
Harpitnas dan Jelang Libur Lebaran, Bagaimana Pasar Hari ini?

Untuk perdagangan hari ini, investor layak mencermati sejumlah sentimen. Pertama tentu hasil di Wall Street hari ini yang meski tipis tetapi masih hijau. Semoga hijaunya Wall Street dapat menjadi penyemangat pasar keuangan Asia.
Sentimen kedua adalah rilis data ekonomi AS, kali ini adalah inflasi. Pada kuartal I-2019, pembacaan kedua Personal Consumption Expenditure inti (core PCE) yang mengeluarkan komponen harga pangan bergejolak dan energi tercatat 1%. Melambat dibandingkan pembacaan pertama yaitu 1,3%.
Core PCE adalah preferensi The Fed dalam membaca inflasi. The Fed menargetkan core PCE berada di dekat 2% dalam jangka menengah.
Namun sepertinya sulit untuk mencapai target tersebut. Jarang core PCE menyentuh 2%.
Artinya, geliat ekonomi di AS sejatinya belum kuat-kuat amat. Konsumsi masyarakat masih terbatas, belum bisa stabil di target yang dipasang The Fed.
Ini membuat kemungkinan penurunan suku bunga acuan semakin besar. Sebuah persepsi yang bisa membatasi gerak dolar AS.
Jika benar dolar AS terkerangkeng oleh sentimen ini, maka rupiah punya peluang untuk kembali menguat. Pada penutupan pasar spot sebelum libur Kenaikan Yesus Kristus, rupiah melemah 0,17%. Semoga rupiah bisa membalas dendam hari ini.
Sentimen ketiga, yang juga bisa berdampak positif bagi rupiah, adalah koreksi harga minyak. Pada pukul 04:08 WIB, harga minyak jenis brent dan light sweet anjlok masing-masing 4,43% dan 4,08%.
Penyebab penurunan harga si emas hitam adalah persepsi melimpahnya pasokan. US Energy Information Administration mencatat inventori minyak AS pekan lalu turun hapir 300.000 barel. Walau turun, tetapi tidak sedalam konsensus pasar yang dihimpun Reuters yaitu minus 900.000 barel.
Penurunan 300.000 barel membuat total inventori minyak AS sebanyak 476,5 juta barel. Angka ini masih 5% di atas rata-rata selama lima tahun terakhir.
Kemudian, sentimen perang dagang juga menyebabkan harga minyak bergerak ke selatan. Perang dagang AS-China akan mempengaruhi kelancaran rantai pasok global. Arus perdagangan dan investasi global akan tersendat sehingga menurunkan laju pertumbuhan ekonomi.
Pelambatan aktivitas ekonomi akan membuat permintaan energi menurun. Dampaknya tentu saja harga minyak terkoreksi.
Namun bagi rupiah, penurunan harga minyak adalah sebuah berkah. Maklum, Indonesia adalah negara net importir minyak. Mau tidak mau, suka tidak suka, yang namanya impor minyak adalah wajib, harus, dan kudu karena produksi dalam negeri belum kunjung memadai untuk memenuhi permintaan.
Jika harga minyak turun, maka biaya impor komoditas ini menjadi lebih murah. Tekanan yang dialami neraca perdagangan dan transaksi berjalan tidak begitu berat, karena devisa yang ‘terbakar’ akibat impor minyak lebih sedikit. Rupiah pun jadi punya fondasi yang lebih kuat sehingga bisa terapresiasi.
Hari ini adalah perdagangan terakhir sebelum memasuki libur Idul Fitri. Ditambah lagi hari ini adalah dengan Hari Kejepit Nasional (Harpitnas).
Jadi ada kemungkinan perdagangan tidak akan berlangsung semarak. Kecuali ada sentimen yang luar biasa bin di luar dugaan, tampaknya aktivitas pasar akan berlangsung seadanya, serelanya, dan seikhlasnya saja.
Mohon maaf lahir-batin...
(BERLANJUT KE HALAMAN 4)
