Newsletter

Yes! Dolar AS Mulai Kehabisan Bensin, Rupiah Bisa Tancap Gas

Yazid Muamar, CNBC Indonesia
29 July 2019 07:15
Yes! Dolar AS Mulai Kehabisan Bensin, Rupiah Bisa Tancap Gas
Jakarta, CNBC Indonesia - Sepanjang pekan kemarin pasar keuangan Indonesia cenderung tertekan. Tidak hanya di dalam negeri, pasar keuangan Asia juga mengalami tekanan.

Secara akumulatif, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup minus 2,03% pada minggu kemarin. Senada dengan mayoritas indeks saham di bursa utama Asia cenderung tertekan. Seperti: Nikkei 225 (0,89%), Hang Seng (-1,28%), Shanghai Composite (0,7%), Kospi (-1,34%), dan Straits Times (-0,2%).

Sementara nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) melemah 0,5%. Rupiah bahkan belum sekalipun mencicipi penguatan sepanjang pekan lalu dan menduduki posisi paling buncit dibandingkan mata uang utama kawasan Asia lainnya pada penutupan akhir pekan lalu dengan pelemahan 0,17%, Jumat (26/7/2019).

Di pasar obligasi pemerintah, imbal hasil (yield) untuk sebagian besar tenor juga mengalami penurunan terutama yang berjangka panjang. Penurunan yield adalah pertanda harga obligasi sedang naik akibat tingginya permintaan.

Jumat lalu, surat utang Pemerintah tenor acuan 5 tahun (FR0077) dan 10 tahun (FR0078) naik masing-masing sebesar 2 dan 2,1 bps. Sedangkan acuan 15 tahun (FR0068), dan 20 tahun (FR0079) turun masing-masing sebesar 1,8 dan 2,9 bps.

Bila dilihat dengan seksama, pelemahan yang terjadi pada pasar keuangan Indonesia selama seminggu terakhir berasal dari sentimen eksternal khususnya sektor moneter akibat kebijakan Bank Sentral Eropa/ECB yang mempertahankan suku bunganya, serta tidak memberikan clue akan dovish.

Next >>>
Dari Wall Street Amerika Serikat (AS), tiga indeks utama akhir pekan lalu ditutup melesat pada zona hijau. Dow Jones Industrial Average (DJIA) naik 0,19%, S&P 500 terangkat 0,74, dan Nasdaq Composite 1,11%. Secara akumulatif mingguan, S&P 500 dan Nasdaq membukukan kenaikan masing-masing 1,7% dan 2,3%. Sedangkan indeks Dow Jones juga naik meski hanya 0,1%.

Ada tiga hal yang membuat Wall Street menghijau akhir pekan kemarin.
Pertama, pernyataan dari Penasehat Ekonomi Gedung Putih Larry Kudlow yang mengatakan pada CNBC "Squawk on the Street", bahwa ia tidak mengharapkan "kesepakatan besar" dari pembicaraan perdagangan dengan China minggu depan. Artinya AS menginginkan pertemuan tersebut berjalan konstruktif dengan tidak terlalu menekan pihak China.

Kedua, Alphabet melaporkan laba yang lebih tinggi dari perkiraan para analis pada hari Kamis lalu, serta mengumumkan program pembelian kembali saham (buy back) senilai $ 25 miliar. Tidak tanggung tanggung, sahamnya meroket 9,6% di penghujung minggu kemarin.

Saham Twitter juga naik lebih dari 8% setelah mengumumkan laporan keuangan kuartal kedua yang di atas estimasi. Perusahaan media sosial tersebut juga melaporkan kenaikan 14% pengguna aktif harian yang dapat dimonetisasi.

Saham-saham sektor konsumer seperti Starbucks dan McDonald juga lumayan berkontribusi bagi kenaikan Wall Street. Perusahaan yang menjual kopi tersebut naik 8,9% setelah melaporkan pertumbuhan penjualan toko-tokonya yang besar dan kuat, sementara penjualan burger Mcdonald naik 0,5% karena promosi yang lebih baik.



Lebih dari 40% perusahaan yang tergabung dalam indeks S&P 500 telah melaporkan hasil dari laporan keuangannya untuk periode kuartal kedua. Dari perusahaan-perusahaan tersebut, sebanyak 76,4% membukukan laba lebih tinggi dari perkiraan para analis di pasar, menurut laporan dari FactSet.

Ketiga atau terakhir, Ekonomi AS tumbuh sebesar 2,1% pada kuartal kedua, seperti yang dirilis Departemen Perdagangan AS Jumat lalu membuat para Pialang Wall Street bersorak. Hasil konsensus ekonom yang disurvei di CNBC / Moody's Analytics Rapid Update, ekonomi AS diperkirakan hanya tumbuh 1,8%.

Pertumbuhan ekonomi AS didorong oleh kenaikan pada pos pengeluaran konsumen (consumer spending) sebanyak 4,3%, kenaikan tersebut mengimbangi penurunan pada pos investasi bisnis sebesar 5,5%.

Para pelaku pasar kini dihadapkan pada rilis data dari Federal Reserve yang akan menentukan kebijakan suku bunganya. Ekspektasi pasar akan terjadi penurunan suku bunga sebanyak 25 basis poin sebesar 78,6% menurut FedWatch CME Group, pada Jumat pagi.

The Fed dijadwalkan akan memulai pertemuan dalam dua hari, yang dimulai pada hari Selasa. Pengumuman tarif suku bunga acuan rencananya akan diumumkan pada hari terakhir pertemuan, atau tepatnya Rabu pukul 02:00 malam waktu setempat atau Kamis dini hari Waktu Indonesia Barat.

Next >>>
Untuk perdagangan hari ini, investor patut mencermati sejumlah sentimen. Pertama tentu bursa-bursa Wall Street yang melesat berpotensi membawa angin segar bursa kawasan Asia, termasuk bursa dalam negeri. 

Sentimen kedua adalah nilai tukar dolar AS yang mulai melemah hari ini berpotensi mengangkat rupiah ke level penguatan. Pada pukul 06:21 WIB, Dollar Index (yang mencerminkan posisi greenback di hadapan enam mata uang utama dunia) melemah 0,04%.

Dolar AS memang sudah lumayan naik minggu lalu, wajar jika Dollar Index (DXY) hari ini sedikit kalem. DXY juga sedang di harga tertingginya hampir dalam tiga bulan terakhir. Kebijakan dari Bank Sentral Eropa pada Kamis lalu yang tidak terlalu dovish di tengah perekonomian yang cenderung lesu membuat investor kecewa.

Fokus para pelaku pasar sekarang akan beralih kepada pertemuan Federal Reserve (the Fed) minggu depan, di mana para investor mengharapkan the Fed mau memotong suku bunga acuannya sebesar 25 basis poin menjadi 2,00% -2,25%.


Sementara itu, PDB AS yang melambat dari periode sebelumnya, kemungkinan tidak akan mengurangi pandangan umum pejabat the Fed bahwa penurunan suku bunga diperlukan untuk melawan risiko dari timbulnya konflik di bidang perdagangan dan permintaan global yang lesu, menurut beberapa para analis.

Data PDB AS tumbuh menunjukkan pertumbuhan tahunan pada kuartal kedua sebesar 2,1%, lebih lemah dari kuartal pertama pada pertumbuhan 3,1%, akan tetapi masih lebih tinggi dari angka pertumbuhan 1,8% yang diproyeksikan para ekonom yang disurvei oleh jajak pendapat Reuters.

Para investor di Negeri Paman Sam sepertinya sudah menyesuaikan portofolionya masing-masing terhadap berita positif yang terjadi pada minggu lalu. Sehingga dolar AS pun berpotensi melemah karena aksi ambil untung (profit taking).

Next >>>
Rupiah juga bisa diuntungkan oleh sentimen ketiga yang berasal dari penurunan harga minyak. Pada pukul 06:47 WIB, harga minyak jenis brent dan light sweet masing-masing terpangkas 0,6% dan 0,37%.

Seperti dilansir CNBC International, harga minyak mentah dunia sempat mengalami kenaikan setelah Iran mengatakan telah menangkap sebuah kapal tanker asing di wilayahnya. Namun, harga minyak kembali turun karena produksi minyak AS diperkirakan akan kembali meningkat setelah badai yang menerpa Teluk Meksiko pekan lalu mulai mereda.

Bagi rupiah, koreksi harga minyak menjadi berkah tersendiri. Pasalnya Indonesia adalah negara net importir minyak, yang mau tidak mau harus mengimpor minyak untuk kebutuhan jalannya perekonomian di dalam negeri.

Saat harga minyak turun, maka biaya importasinya menjadi lebih murah. Beban di neraca dagang dan transaksi berjalan (current account) akan lebih ringan, sehingga rupiah mempunyai fondasi yang kuat untuk menguat.

Next >>> Berikut adalah peristiwa-peristiwa yang akan terjadi hari ini:

• Bundesbank Monthly report, (17:00 WIB)
• Chicago Fed National Activity (18:30 WIB)
• BOJ, Kuroda Speech (22:00 WIB)

Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:
IndikatorTingkat
Pertumbuhan ekonomi (Q1-2019 YoY)5,17%
Inflasi (Juni 2019 YoY)3,28%
BI 7-Day Reverse Repo Rate (Juli 2019)5,75%
Defisit anggaran (APBN 2019)-1,84% PDB
Transaksi berjalan (1Q-2019)-2,6% PDB
Neraca pembayaran (1Q-2019)US$ 2,42 miliar
Cadangan devisa (Juni 2019)US$ 123,8 miliar

TIM RISET CNBC INDONESIA
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular