
Newsletter
AS-Meksiko Damai, AS-China Masih Cerai
Hidayat Setiaji & Anthony Kevin & M Taufan Adharsyah, CNBC Indonesia
11 June 2019 05:54

Sentimen ketiga, pelaku pasar perlu mewaspadai kebangkitan dolar AS. Pada pukul 05:15 WIB, Dollar Index (yang mencerminkan posisi greenback di hadapan enam mata uang utama dunia) menguat 0,24%.
Dolar AS memang punya peluang untuk rebound. Maklum, Dollar Index sudah terkoreksi 0,38% selama sepekan terakhir. Dalam sebulan ke belakang, koreksinya mencapai 0,57%.
Ini membuat dolar AS sudah elatif murah dan kembali menarik di mata investor. Aksi beli akan kembali menguatkan nilai tukar mata uang Negeri Adidaya.
Oleh karena itu, rupiah wajib waspada. Apalagi penguatan rupiah sudah cukup signifikan, mencapai 1,04% sejak akhir Mei. Penguatan yang lumayan tajam ini menyimpan risiko terjadinya koreksi teknikal.
Namun, rupiah bisa mendapat angin dari sentimen keempat yaitu penurunan harga minyak. Pada pukul 05:22 WIB, harga minyak jenis brent dan light sweet anjlok masing-masing 1,5% dan 1,06%.
Penyebabnya adalah perang dagang AS-China yang masih jauh dari kata selesai. Perang dagang antara dua kekuatan ekonomi terbesar di dunia tentu akan menyebabkan gangguan rantai pasok global. Akibatnya, arus perdagangan dan investasi terhambat yang membuat laju pertumbuhan ekonomi tersendat.
Perlambatan ekonomi global menimbulkan persepsi penurunan permintaan energi. Jadi wajar saja harga si emas hitam terkoreksi.
Selain itu, sampai sekarang belum ada kepastian bagaimana arah kebijakan produksi minyak dari Organisasi Negara-negara Eksportir Minyak (OPEC) plus negara penghasil lain. Kongsi di antara mereka dikenal sebagai OPEC+. Rusia menjadi satu-satunya negara yang belum menentukan sikap apakah akan melanjutkan pemotongan produksi sampai akhir tahun.
"Satu-satunya negara yang belum sepakat adalah Rusia. Saya akan menunggu dinamika di sana," ungkap Khalid Al Falih, Menteri Energi Arab Saudi, mengutip Reuters.
"Ada risiko kelebihan produksi. Namun secara umum, kami akan menganalisis lebih dalam bagaimana perkembangan sampai Juni untuk bisa mengambil keputusan di pertemuan OPEC+ pada Juli nanti," kata Alexander Novak, Menteri Energi Rusia, dikutip dari Reuters.
Perang dagang dan arah produksi OPEC+ membuat harga minyak diliputi ketidakpastian. Akibatnya, harga minyak pun terkoreksi lumayan signifikan.
Namun bagi rupiah, koreksi harga minyak adalah sebuah berkah. Sebab penurunan harga minyak akan membuat biaya impor komoditas ini menjadi lebih murah.
Tentu kabar baik bagi negara net importir minyak seperti Indonesia. Ketika biaya impor minyak berkurang, maka tekanan di neraca perdagangan dan transaksi berjalan bisa terangkat. Rupiah pun jadi punya ruang untuk menguat, karena fondasi devisa dari sektor perdagangan yang lebih kokoh.
(BERLANJUT KE HALAMAN 5)
(aji/aji)
Dolar AS memang punya peluang untuk rebound. Maklum, Dollar Index sudah terkoreksi 0,38% selama sepekan terakhir. Dalam sebulan ke belakang, koreksinya mencapai 0,57%.
Ini membuat dolar AS sudah elatif murah dan kembali menarik di mata investor. Aksi beli akan kembali menguatkan nilai tukar mata uang Negeri Adidaya.
Oleh karena itu, rupiah wajib waspada. Apalagi penguatan rupiah sudah cukup signifikan, mencapai 1,04% sejak akhir Mei. Penguatan yang lumayan tajam ini menyimpan risiko terjadinya koreksi teknikal.
Namun, rupiah bisa mendapat angin dari sentimen keempat yaitu penurunan harga minyak. Pada pukul 05:22 WIB, harga minyak jenis brent dan light sweet anjlok masing-masing 1,5% dan 1,06%.
Penyebabnya adalah perang dagang AS-China yang masih jauh dari kata selesai. Perang dagang antara dua kekuatan ekonomi terbesar di dunia tentu akan menyebabkan gangguan rantai pasok global. Akibatnya, arus perdagangan dan investasi terhambat yang membuat laju pertumbuhan ekonomi tersendat.
Perlambatan ekonomi global menimbulkan persepsi penurunan permintaan energi. Jadi wajar saja harga si emas hitam terkoreksi.
Selain itu, sampai sekarang belum ada kepastian bagaimana arah kebijakan produksi minyak dari Organisasi Negara-negara Eksportir Minyak (OPEC) plus negara penghasil lain. Kongsi di antara mereka dikenal sebagai OPEC+. Rusia menjadi satu-satunya negara yang belum menentukan sikap apakah akan melanjutkan pemotongan produksi sampai akhir tahun.
"Satu-satunya negara yang belum sepakat adalah Rusia. Saya akan menunggu dinamika di sana," ungkap Khalid Al Falih, Menteri Energi Arab Saudi, mengutip Reuters.
"Ada risiko kelebihan produksi. Namun secara umum, kami akan menganalisis lebih dalam bagaimana perkembangan sampai Juni untuk bisa mengambil keputusan di pertemuan OPEC+ pada Juli nanti," kata Alexander Novak, Menteri Energi Rusia, dikutip dari Reuters.
Perang dagang dan arah produksi OPEC+ membuat harga minyak diliputi ketidakpastian. Akibatnya, harga minyak pun terkoreksi lumayan signifikan.
Namun bagi rupiah, koreksi harga minyak adalah sebuah berkah. Sebab penurunan harga minyak akan membuat biaya impor komoditas ini menjadi lebih murah.
Tentu kabar baik bagi negara net importir minyak seperti Indonesia. Ketika biaya impor minyak berkurang, maka tekanan di neraca perdagangan dan transaksi berjalan bisa terangkat. Rupiah pun jadi punya ruang untuk menguat, karena fondasi devisa dari sektor perdagangan yang lebih kokoh.
(BERLANJUT KE HALAMAN 5)
(aji/aji)
Next Page
Simak Agenda dan Data Berikut Ini
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular