NEWSLETTER

AS Beringas, Awas China Mulai Panas!

Hidayat Setiaji & Anthony Kevin & M Taufan Adharsyah, CNBC Indonesia
07 May 2019 04:25
Cermati Sentimen Penggerak Pasar Hari Ini
Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Untuk perdagangan hari ini, investor patut mencermati sejumlah sentimen. Pertama tentu perkembangan di Wall Street yang kurang menggembirakan. Dikhawatirkan investor di pasar keuangan Asia terpengaruh oleh merahnya bursa saham New York. 

Sentimen kedua adalah dinamika friksi AS-China. Memang China berusaha terlihat tetap tenang, dan Beijing akan mengirim utusan ke Washington untuk melanjutkan negosiasi. Namun sebenarnya China agak panas juga. 

"Atmosfer perundingan sudah berbeda. Semua tergantung perilaku AS," tegas salah seorang diplomat China, dikutip dari Reuters. 

"Biarkan saja Trump menaikkan bea masuk. Kita lihat saja apakah dialog dagang bisa berlanjut," tegas Hu Xijin, Pemimpin Redaksi Global Times (tabloid terbitan Partai Komunis China), dalam cuitan di Twitter dengan nada mengancam. 

Apabila situasi masih memanas, maka bersiaplah menghadapi kondisi seperti kemarin. Tidak ada investor yang mau mengambil risiko, risk appetite sirna, semua bermain aman. Kalau ini terulang lagi, maka sepertinya derita IHSG, rupiah, dan obligasi pemerintah masih akan berlanjut. 

Sentimen ketiga, investor perlu mencatat bahwa pasar keuangan Indonesia sudah terkoreksi cukup dalam. Oleh karena itu, peluang untuk bangkit menjadi cukup besar. 

Misalnya rupiah. Dalam sebulan terakhir, pelemahan rupiah terhadap dolar AS sudah mencapai 1,2%. Rupiah menyimpan energi untuk technical rebound.  

Kabar baiknya, ada peluang ke arah sana. Rupiah terlihat sudah mulai menguat di perdagangan pasar Non-Deliverable Forwards (NDF). Kurs di pasar NDF biasanya mempengaruhi pembentukan harga di pasar spot. 

PeriodeKurs 6 Mei (15:58 WIB)Kurs 7 Mei (03:34 WIB)
1 PekanRp 14.336,5Rp 14.316
1 BulanRp 14.411Rp 14.389
2 BulanRp 14.476Rp 14.464
3 BulanRp 14.554Rp 14.535
6 BulanRp 14.756Rp 14.741
9 BulanRp 14.941Rp 14.925,9
1 TahunRp 15.151Rp 15.130
2 TahunRp 15.905Rp 15.785
 
Setelah 10 hari tidak pernah finis di zona hijau, mungkin hari ini rupiah mampu membalas dendam. Semoga bisa terwujud. 

Akan tetapi, rupiah patut waspada dengan sentimen keempat yaitu kenaikan harga minyak dunia yang cukup signifikan. Pada pukul 03:51 WIB, harga minyak jenis brent naik 0,9% dan light sweet bertambah 1,11%. 

Kenaikan harga si emas hitam disebabkan oleh situasi geopolitik Timur Tengah yang memanas, khususnya antara AS-Iran. Mengutip Reuters, Washington telah mengirimkan pasukan ke Timur Tengah untuk memberi pesan kepada Teheran bahwa musuh-musuh Negeri Adidaya akan berhadapan dengan prajurit yang tidak kenal ampun.  

"AS tidak mencari perang dengan Iran. Namun kami siap sedia untuk merespons setiap serangan, baik itu melalui jalur proxy, Korps Garda Revolusioner Iran, atau angkatan bersenjata Iran," tegas John Bolton, Penasihat Keamanan Gedung Putih. 

Keberadaan pasukan AS di Timur Tengah semakin mempersempit ruang gerak Iran untuk mengekspor minyak. Sebagai informasi, AS sudah memberlakukan embargo minyak kepada Iran. Barang siapa yang membeli minyak dari Negeri Persia, maka tidak bisa lagi berbisnis dengan Negeri Paman Sam. 


Selain itu, pendekatan AS yang sudah mengarah ke 'main kayu' berisiko menciptakan ketegangan di Timur Tengah. Kalau ketegangan itu sampai menyebabkan konflik bersenjata alias perang (amit-amit), maka pasokan minyak dari Timur Tengah akan terganggu.  

Persepsi berkurangnya pasokan ini yang menyebabkan harga minyak bergerak ke utara alias menguat. Bagi rupiah, kenaikan harga minyak bukan sebuah berita baik. 

Pasalnya, Indonesia adalah negara net importir minyak. Indonesia suka tidak suka harus mengimpor minyak untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri karena produksi yang tidak kunjung memadai. 

Ketika harga minyak naik, maka biaya importasi komoditas ini menjadi semakin mahal. Neraca perdagangan dan transaksi berjalan (current account) pun terancam. Padahal transaksi berjalan adalah fondasi penting bagi rupiah, karena mencerminkan pasokan devisa dari ekspor-impor barang dan jasa. 

Jika defisit transaksi berjalan melebar karena impor minyak yang membengkak akibat lonjakan harga, maka rupiah akan kekurangan modal untuk menguat. Rupiah menjadi rapuh dan rentan 'digoyang'. 

(BERLANJUT KE HALAMAN 4)

(aji/aji)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular