Newsletter

Menguji Kesaktian Testimoni Powell 2.0 di Pengujung Pekan ini

Irvin Avriano Arief, CNBC Indonesia
12 July 2019 06:53
Menguji Kesaktian Testimoni Powell 2.0 di Pengujung Pekan ini
Foto: CNBC Indonesia/Muhammad Sabki
Jakarta, CNBC Indonesia -  Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup menguat tipis 0,1% menjadi 6.417 pada perdagangan kemarin, setelah terperangkap di zona koreksi sepanjang paruh kedua sesi sore. 

Indeks terselamatkan di periode pasca penutupan (after closing) yang didorong loncatan tinggi beberapa saham berkapitalisasi besar dari delapan indeks sektoral di periode pra penutupan (pre-closing) di masa tambahan waktu (injury time). 

Beberapa saham itu adalah yaitu PT Bank Central Asia Tbk (BBCA), PT Astra International Tbk (ASII), PT Gudang Garam Tbk (GGRM), PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP), PT Ciputra Development Tbk (CTRA), PT United Tractors Tbk (UNTR), dan PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (TLKM). 

Dalam perdagangan kemarin, investor membukukan transaksi Rp 9,28 triliun, di mana investor asing masih membukukan aksi beli bersih (nett foreign buy) Rp 348,26 miliar di pasar reguler dan Rp 873,96 di seluruh pasar.

Hampir ditutup negatifnya IHSG seakan memberikan sinyal bahwa dampak besar 'Testimoni Powell' semalam sebelumnya tidak mampu membuat indeks positif sepanjang hari dan dampaknya tidak sebesar di negara lain yang justru menguat signifikan.

'Testimoni Powell' berisi pandangan bank sentral AS yaitu The Fed terhadap kondisi makroekonomi AS terkini yang dinilai sudah melemah dan sikap mereka yang siap "bertindak secara sesuai" untuk menjaga momentum ekspansi ekonomi yang sedang berjalan, dengan kata-kata manusia bumi: 'siap menurunkan suku bunga jika dibutuhkan.'

Kata-kata sakti Powell itu turut membuat harga obligasi rupiah pemerintah ditutup menguat kemarin. Penguatan yang terjadi di pasar surat utang negara (SUN) semakin membesar sore hari hingga penutupan pasar, dibanding posisi tadi pagi.

Seri acuan FR0078 yang bertenor 10 tahun mengalami penurunan yield 10,4 basis poin (bps) menjadi 7,22% dari sebelumnya 7,33%. Besaran 100 bps setara dengan 1%.

Pergerakan harga dan yield obligasi saling bertolak belakang di pasar sekunder.

Yield yang menjadi acuan hasil investasi yang didapat investor juga lebih umum dijadikan acuan transaksi obligasi dibanding harga karena mencerminkan kupon, tenor, dan risiko dalam satu angka.

SUN adalah surat berharga negara (SBN) konvensional rupiah yang perdagangannya paling ramai di pasar domestik, sehingga dapat mencerminkan kondisi pasar obligasi secara umum.



Karena kata-kata Powell juga sudah diharap-harap cemas oleh pelaku pasar global, pasar saham utama Benua Kuning menguat signifikan yang ditunjukkan indeks Nikkei di Jepang naik 0,51%, Hang Seng di Hong Kong menguat 0,81%, Shanghai Composite di China 0,08%, dan Straits Times di Singapura naik 0,3%.

Meskipun hijau di Asia, pasar keuangan Eropa yang dibuka kemarin siang mengalami dampak Testimoni Powell yang melemah layaknya IHSG. Ketika dibuka, pasar Eropa menguat tetapi semakin melemah menuju penutupan.

Tidak seperti pasar Asia yang stabil menguat, pasar Eropa bereaksi lebih maju yaitu memikirkan dampak dari kekhawatiran dalam Testimoni Powell terkait perang dagang dan makroekonomi yang memburuk.

Testimoni itu justru dipusingkan pelaku pasar Eropa, salah satunya karena perusahaan kimia asal Jerman yaitu BASF menyatakan perang dagang AS-China yang dapat berlanjut akan menggerus kinerja perseroan.

Selain karena efek samping Testimoni Powell yang negatif, pasar Eropa juga terkena dampak dari pernyataan Bank Sentral Inggris (Bank of England/BOE) kemarin.

Dalam konferensi pers mengenai Laporan Stabilitas Finansial, Gubernur BOE Mark Carney mulai mencemaskan akan kemungkinan terjadinya Hard Brexit.

Hard Brexit merupakan istilah keluarnya Inggris dari Uni Eropa tanpa kesepakatan apapun atau non-deal Brexit, dan jika terjadi perekonomian Inggris bisa melambat, bahkan diprediksi akan mengalami resesi.

Pada November 2018, BOE menyatakan jika Hard Brexit terjadi maka Inggris akan mengalami resesi terburuk sejak Perang Dunia II. Namun, kala itu BOE masih sangat optimis jika Hard Brexit tidak akan terjadi.

Dalam konferensi pers tersebut, Carney menyatakan saat ini peluang terjadinya Hard Brexit semakin besar dan akan menimbulkan gangguan masif pada perekonomian Inggris, mengutip Yahoo Finance.

Selain itu, kekhawatiran lain mulai mengemuka dari sisi AS yang mulai berencana melakukan balasan terhadap kebijakan aksi sepihak Perancis yang berencana memajaki terhadap perusahaan berbasis teknologi informasi (TI).

Saat ini Presiden AS Donald Trump bertitah untuk dilakukannya investigasi terhadap rencana Perancis tersebut, dengan ancaman pengenaan tarif impor tambahan atau pembatasan dagang lain.

Berlanjut ke halaman 2 >>>
Dari pasar keuangan Wall Street di AS, bursa saham menguat dan membuat indeks Dow Jones Industrial Avg serta S&P 500 kompak mencetak rekor tertinggi baru sepanjang masa, tepatnya masing-masing naik 0,85% menjadi 27.088 dan 0,23% menjadi 2.999.

Penguatan pasar saham Negeri Paman Sam didukung naiknya harga saham-saham perusahaan farmasi setelah pemerintahan Trump batal mengeksekusi aturan yang mengatur penjualan obat resep.

Tadinya, proposal aturan itu mewajibkan perusahaan asuransi mengembalikan miliaran dana potongan harga (rebate) dari produsen obat ke pasien Medicare.

Alhasil, saham-saham perusahaan asuransi dan produsen obat mengangkat kinerja kedua indeks saham utama dunia tersebut.

Faktor lain yang melambungkan Wall Street adalah Testimoni Powell hari kedua di depan Komite Perbankan Senat AS, yang semakin menunjukkan bahwa ekonomi AS masih terancam oleh lemahnya kegiatan industri, jinaknya inflasi, serta memanasnya perang dagang.

Penguatan tersebut berlangsung hampir sepanjang hari dan sinyal penurunan suku bunga The Fed seakan tidak mengindahkan naiknya laju inflasi AS yang dirilis kemarin.

Tingkat inflasi Juni yang diumumkan 1,6% kemarin dinilai menjadi yang tertinggi dalam 1,5 tahun terakhir.



Tidak jauh dari Amerika Serikat, berkat badai yang terjadi di Teluk Meksiko, beberapa rig minyak di kawasan itu dievakuasi dan mendongrak harga minyak naik ke level tertinggi sejak 6 pekan terakhir.

Tragedi penghadangan kapal tanker minyak Inggris di Selat Hormuz oleh Iran turut meningkatkan ketegangan Negeri Para Mullah itu dengan dunia Barat serta berdampak pada harga emas hitam.

Harga kontrak minyak Brent sempat naik menjadi US$67,65 per barel semalam dan menyentuh level tertinggi sejak 30 Mei, walaupun akhirnya ditutup pada US$66,52 per barel, sedangkan harga minyak versi West Texas Intermediate (WTI) sempat naik menjadi US$60,94 per barel, tertinggi sejak 23 Mei.

Ketegangan kembali melanda harga emas hitam karena pada Kamis (11/7/19), Iran sempat berniat membalas perlakuan Inggris yang sudah menahan salah satu kapal tanker di Selat Gibraltar, Spanyol, yang memisahkan Spanyol dan Maroko.

Usaha balasan Iran kepada The Black Country, julukan Inggris, terjadi sehari setelah Iran mengancam akan memberikan konsekuensi kepada Inggris.

Aksi pengadangan tiga buah kapal terjadi terhadap sebuah kapal tanker bernama British Heritage yang berbendera Isle of Man milik perusahaan migas multinasional BP. Inggris mendesak pemerintahan Iran untuk menurunkan ketegangan (de-escalate) di daerah tersebut.

"[Kapal perang] HMS Montrose harus menyelipkan dirinya di antara kapal Iran dengan British Heritage dan mengeluarkan peringatan verbal terhadap kapal Iran, yang berhasil membuat penghadang mundur," bunyi pernyataan pemerintah Inggris, kutip Reuters.

Menteri Luar Negeri Iran Mohammad Javad Zarif membantah laporan Inggris itu dan menyebutnya sebagai informasi tidak penting dan tidak berharga (worthless).

Insiden itu hanya terjadi setelah Marinir Kerajaan Inggris merangsek kapal tanker Iran, Grace 1, di Selat Gibraltar dan menangkapnya dengan dugaan mengirimkan minyak mentah ke Suriah serta melanggar sanksi Uni Eropa.


Bersambung ke halaman 3 >>>>
Berikut ini sentimen yang perlu diwaspadai dan dicermati pelaku pasar:

Pertama, hijaunya Wall Street dan dampak positif testimoni Powell kedua dapat membuat pelaku pasar Asia dan Indonesia sumringah karena semakin diyakinkan bahwa penurunan suku bunga AS sudah hampir pasti.

Kedua, meskipun diwarnai sentimen kuat The Fed yang akan mendukung penguatan pasar saham, saat ini situs CME Fedwatch yang menunjukkan ekspektasi pasar terhadap potensi penurunan suku bunga Fed Fund Rate (FFR) sebesar 25 basis poin (bps) naik menjadi 79,6% dari kemarin 70,8%, dalam rapat FOMC 31 Juli.

Namun, kenaikan itu justru menggerus probabilitas penurunan suku bunga 50 bps menjadi tinggal 20,4%, padahal kemarin posisi potensi turun 50 bps masih 29,2%. Jika penurunan ini terjadi, maka angka-angka yang berasal dari survei pelaku pasar tersebut dapat berpengaruh negatif terhadap pasar.

Ketiga, naiknya harga minyak dapat berdampak negatif untuk pasar keuangan domestik meskipun dalam skala kecil karena sentimen positif kuat dari The Fed yang sedang menaungi pasar keuangan global.

Harga minyak mentah dapat berpengaruh di pasar keuangan Indonesia karena faktor tersebut sangat diperhatikan investor terkait dengan posisi Indonesia sebagai importir bersih (nett importer) minyak mentah sehingga naik-turunnya emas hitam dapat berpengaruh pada APBN, neraca dagang, dan nilai tukar rupiah di pasaran.

Keempat, hari ini adalah penghujung pekan, yang biasa dimanfaatkan pelaku pasar trader untuk bersih-bersih portofolio sebelum berlibur sejenak di akhir pekan. Karenanya, hati-hati juga terhadap aksi ambil untung karena IHSG sudah naik lumayan yaitu 0,69% sejak akhir pekan lalu.




Berlanjut ke halaman 4 >>>
Berikut adalah peristiwa-peristiwa makroekonomi dan pasar modal yang akan terjadi menjelang akhir pekan ini dan pekan depan:



Jumat (12/7/19)
Neraca perdagangan, China (10.00 WIB)
Indeks Harga Produsen (PPI), AS (19.30 WIB)

Listing PT Hensel Davest Indonesia Tbk (HDIT) (09.00 WIB)
RUPS PT ICTSI Jasa Prima Tbk (KARW) (10.00 WIB)
RUPS PT Modernland Internasional Tbk (MDRN) (09.00 WIB)


Senin (15/7/19)
Pertumbuhan ekonomi, China (09.00 WIB)  
Neraca perdagangan, Indonesia (11.00 WIB) 

Cum dividen Reksa Dana Premier ETF Indonesia Sovereign Bonds (XISB) (16.15 WIB) 


Selasa (16/7/19)
Risalah rapat Reserve Bank of Australia (RBA), Australia (08.30 WIB)
Penghitungan claimant-pengangguran, Inggris (15.30 WIB)
Data penjualan ritel, AS (19.30 WIB) 

RUPSLB PT Asia Pacific Fibers Tbk (POLY) (10.30 WIB)  


Rabu (17/7/19)
Inflasi, Inggris (15.30 WIB)Inflasi, Eropa (16.00 WIB)
Persediaan minyak mentah, AS (21.30 WIB) 

RUPSLB PT Armada Berjaya Trans Tbk (JAYA) (10.00 WIB)


Kamis (18/7/19)
Keputusan suku bunga, Indonesia (14.30 WIB)
Neraca perdagangan, Jepang (08.30 WIB) 

RUPSLB PT Darma Henwa Tbk (DEWA) (14.00 WIB) 


Jumat (19/7/19)
Inflasi, Jepang (06.30 WIB) 

RUPSLB PT Indonesia Pondasi Raya Tbk (IDPR) (16.15 WIB)
RUPSLB PT Barito Pacific Tbk (BRPT) (10.00 WIB)  



Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:



IndikatorTingkat
Pertumbuhan ekonomi (Q1-2019 YoY)5,17%
Inflasi (Juni 2019 YoY)3,28%
BI 7-Day Reverse Repo Rate (Juni 2019)6%
Defisit anggaran (APBN 2019)-1,84% PDB
Transaksi berjalan (1Q-2019)-2,6% PDB
Neraca pembayaran (1Q-2019)US$ 2,42 miliar
Cadangan devisa (Juni 2019)US$ 123,8 miliar


TIM RISET CNBC INDONESIA
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular