
Newsletter
Dolar AS Bangkit, Harga Minyak Melejit
Hidayat Setiaji & Anthony Kevin & M Taufan Adharsyah, CNBC Indonesia
28 May 2019 05:37

Namun pelaku pasar harus waspada dengan sentimen ketiga yaitu kebangkitan dolar AS. Pada pukul 04:47 WIB, Dollar Index sudah membukukan kenaikan 0,13%.
Sepekan terakhir, Dollar Index sudah terkoreksi 0,19% dan selama sebulan terakhir pelemahannya adalah 0,27%. Jadi dolar AS memang sudah relatif murah, sehingga mulai menggoda investor untuk melakukan aksi borong.
Jika penguatan dolar AS berlanjut, maka rupiah dkk di Asia patut berhati-hati. Dolar AS bisa saja mengamuk bak banteng terluka dan siap 'menanduk' mata uang Asia yang sudah mem-bully cukup lama.
Kemudian, rupiah juga perlu waspada dengan sentimen keempat yaitu perkembangan harga minyak dunia. Pada pukul 04:52 WIB, harga minyak jenis brent dan light sweet menanjak masing-masing 1,14% dan 1,06%.
Pendorong kenaikan harga si emas hitam adalah tensi di Timur Tengah yang meninggi. AS mengumumkan bakal mengirim 1.500 prajurit ke Timur Tengah untuk mengantisipasi serangan Iran. Pesawat bomber B-52 juga akan diterbangkan ke Timur Tengah.
"Kalau AS dan kliennya tidak merasa aman, itu karena mereka tidak disukai oleh orang-orang di kawasan ini. Menyalahkan Iran tidak akan mengubah keadaan," sebut Javad Zarif, Menteri Luar Negeri Iran, melalui cuitan di Twitter.
Mungkin wajar kalau AS begitu menjaga Timur Tengah, karena seperti kata Zarif, ada klien mereka di sana. Trump baru saja merestui penjualan senjata bernilai lebih dari US$ 8 miliar kepada Arab Saudi dan Uni Emirat Arab. Kebijakan itu dilakukan tanpa persetujuan Kongres.
Tensi yang meninggi di Timur Tengah dikhawatirkan terus tereskalasi dan berujung pada agresi militer alias perang. Amit-amit, jangan sampai terjadi.
Namun kalau sampai kejadian, maka pasokan minyak akan terhambat karena Timur Tengah adalah kawasan penghasil minyak terbesar di dunia. Tidak heran harga minyak naik lumayan tajam.
Kenaikan harga minyak bukan kabar baik buat rupiah. Sebab Indonesia adalah negara net importir minyak, yang suka tidak suka harus mengimpor demi memenuhi kebutuhan dalam negeri.
Saat harga minyak naik, maka biaya importasi komoditas ini akan semakin mahal. Akibatnya beban neraca perdagangan dan transaksi berjalan menjadi bertambah berat. Tanpa sokongan devisa yang memadai dari sektor perdagangan, rupiah menjadi rapuh dan rentan melemah.
Ditambah dengan kuatnya hawa kebangkitan dolar AS, sepertinya rupiah tidak akan menjalani hari ini yang mudah. Apalagi mata uang Tanah Air sudah menguat tiga hari beruntun, sehingga membuka peluang untuk koreksi teknikal.
(BERLANJUT KE HALAMAN 4)
(aji/aji)
Sepekan terakhir, Dollar Index sudah terkoreksi 0,19% dan selama sebulan terakhir pelemahannya adalah 0,27%. Jadi dolar AS memang sudah relatif murah, sehingga mulai menggoda investor untuk melakukan aksi borong.
Jika penguatan dolar AS berlanjut, maka rupiah dkk di Asia patut berhati-hati. Dolar AS bisa saja mengamuk bak banteng terluka dan siap 'menanduk' mata uang Asia yang sudah mem-bully cukup lama.
Kemudian, rupiah juga perlu waspada dengan sentimen keempat yaitu perkembangan harga minyak dunia. Pada pukul 04:52 WIB, harga minyak jenis brent dan light sweet menanjak masing-masing 1,14% dan 1,06%.
Pendorong kenaikan harga si emas hitam adalah tensi di Timur Tengah yang meninggi. AS mengumumkan bakal mengirim 1.500 prajurit ke Timur Tengah untuk mengantisipasi serangan Iran. Pesawat bomber B-52 juga akan diterbangkan ke Timur Tengah.
"Kalau AS dan kliennya tidak merasa aman, itu karena mereka tidak disukai oleh orang-orang di kawasan ini. Menyalahkan Iran tidak akan mengubah keadaan," sebut Javad Zarif, Menteri Luar Negeri Iran, melalui cuitan di Twitter.
Mungkin wajar kalau AS begitu menjaga Timur Tengah, karena seperti kata Zarif, ada klien mereka di sana. Trump baru saja merestui penjualan senjata bernilai lebih dari US$ 8 miliar kepada Arab Saudi dan Uni Emirat Arab. Kebijakan itu dilakukan tanpa persetujuan Kongres.
Tensi yang meninggi di Timur Tengah dikhawatirkan terus tereskalasi dan berujung pada agresi militer alias perang. Amit-amit, jangan sampai terjadi.
Namun kalau sampai kejadian, maka pasokan minyak akan terhambat karena Timur Tengah adalah kawasan penghasil minyak terbesar di dunia. Tidak heran harga minyak naik lumayan tajam.
Kenaikan harga minyak bukan kabar baik buat rupiah. Sebab Indonesia adalah negara net importir minyak, yang suka tidak suka harus mengimpor demi memenuhi kebutuhan dalam negeri.
Saat harga minyak naik, maka biaya importasi komoditas ini akan semakin mahal. Akibatnya beban neraca perdagangan dan transaksi berjalan menjadi bertambah berat. Tanpa sokongan devisa yang memadai dari sektor perdagangan, rupiah menjadi rapuh dan rentan melemah.
Ditambah dengan kuatnya hawa kebangkitan dolar AS, sepertinya rupiah tidak akan menjalani hari ini yang mudah. Apalagi mata uang Tanah Air sudah menguat tiga hari beruntun, sehingga membuka peluang untuk koreksi teknikal.
(BERLANJUT KE HALAMAN 4)
(aji/aji)
Next Page
Simak Agenda dan Data Berikut Ini
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular