Newsletter

Terima Kasih, Mister Trump!

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
14 August 2019 05:15
Asa Damai Dagang AS-China Dongkrak Wall Street
Ilustrasi Bursa Saham New York (AP Photo/Richard Drew)
Beralih ke Wall Street, tiga indeks utama ditutup menguat tajam setelah kemarin terkoreksi dalam. Dow Jones Industrial Average (DJIA) melesat 1,45%, S&P 500 melejit 1,48%, dan Nasdaq Composite meroket 1,95%. 

Apa yang dinantikan pelaku pasar (bahkan seluruh dunia) terjadi juga. Presiden AS Donald Trump akhirnya menunda rencana pemberlakuan bea masuk baru sebesar 10% untuk importasi produk China senilai US$ 300 miliar seperti telepon seluler, laptop, mainan anak, sepatu, pakaian, dan lain-lain. Awalnya bea masuk ini dijadwalkan mulai berlaku pada 1 September mendatang. 

"Kami melakukan ini (menunda pemberlakuan bea masuk) untuk mengantisipasi Hari Natal, berjaga-jaga kalau ada dampak ke konsumen. Jadi kami menundanya sehingga tidak mempengaruhi musim belanja Natal," kata Trump, seperti dikutip Reuters. 

Namun sebenarnya bukan berarti bea masuk ini dibatalkan sama sekali. Hanya ditunda sampai 15 Desember. 

Trump mengambil keputusan ini tidak lama setelah mendapat laporan bahwa Kepala Perwakilan Dagang AS Robert 'Bob' Lighthizer melakukan pembicaraan via telepon dengan Wakil Perdana Menteri China Liu He, Menteri Perdagangan China Zhong Shan, dan Gubernur PBoC Yi Gang.  

"Kedua pihak sepakat untuk melanjutkan pembicaraan melalui telepon dua minggu lagi," sebut pernyataan tertulis kantor Perwakilan Dagang AS. 

Pelaku pasar mengendus harapan. Jika AS dan China sepakat untuk saling menelepon lagi, maka dialog dagang di Washington awal bulan depan sangat mungkin terjadi. Apabila dialog itu membuahkan hasil positif, maka bisa jadi rencana pengenaan bea masuk 10% dibatalkan dan AS-China kembali menempuh jalan menuju damai dagang. 

"Dalam situasi yang tegang seperti sekarang, perkembangan ini tentu membawa optimisme. Kita akan segera mengakhiri musim laporan keuangan (earnings season) sehingga berita-berita ekonomi dan geopolitik memang menentukan arah pergerakan pasar dalam beberapa pekan ke depan," tutur Joseph Sroka, Chief Investment Officer di NovaPoint yang berbasis di Atlanta, seperti diwartakan Reuters. 

Penundaan bea masuk ini langsung berdampak signifikan ke sejumlah emiten di Wall Street. Misalnya Apple, yang harga sahamnya melesat 4,23%. 

Selain kabar baik dari relasi AS-China, rilis data ekonomi terbaru juga memberikan angin segar. Personal Consumption Expenditure (PCE) inti, yang digunakan oleh The Federal Reserve/The Fed sebagai indikator pengukuran inflasi, naik 2,2% year-on-year. Laju ini sudah di atas target 2% yang ditetapkan The Fed. 

Angka itu menggambarkan konsumsi di AS tidak jatuh, masih kencang. Artinya masih ada harapan pertumbuhan ekonomi tidak jatuh terlalu dalam. 

Meski inflasi sudah di atas target 2%, tetapi belum ada jaminan itu akan berkelanjutan. Oleh karena itu, pelaku pasar masih memperkirakan The Fed akan kembali menurunkan suku bunga acuan pada September. Mengutip CME Fedwatch, probabilitas penurunan Federal Funds Rate sebesar 25 basis poin (bps) pada rapat The Fed 18 September adalah 99,6%. 

"Isu perdagangan sangat bisa mengganggu pertumbuhan ekonomi. Jadi kalau The Fed menurunkan suku bunga pada September, maka itu akan menjadi semacam langkah proaktif sebelum semuanya terlambat," tambah Sroka. 

(BERLANJUT KE HALAMAN 3)

(aji/aji)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular