Newsletter

Dolar AS Kian Ganas, 'Lini Belakang' Rupiah Bakal Kerja Keras

Hidayat Setiaji & Anthony Kevin & M Taufan Adharsyah, CNBC Indonesia
29 May 2019 05:51
Dolar AS Kian Ganas, 'Lini Belakang' Rupiah Bakal Kerja Keras
Ilustrasi Rupiah dan Dolar AS (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Indonesia finis bervariasi pada perdagangan kemarin. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) anjlok, sementara rupiah masih bisa selamat dengan penguatan tipis. 

Kemarin, IHSG ditutup melemah signifikan yaitu 1,08%. Padahal indeks saham utama Asia lainnya cenderung menguat, seperti Nikkei 225 (0,37%), Hang Seng (0,38%) Shanghai Composite (0,61%), dan Kospi (0,23%). 


Sementara nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) ditutup menguat 0,03% di perdagangan pasar spot. Penguatan tipis itu sudah membuat rupiah menjadi mata uang terbaik ketiga di Asia, karena mata uang utama Benua Kuning lainnya terdepresiasi. 

Namun meski finis di jalur hijau, sejatinya rupiah lebih banyak menghabiskan waktu dalam stagnasi. Bahkan rupiah sempat melemah walau hanya beberapa saat. 


Tekanan yang dialami IHSG dan rupiah disebabkan oleh sikap investor yang melakukan ambil untung. Sebelum koreksi kemarin, IHSG sudah menguat selama tiga hari beruntun dengan kenaikan mencapai 2,68%. 

Sedangkan rupiah juga sama, terapresiasi selama tiga hari berturut-turut. Penguatannya hampir mencapai 1%, tepatnya 0,99%. 

Ini membuat investor merasa keuntungan yang diperoleh sudah cukup tinggi. Tergiur, pelaku pasar pun memilih untuk mencairkan cuan. Tekanan jual menyebabkan IHSG dan rupiah melemah. 

Selain itu, arus modal juga sedang memihak dolar AS. Maklum, mata uang Negeri Paman Sam sudah lumayan lama teraniaya. 

Dalam sepekan terakhir, Dollar Index (yang mencerminkan posisi greenback secara relatif terhadap enam mata uang utama dunia) terkoreksi 0,33%. Lalu selama sebulan ke belakang, pelemahannya mencapai 0,4%. 

Artinya, sekarang dolar AS sudah relatif lebih murah. Investor pun tergoda untuk kembali mengoleksi mata uang ini. Arus modal berkerumun di sekitar dolar AS sehingga yang lain tidak kebagian, termasuk IHSG dan rupiah. 


(BERLANJUT KE HALAMAN 2)

Beralih Wall Street, yang baru memulai perdagangan hari ini karena kemarin libur memperingati memorial Day. Tiga indeks utama di bursa saham New York langsung ditutup melemah, di mana Dow Jones Industrial Average (DJIA) turun 0,93%, S&P 500, S&P 500 minus 0,85%, dan Nasdaq Composite berkurang 0,39%. 

Tampaknya investor di Wall Street masih agak jetlag setelah akhir pekan panjang. Memang perlu waktu untuk mencerna seluruh kabar dan sentimen yang terlewatkan. Terkadang muncul juga reaksi yang agak berlebihan. 

Misalnya, pelaku pasar mencoba memahami pernyataan Presiden AS Donald Trump mengenai prospek kelanjutan dialog dagang dengan China. Menurut Trump, dirinya ingin kembali ke meja perundingan tetapi memang tidak sekarang. 

"Saya percaya kami akan membuat kesepakatan yang bagus dengan China suatu saat nanti. Sebab saya tidak yakin China bisa terus membayar bea masuk. Anda tahu? Pebisnis sudah meninggalkan China, ratusan bahkan ribuan," tegas Trump, mengutip Reuters.

Investor yang jetlag melakukan reaksi yang knee-jerk (spontan tanpa berpikir panjang) saja. Padahal kalau dilihat lebih dalam, Trump masih membuka kemungkinan terjadinya perundingan yang mengarah ke damai dagang AS-China. 

"Pilih saja apa yang paling dikhawatirkan pasar sekarang. Perdagangan? Keyakinan konsumen? Jelas yang dilihat adalah perdagangan," ujar Ryan Detrick, Senior Market Strategist di LPL Financial yang berbasis di North Carolina, mengutip Reuters. 

Akibat ada kata-kata 'perdagangan' AS-China, investor langsung menilainya sebagai sentimen negatif. Sentimen ini sukses menutup kabar gembira dari rilis data ekonomi terbaru di Negeri Paman Sam. 

Pada Mei, Indeks Keyakinan Konsumen di AS versi Conference Board tercatat 134,1. Naik 4,9 poin dibandingkan posisi bulan sebelumnya dan mencapai posisi tertinggi sejak November 2018. 

Artinya, konsumen AS masih optimistis menatap masa depan. Konsumen masih berencana untuk meningkatkan belanja, yang bakal menjadi fondasi pertumbuhan konsumsi rumah tangga dalam pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB). 

Konsumsi rumah tangga menyumbang hampir 70% dalam pembentukan PDB di Negeri Adidaya. Oleh karena itu, AS masih punya harapan ekonomi bakal tumbuh kencang seiring kuatnya konsumsi rumah tangga. 

Namun ya itu tadi. Gara-gara investor masih jetlag, pernyataan dari Trump soal perdagangan AS-China dianggap sebagai sentimen negatif. Padahal kalau dilihat lagi isinya malah bisa positif. 


(BERLANJUT KE HALAMAN 3)


Untuk perdagangan hari ini, investor patut mencermati sejumlah sentimen. Pertama tentu performa Wall Street yang kurang impresif. Bisa saja investor di pasar keuangan Asia jiper duluan kala melihat Wall Street yang merah. 

Sentimen kedua adalah relasi AS-Jepang yang semakin mesra karena kunjungan Trump ke Tokyo. Tidak hanya di bidang perdagangan, kedua negara juga menyepakati peningkatan investasi. 

"Toyota mengumumkan akan berinvestasi US$ 13 miliar di AS dalam waktu tiga tahun ke depan. Perusahaan lainnya akan menyusul, menciptakan lebih banyak tenaga kerja. AS dan jepang akan mampu mengatasi permasalahan yang terjadi," ungkap Taro Aso, Menteri Keuangan Jepang, mengutip Reuters. 

Nah, sekarang tinggal bagaimana AS memperbaiki hubungan dengan China. Ini yang berat, karena hubungan keduanya malah semakin panas. 

Sekarang giliran Huawei (raksasa teknologi informasi asal China) yang dikabarkan sedang mengkaji ulang kemitraan dengan FedEx, perusahaan pengiriman dari AS. Pasalnya, dua paket milik Huawei yang dikirim dari Jepang dengan tujuan ke China berujung dengan status dikembalikan kepada pengirim. 

Selain itu, paket lain yang semestinya dikirim dari Vietnam ke kantor pusat Huawei di China coba dibelokkan ke negara lain oleh FedEx. Upaya ini terlacak dalam riwayat jejak perjalanan pengiriman. 

"Pengalaman terkini dengan FedEx, di mana dokumen penting yang dikirimkan tidak sampai ke tujuan atau coba dibelokkan ke tempat lain, membuat kami harus mengkaji ulang soal logistik dan pengiriman dokumen," tegas Jow Kelly, Juru Bicara Huawei, mengutip Reuters. 

Huawei memang menjadi sorotan setelah pemerintah AS memasukkan perusahaan ini ke daftar hitam karena dianggap membahayakan keamanan dan kepentingan nasional. Jadi memang pada prinsipnya tidak boleh ada yang berbisnis dengan Huawei, kecuali atas izin pemerintah. 

Rasanya kok hubungan AS-China malah semakin renggang. Tidak cuma di level pemerintahan, gontok-gontokan sudah merambat ke tingkat korporasi. 

Selama friksi dagang AS-China belum terselesaikan, atau minimal kedua negara masih belum mau kembali ke meja perundingan, maka pasar keuangan global akan selalu dihantui oleh risiko besar bernama perang dagang. Koreksi akan selalu membayangi dan bisa terjadi kapan saja. 

Sentimen ketiga adalah masih berlanjutnya tren penguatan dolar AS yang dimulai sejak kemarin. Pada pukul 05:24 WIB, Dollar Index sudah naik 0,33%. 

Ini membuat posisi rupiah cs di Asia kembali rawan. Kemarin, rupiah masih bisa selamat karena intervensi Bank Indonesia (BI). Namun hari ini gempuran dolar AS bisa semakin ganas, karena rupiah sudah menguat di kisaran 1% selama empat hari terakhir. 

Penguatan rupiah yang sudah semakin tajam membuat investor kian tergoda untuk mencairkan laba. BI menjadi satu-satunya harapan bagi rupiah untuk bertahan di zona hijau. Semoga 'lini belakang' yang digalang bank sentral masih mampu menjaga rupiah agar tidak kebobolan oleh serangan dolar AS yang semakin gencar. 


(BERLANJUT KE HALAMAN 4)


Berikut adalah peristiwa yang akan terjadi hari ini:

  • Rilis data tingkat pengangguran Jerman periode Mei (14:55 WIB). 

Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:

IndikatorTingkat
Pertumbuhan ekonomi (Q I-2019 YoY)5,17%
Inflasi (April 2019 YoY)2,83%
BI 7 Day Reverse Repo Rate (Mei 2019)6%
Defisit anggaran (APBN 2019)-1,84% PDB
Transaksi berjalan (Q I-2019)-2,6% PDB
Neraca pembayaran (Q I-2019)US$ 2,42 miliar
Cadangan devisa (April 2019)US$ 124,29 miliar
 
Untuk mendapatkan informasi seputar data-data pasar, silakan klik di sini.


TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular