Dolar AS Terlampau Beringas, Rupiah Dibikin Lemas

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
29 May 2019 12:15
Dolar AS Terlampau Beringas, Rupiah Dibikin Lemas
Ilustrasi Rupiah dan Dolar AS (CNBC Indonesia/Arie Pratama)
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) masih terus melemah di perdagangan pasar spot hari ini. Faktor domestik dan eksternal memang sedang tidak suportif buat mata uang Tanah Air. 

Pada Rabu (29/5/2019) pukul 12:00 WIB, US$ 1 dibanderol Rp 14.425. Rupiah melemah 0,38% dibandingkan posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya. 

Rupiah sudah melemah sejak pembukaan pasar. Namun seiring perjalanan, depresiasi rupiah semakin dalam dan dolar AS kembali menembus kisaran Rp 14.400. 


Dari dalam negeri, sepertinya koreksi teknikal sedang melanda rupiah. Maklum, sebelum hari ini rupiah telah menguat selama empat hari berturut-turut. Selama periode tersebut, apresiasi rupiah mencapai 1,03%. 

Oleh karena itu, keuntungan yang didapat investor sudah lumayan. Godaan ambil untung (profit taking) menghampiri, dan rupiah terkena tekanan jual. 





(BERLANJUT KE HALAMAN 2)

Sementara dari sisi eksternal, rupiah cs di Asia tidak mampu menahan gelombang keperkasaan dolar AS. Senasib dengan rupiah, mayoritas mata uang utama Asia juga melemah di hadapan greenback

Won Korea Selatan menjadi mata uang terlemah di Benua Kuning. Sedangkan rupiah menepati posisi kedua dari bawah. 

Berikut perkembangan nilai tukar dolar AS terhadap mata uang utama Asia pukul 12:07 WIB: 

 


Rilis data teranyar di Negeri Paman Sam menjadi suntikan adrenalin bagi dolar AS. Pada Mei, Indeks Keyakinan Konsumen di AS versi Conference Board tercatat 134,1. Naik 4,9 poin dibandingkan posisi bulan sebelumnya dan mencapai posisi tertinggi sejak November 2018. 

Artinya, konsumen AS masih optimistis menatap masa depan. Konsumen masih berencana untuk meningkatkan belanja, yang bakal menjadi fondasi pertumbuhan konsumsi rumah tangga dalam pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB). 

Konsumsi rumah tangga menyumbang hampir 70% dalam pembentukan PDB di Negeri Adidaya. Oleh karena itu, AS masih punya harapan ekonomi bakal tumbuh kencang seiring kuatnya konsumsi rumah tangga. 

Ini membuat dolar AS punya harapan. Bisa saja The Federal Reserve/The Fed tidak jadi menurunkan suku bunga acuan tahun ini, seperti yang diprediksi pelaku pasar.  


Suku bunga acuan bertahan di kisaran 2,25-2,5% sudah menjadi berkah buat dolar AS. Tidak bisa lagi mengharapkan Jerome 'Jay' Powell dan kolega untuk menaikkan Federal Funds Rate seperti tahun lalu yang mencapai empat kali. 

Jadi berinvestasi di instrumen berbasis dolar AS (terutama di aset berpendapatan tetap seperti obligasi) akan tetap menguntungkan. Ini juga yang membuat dolar AS kebanjiran permintaan. 

Selain itu, investor juga berpaling ke dolar AS karena ketidakpastian baru di Eropa. Setelah menuntaskan pemilihan parlemen, kini Eropa sedang bersiap untuk mengisi pos-pos krusial termasuk gubernur Bank Sentral Uni Eropa (ECB). 

Namun proses tersebut sepertinya tidak akan mulus. Poros kiri-tengah dan kanan-tengah yang selama ini dominan di Brussel mendapat penantang baru yaitu kekuatan nasionalis-populis yang berhaluan agak ke kanan.  

Ini karena hasil pemilihan parlemen Uni Eropa menempatkan poros nasionalis-populis ke posisi strategis. European Conservatives and Reformist Group (ECR), Europe Freedom and Direct Democracy Group (EFDD), serta Europe of Nations and Freedom (ENF) masing-masing memperoleh suara 8,39%, 7,19%, dan 7,72%. Total suara tiga gerakan sayap kanan ini adalah 23,3%, jumlah yang bisa menentukan arah penentuan kebijakan. 

Dua faktor ini membuat investor memilih dolar AS, yang bagaimana pun masih menggenggam status sebagai aset aman (safe haven asset). Arus modal yang berkerumun di sekitar dolar AS membuat mata uang ini menguat, dan melemahkan mata uang lainnya termasuk rupiah.


TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular