Dolar Lengser ke Bawah Rp 14.400 Saat Injury Time, BI...?

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
29 May 2019 16:18
Dolar Lengser ke Bawah Rp 14.400 Saat Injury Time, BI...?
Ilustrasi Rupiah dan Dolar AS (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) ditutup melemah di perdagangan pasar spot sore ini. Rantai penguatan rupiah yang terjadi empat hari beruntun pun terputus. 

Pada Rabu (29/5/2019), US$ 1 dibanderol Rp 14.395 kala penutupan perdagangan pasar spot. Rupiah melemah 0,17% dibandingkan posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya. 

Mata uang Tanah Air sudah melemah sejak pembukaan pasar. Berikut pergerakan kurs dolar AS terhadap rupiah sepanjang hari ini: 

 

Sebelumnya, rupiah telah menguat selama empat hari berturut-turut. Dalam periode tersebut, rupiah menguat sampai 1,03%. 

Penguatan yang sudah lumayan tajam ini menjadi bumerang, rupiah jadi rawan terserang koreksi teknikal. Investor yang merasa sudah mendapat untung lumayan terpancing untuk mencairkannya. Rupiah pun terkena aksi jual sehingga bergerak melemah. 


Akan tetapi kalau melihat gerak rupiah yang kurang dinamis dan seakan 'dipaku', maka sepertinya ada peran Bank Indonesia (BI) di sana. Kemungkinan intervensi bank sentral yang menahan agar depresiasi rupiah tidak lebih dalam lagi.

Apalagi terlihat rupiah agak 'sprint' beberapa saat jelang penutupan pasar. Tampaknya 'tangan tak terlihat' dari Thamrin yang berperan mendorong dolar AS ke bawah Rp 14.400. 

Tanpa campur tangan BI, bisa saja nasib rupiah lebih buruk lagi. Sebab saat melihat beberapa mata uang utama Asia lainnya, pelemahan mereka lebih parah. 


Won Korea Selatan menjadi mata uang terlemah di Asia, sementara rupee India menempati posisi kedua dari bawah. Berikut perkembangan nilai tukar dolar AS terhadap mata uang utama Benua Kuning pada pukul 16:07 WIB: 

 


(BERLANJUT KE HALAMAN 2)

Rilis data teranyar di Negeri Paman Sam menjadi suntikan adrenalin bagi dolar AS. Pada Mei, Indeks Keyakinan Konsumen di AS versi Conference Board tercatat 134,1. Naik 4,9 poin dibandingkan posisi bulan sebelumnya dan mencapai posisi tertinggi sejak November 2018. 

Artinya, konsumen AS masih optimistis menatap masa depan. Konsumen masih berencana untuk meningkatkan belanja, yang bakal menjadi fondasi pertumbuhan konsumsi rumah tangga dalam pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB). 

Konsumsi rumah tangga menyumbang hampir 70% dalam pembentukan PDB di Negeri Adidaya. Oleh karena itu, AS masih punya harapan ekonomi bakal tumbuh kencang seiring kuatnya konsumsi rumah tangga. 

Ini membuat dolar AS punya harapan. Bisa saja The Federal Reserve/The Fed tidak jadi menurunkan suku bunga acuan tahun ini, seperti yang diprediksi pelaku pasar.  

Suku bunga acuan bertahan di kisaran 2,25-2,5% sudah menjadi berkah buat dolar AS. Tidak bisa lagi mengharapkan Jerome 'Jay' Powell dan kolega untuk menaikkan Federal Funds Rate seperti tahun lalu yang mencapai empat kali. 

Jadi berinvestasi di instrumen berbasis dolar AS (terutama di aset berpendapatan tetap seperti obligasi) akan tetap menguntungkan. Ini juga yang membuat dolar AS kebanjiran permintaan. 

Selain itu, investor juga berpaling ke dolar AS karena ketidakpastian baru di Eropa. Setelah menuntaskan pemilihan parlemen, kini Eropa sedang bersiap untuk mengisi pos-pos krusial termasuk gubernur Bank Sentral Uni Eropa (ECB). 

Namun proses tersebut sepertinya tidak akan mulus. Poros kiri-tengah dan kanan-tengah yang selama ini dominan di Brussel mendapat penantang baru yaitu kekuatan nasionalis-populis yang berhaluan agak ke kanan.  

Ini karena hasil pemilihan parlemen Uni Eropa menempatkan poros nasionalis-populis ke posisi strategis. European Conservatives and Reformist Group (ECR), Europe Freedom and Direct Democracy Group (EFDD), serta Europe of Nations and Freedom (ENF) masing-masing memperoleh suara 8,39%, 7,19%, dan 7,72%. Total suara tiga gerakan sayap kanan ini adalah 23,3%, jumlah yang bisa menentukan arah penentuan kebijakan. 

Dua faktor ini membuat investor memilih dolar AS, yang bagaimana pun masih menggenggam status sebagai aset aman (safe haven asset). Arus modal yang berkerumun di sekitar dolar AS membuat mata uang ini menguat, dan melemahkan mata uang lainnya termasuk rupiah.



TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular