Newsletter

AS Beringas, Awas China Mulai Panas!

Hidayat Setiaji & Anthony Kevin & M Taufan Adharsyah, CNBC Indonesia
07 May 2019 04:25
AS Beringas, Awas China Mulai Panas!
Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Indonesia memulai pekan dengan kurang impresif. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), nilai tukar rupiah, dan harga obligasi pemerintah melemah. Meski begitu, pelemahan ini sebenarnya masih lebih baik ketimbang yang terjadi di negara-negara tetangga. 

Kemarin, IHSG berakhir dengan koreksi 0,99%. Pelemahan IHSG jauh lebih baik ketimbang Shanghai Composite (-5,58%), Hang Seng (-2,9%), atau Straits Times (3%). 


Sementara rupiah menutup perdagangan pasar spot dengan depresiasi 0,28% di hadapan dolar Amerika Serikat (AS). Saat perdagangan di pasar spot valas Indonesia berakhir, rupiah bukanlah yang terlemah di Asia karena di bawah mata uang Tanah Air ada peso Filipina, yuan China, rupee India, dan won Korea Selatan. 


Kemudian imbal hasil (yield) obligasi pemerintah seri acuan tenor 10 tahun naik 5,9 basis poin (bps). Kenaikan yield menunjukkan harga instrumen ini sedang turun karena tertekan aksi jual. 


Mencari selamat. Itu adalah tema besar di pasar keuangan Benua Kuning kemarin. Maklum, memang sedang ada risiko besar yang mengintai perekonomian dunia. 

Adalah Presiden AS Donald Trump yang membuat pasar keuangan global gempar. Dalam cuitannya di Twitter, eks taipan properti itu mengungkapkan bahwa AS tetap akan menaikkan bea masuk bagi importasi produk-produk made in China. Selain itu, produk yang belum dikenakan bea masuk nantinya akan mulai disasar. 

"Selama 10 bulan terakhir, China membayar bea masuk 25% untuk importasi produk-produk high-tech senilai US$ 50 miliar dan 10% untuk produk-produk lain senilai US$ 200 miliar. Pembayaran ini sedikit banyak berperan dalam data-data ekonomi kita yang bagus. Jadi yang 10% akan naik menjadi 25% pada Jumat. Sementara US$ 325 miliar importasi produk-produk China belum kena bea masuk, tetapi dalam waktu dekat akan dikenakan 25%. Bea masuk ini berdampak kecil terhadap harga produk. Dialog dagang tetap berlanjut, tetapi terlalu lamban, karena mereka berupaya melakukan renegosiasi. Tidak!" cuit Trump di Twitter. 

Kepanikan pun terjadi. Reaksinya knee-jerk saja, melepas aset-aset berisiko di negara berkembang Asia (termasuk Indonesia) untuk berlindung ke aset aman seperti dolar AS dan yen Jepang. 

Sampai akhir pekan lalu, harapan damai dagang AS-China masih begitu terbuka. Bahkan delegasi China masih melakukan dialog dengan perwakilan AS di Washington. 

Namun utas (thread) cuitan Trump tersebut membuat semuanya seolah buyar. AS ternyata masih galak kepada China. Sesuatu yang sangat mungkin membuat Beijing murka. 

Mengutip Wall Street Journal, sumber di lingkaran dalam pemerintah China menegaskan pihaknya sedang mempertimbangkan untuk membatalkan proses negosiasi dagang dengan AS. Setiap aksi menimbulkan reaksi, apa yang dilakukan Trump sudah menciptakan 'api'. 

Harapan damai dagang perlahan berganti menjadi kekhawatiran dimulainya kembali perang dagang antara dua kekuatan ekonomi terbesar di planet bumi. Hal ini tentu sangat membuat investor cemas, sehingga tidak ada yang berani mengambil risiko. 

Sedangkan dari dalam negeri, rilis data pertumbuhan ekonomi kuartal I-2019 tidak banyak membantu. Sepanjang Januari-Maret, ekonomi Indonesia tumbuh 5,07% year-on-year (YoY). Ini menjadi laju paling lemah sejak kuartal I-2018. 

Angka tersebut lumayan jauh dibandingkan ekspektasi pasar. Konsensus yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan 5,19% sementara konsensus Reuters berada di 5,18%. 

'Penonton' pun kecewa karena tidak mendapat hasil sesuai harapan. Akibatnya, IHSG dkk tidak punya dorongan untuk memperbaiki nasib. 



(BERLANJUT KE HALAMAN 2)

Apa yang terjadi di Asia ternyata menular sampai ke seberang Samudera Atlantik. Tiga indeks utama di bursa saham New York melemah di mana Dow Jones Industrial Average (DJIA) terkoreksi 0,26%, S&P 500 minus 0,44%, dan Nasdaq Composite berkurang 0,48%. 

Penyebabnya pun sama, ancaman Trump yang berpotensi menyulut perang dagang dengan China. Memang koreksi di Wall Street mereda setelah tersiar kabar bahwa delegasi China tetap akan menyambangi Washington untuk melanjutkan dialog dagang. 

"Kami sedang dalam proses untuk memahami situasi terkini. Apa yang bisa saya sampaikan adalah delegasi China sedang mempersiapkan diri untuk berkunjung ke AS. Hal yang terpenting adalah kami berharap AS bisa bekerja sama untuk mencapai tujuan kolektif yang saling menguntungkan, kesepakatan yang win-win dan saling menghargai," papar Geng Shuang, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China, mengutip Reuters. 

Namun upaya China meredakan situasi tidak banyak membantu. Sebab, Trump kembali menjadi 'kompor meleduk' dengan cuitannya. 

"AS sudah kehilangan selama bertahun-tahun, US$ 600-800 miliar per tahun dalam hal perdagangan. Dengan China, kami kehilangan US$ 500 miliar. Maaf, kami tidak mau melakukan itu lagi!" cuit Trump. 


Risiko api perang dagang AS-China yang kembali menyala membuat saham sejumlah emiten yang mengandalkan Negeri Tirai Bambu sebagai pangsa pasar utama 'dihukum' oleh pasar. Saham Caterpillar anjlok 1,65%, Boeing amblas 1,29%, dan 3M ambrol 1,18%. 


(BERLANJUT KE HALAMAN 3)


Untuk perdagangan hari ini, investor patut mencermati sejumlah sentimen. Pertama tentu perkembangan di Wall Street yang kurang menggembirakan. Dikhawatirkan investor di pasar keuangan Asia terpengaruh oleh merahnya bursa saham New York. 

Sentimen kedua adalah dinamika friksi AS-China. Memang China berusaha terlihat tetap tenang, dan Beijing akan mengirim utusan ke Washington untuk melanjutkan negosiasi. Namun sebenarnya China agak panas juga. 

"Atmosfer perundingan sudah berbeda. Semua tergantung perilaku AS," tegas salah seorang diplomat China, dikutip dari Reuters. 

"Biarkan saja Trump menaikkan bea masuk. Kita lihat saja apakah dialog dagang bisa berlanjut," tegas Hu Xijin, Pemimpin Redaksi Global Times (tabloid terbitan Partai Komunis China), dalam cuitan di Twitter dengan nada mengancam. 

Apabila situasi masih memanas, maka bersiaplah menghadapi kondisi seperti kemarin. Tidak ada investor yang mau mengambil risiko, risk appetite sirna, semua bermain aman. Kalau ini terulang lagi, maka sepertinya derita IHSG, rupiah, dan obligasi pemerintah masih akan berlanjut. 

Sentimen ketiga, investor perlu mencatat bahwa pasar keuangan Indonesia sudah terkoreksi cukup dalam. Oleh karena itu, peluang untuk bangkit menjadi cukup besar. 

Misalnya rupiah. Dalam sebulan terakhir, pelemahan rupiah terhadap dolar AS sudah mencapai 1,2%. Rupiah menyimpan energi untuk technical rebound.  

Kabar baiknya, ada peluang ke arah sana. Rupiah terlihat sudah mulai menguat di perdagangan pasar Non-Deliverable Forwards (NDF). Kurs di pasar NDF biasanya mempengaruhi pembentukan harga di pasar spot. 

PeriodeKurs 6 Mei (15:58 WIB)Kurs 7 Mei (03:34 WIB)
1 PekanRp 14.336,5Rp 14.316
1 BulanRp 14.411Rp 14.389
2 BulanRp 14.476Rp 14.464
3 BulanRp 14.554Rp 14.535
6 BulanRp 14.756Rp 14.741
9 BulanRp 14.941Rp 14.925,9
1 TahunRp 15.151Rp 15.130
2 TahunRp 15.905Rp 15.785
 
Setelah 10 hari tidak pernah finis di zona hijau, mungkin hari ini rupiah mampu membalas dendam. Semoga bisa terwujud. 

Akan tetapi, rupiah patut waspada dengan sentimen keempat yaitu kenaikan harga minyak dunia yang cukup signifikan. Pada pukul 03:51 WIB, harga minyak jenis brent naik 0,9% dan light sweet bertambah 1,11%. 

Kenaikan harga si emas hitam disebabkan oleh situasi geopolitik Timur Tengah yang memanas, khususnya antara AS-Iran. Mengutip Reuters, Washington telah mengirimkan pasukan ke Timur Tengah untuk memberi pesan kepada Teheran bahwa musuh-musuh Negeri Adidaya akan berhadapan dengan prajurit yang tidak kenal ampun.  

"AS tidak mencari perang dengan Iran. Namun kami siap sedia untuk merespons setiap serangan, baik itu melalui jalur proxy, Korps Garda Revolusioner Iran, atau angkatan bersenjata Iran," tegas John Bolton, Penasihat Keamanan Gedung Putih. 

Keberadaan pasukan AS di Timur Tengah semakin mempersempit ruang gerak Iran untuk mengekspor minyak. Sebagai informasi, AS sudah memberlakukan embargo minyak kepada Iran. Barang siapa yang membeli minyak dari Negeri Persia, maka tidak bisa lagi berbisnis dengan Negeri Paman Sam. 


Selain itu, pendekatan AS yang sudah mengarah ke 'main kayu' berisiko menciptakan ketegangan di Timur Tengah. Kalau ketegangan itu sampai menyebabkan konflik bersenjata alias perang (amit-amit), maka pasokan minyak dari Timur Tengah akan terganggu.  

Persepsi berkurangnya pasokan ini yang menyebabkan harga minyak bergerak ke utara alias menguat. Bagi rupiah, kenaikan harga minyak bukan sebuah berita baik. 

Pasalnya, Indonesia adalah negara net importir minyak. Indonesia suka tidak suka harus mengimpor minyak untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri karena produksi yang tidak kunjung memadai. 

Ketika harga minyak naik, maka biaya importasi komoditas ini menjadi semakin mahal. Neraca perdagangan dan transaksi berjalan (current account) pun terancam. Padahal transaksi berjalan adalah fondasi penting bagi rupiah, karena mencerminkan pasokan devisa dari ekspor-impor barang dan jasa. 

Jika defisit transaksi berjalan melebar karena impor minyak yang membengkak akibat lonjakan harga, maka rupiah akan kekurangan modal untuk menguat. Rupiah menjadi rapuh dan rentan 'digoyang'. 


(BERLANJUT KE HALAMAN 4)


Berikut adalah peristiwa-peristiwa yang akan terjadi hari ini:
  • Rilis data Purchasing Manager's Index (PMI) manufaktur Jepang periode April versi Nikkei (07:30 WIB).
  • Rilis data pemesanan barang-barang industri Jerman periode Maret (13:00 WIB).
  • Rilis data pembukaan lapangan kerja JOLTs di AS periode Maret (21:00 WIB).
  • Rilis data penjualan ritel Indonesia periode Maret 2019 (tentatif).

Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:

IndikatorTingkat
Pertumbuhan ekonomi (Q I-2019 YoY)5,17%
Inflasi (April 2019 YoY)2,83%
BI 7 Day Reverse Repo Rate (April 2019)6%
Defisit anggaran (APBN 2019)-1,84% PDB
Transaksi berjalan (2018)-2,98% PDB
Neraca pembayaran (2018)-US$ 7,13 miliar
Cadangan devisa (Maret 2019)US$ 124,54 miliar

Untuk mendapatkan informasi seputar data-data pasar, silakan klik di sini.


TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular