bahwa perang dagang bakal memukul belanja konsumen sehingga memaksa perseroan memangkas target pendapatan tahun ini.

Di tengah belum adanya kejelasan ujung perang dagang, investor kembali menduga-duga arah prospek ekonomi AS setelah The Washington Post dan The New York Times melaporkan bahwa pemerintahan Trump berencana memangkas pajak penghasilan pribadi untuk memitigasi perlambatan ekonomi.

Trump sendiri, sebagaimana diberitakan CNBC International pada Selasa waktu setempat, menyatakan bahwa kebijakan tersebut pernah masuk dalam pertimbangannya. Namun, juru bicara Gedung Putih merilis pernyataan resmi yang menampik laporan itu, mengatakan bahwa pemangkasan PPh tersebut “bukan sesuatu yang dipertimbangkan pada saat ini.”


Koreksi bursa AS terjadi bersamaan dengan turunnya imbal hasil (yield) obligasi pemerintah (US treasury) bertenor 10 tahun sebesar 5 basis poin (bp) ke 1,54%. Kondisi ini memicu koreksi saham-saham perbankan seperti Citigroup, Bank of America, dan J,P, Morgan Chase.

Aksi borong obligasi pemerintah AS jangka panjang itu terjadi karena pelaku pasar khawatir dengan kebuntuan politik di Italia, setelah Perdana Menteri Italia Giuseppe Conte mengundurkan diri. Tak terkonsolidasinya kekuatan politik di Italia membuat ekspektasi pertumbuhan ekonomi negeri itu kian menipis.

Italia adalah negara dengan rasio utang terhadap produk domestik bruto (PDB) tertinggi kedua di kawasan setelah Yunani, yakni mencapai 131%. Gejolak politik di Negeri Pizza ini menambah kekhawatiran di zona Euro yang sedang meninggi karena rencana keluarnya Inggris dari Uni Eropa kian dekat pada opsi no-deal (tanpa kesepakatan).

Untuk perang dagang, belum ada perkembangan berarti meski optimisme damai dagang masih ada.

Presiden AS Donald Trump telah memutuskan menunda beberapa tarif China terbaru hingga Desember dan memberikan tenggat bagi raksasa teknologi China, Huawei, untuk terus berdagang dengan perusahaan AS. Trump juga menegaskan kedua pihak akan mengadakan pembicaraan bulan depan. 

(BERLANJUT KE HALAMAN 3)  


Hari ini ceritanya adalah tentang pemimpin-pemimpin negara di ranah politik yang berusaha exist dalam kekuasaannya dengan berujung pada distorsi kebijakan dan norma ekonomi global. Pesimisme seputar prospek ekonomi muncul karena kebijakan ekonomi klasik dikhawatirkan kian aus untuk mengatasi persoalan politik tersebut.

Di tengah belum adanya kejelasan ujung perang dagang, investor mulai berpikir ulang sejauh mana kebijakan ekonomi dari sisi fiskal dan moneter yang disiapkan bakal mampu mengatasi dampak ekonomi yang muncul dari keributan-keributan politik yang ada.

Sentimen pertama yang masih dicermati tentu saja seputar prospek ekonomi global menyusul perang dagang antara dua raksasa ekonomi dunia, AS dan China. Pelaku pasar kini berusaha mencari "ketenangan diri" dengan mencermati risalah rapat the Federal Reserve (Fed minutes meeting) dari pertemuan Juli yang bakal dirilis Kamis dini hari. 

Pelaku pasar dapat menemukan petunjuk untuk melihat nada kebijakan moneter bank sentral AS yang bakal memengaruhi kebijakan moneter selanjutnya dan sejauh mana mereka melihat prospek ekonomi Negara Adidaya tersebut.

Pasar juga menunggu sejauh mana pengunduran diri Perdana Menteri Italia Giuseppe Conte bakal memengaruhi prospek ekonomi negara tersebut. Conte mundur setelah menyerang Wakil Perdana Menteri Matteo Salvini dengan tuduhan bahwa Salvini merusak koalisi demi keuntungan politik dan pribadi.

Pemilu dipastikan bakal digelar pada tahun ini. Merespons perkembangan ini, bursa saham Milan tertekan sebesar 1,11 %.


Sentimen lain yang juga patut dicerna datang Argentina. Kepada Reuters, perusahaan pemeringkat global Fitch Ratings menyatakan siap memangkas peringkat utang negara tersebut jika pelemahan peso kian berlarut dan memicu risiko gagal bayar (default).

Argentina selama ini menerbitkan utang dalam denominasi dolar AS. Mata uang peso anjlok hingga 18% pekan lalu setelah Presiden Mauricio Macri yang dinilai pro-bisnis tersingkir pada 11 Agustus, dan rivalnya dari kaum kiri-tengah Alberto Fernandez dinilai berpeluang memenangkan pemilihan presiden pada Oktober.

Dari Indonesia, data penjualan otomotif yang kurang bagus bakal menekan saham-saham otomotif, dan juga saham keuangan yang memiliki eksposur lumayan tinggi di pembiayaan otomotif. Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) merilis penjualan mobil turun secara tahun berjalan maupun tahunan.

Kenaikan hanya terjadi secara bulanan yakni menjadi 89.110 unit, dari periode juni 2019 (sebesar 59.539 unit) akibat adanya event GAIKINDO Indonesia International Auto Show (GIIAS) 2019. Ini menunjukkan bahwa konsumsi swasta dan rumah tangga untuk barang tahan lama (durable goods) masih lemah.

Penjualan Juli 2019 dibandingkan dengan Juli 2018 menurun karena pada periode yang sama tahun lalu itu, penjualan mobil mencapai 107.474. Sementara itu, penjualan Januari-Juli 2019 tercatat sebesar 570.331 unit, turun dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar 661.247 unit.  

(BERLANJUT KE HALAMAN 4)


Berikut adalah data dan agenda yang terjadwal untuk hari ini:
  • Rqpat Dewan Gubernur Bank Indonesia Hari Pertama (11:00 WIB)
  • Pidato Quarles (Fed) (17:00 WIB).
  • Rilis data inventori minyak AS per 16 Agustus (17:00 WIB).
  • Rilis data penjualan rumah AS per Juli (21:00 WIB)
Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional: 

IndikatorTingkat
Pertumbuhan ekonomi (Q II-2019 YoY)5,05%
Inflasi (Juli 2019 YoY)3,32%
BI 7 Day Reverse Repo Rate (Juli 2019)5,75%
Defisit anggaran (APBN 2019)-1,84% PDB
Transaksi berjalan (Q II-2019)-3,04% PDB
Neraca pembayaran (Q II-2019)-US$ 1,98 miliar
Cadangan devisa (Juli 2019)US$ 125,9 miliar
 
Untuk mendapatkan informasi seputar data-data pasar, silakan klik di sini.


TIM RISET CNBC INDONESIA
(ags) Next Article Deal or No Deal: Ini (Bukan) Pertarungan Terakhir AS-China

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular