
Newsletter
'Tarik Tambang' Resesi AS vs Damai Dagang, Siapa Menang?
Hidayat Setiaji & M Taufan Adharsyah & Anthony Kevin, CNBC Indonesia
29 March 2019 06:01

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Indonesia ditutup variatif pada perdagangan kemarin. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) masih mampu menguat sementara nilai tukar rupiah lagi-lagi terdepresiasi.
Kemarin, IHSG finis di jalur hijau dengan penguatan 0,56%. Indeks saham utama Asia ditutup mixed cenderung melemah seperti Nikkei 225 yang anjlok 1,16%, Shanghai Composite minus 0,92%, Kospi berkurang 0,82%, tetapi Straits Times dan Hang Seng mampu menguat masing-masing 0,16%.
Sentimen domestik lebih memberi warna kepada penguatan IHSG. Indeks jasa keuangan menjadi pendorong utama dengan penguatan mencapai 1,22%.
Saham PT Bank Mandiri (Perseo) Tbk/BMRI melonjak 3,14%. Kemudian saham PT Bank Danamon Indonesia Tbk/BDMN melonjak 2,5% dan saham PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk/BBTN melejit 2,45%.
Hasil Rapat Dewan Komisioner (RDK) Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebutkan bahwa posisi kredit perbankan pada bulan Februari 2019 mencapai Rp 5.227,88 triliun. Tumbuh 12,13% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya dan menjadi pertumbuhan tertinggi sejak Februari 2015.
Penyaluran kredit perbankan yang semakin meningkat tentu membuat profitabilitas ikut terangkat. Akibatnya, saham perbankan pun menjadi favorit pelaku pasar.
Sektor keuangan masih menjadi penentu gerak IHSG karena bobotnya adalah yang paling besar. Apa yang terjadi di sektor ini akan mempengaruhi IHSG secara keseluruhan.
Sementara nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) ditutup melemah 0,33% di perdagangan pasar spot. Seperti halnya rupiah, sebagian besar mata uang utama Asia pun tidak berdaya menghadapi greenback.
Investor kembali melepas mata uang negara berkembang karena sentimen ancaman resesi di AS. Isu ini kembali mencuat karena imbal hasil (yield) obligasi pemerintah AS tenor 3 bulan dan 10 tahun masih mengalami inversi, tenor pendek lebih tinggi ketimbang tenor panjang.
Selain itu, investor juga wait and see akibat perkembangan di Inggris. Perdana Menteri Inggris Theresa May menyatakan bersedia mundur jika parlemen menerima proposal Brexit yang diajukan pemerintah.
Nasib Brexit yang terkatung-katung plus wacana pergantian pemerintahan yang dipercepat (Inggris sedianya baru menggelar pemilu pada 2022) membuat pelaku pasar ogah mengambil risiko dan memilih bermain aman. Dolar AS pun menjadi pilihan karena statusnya sebagai safe haven.
(BERLANJUT KE HALAMAN 2)
Dari Wall Street, tiga indeks utama berhasil finis di zona hijau. Dow Jomes Industrial Average (DJIA) naik 0,36%, S&P 500 menguat 0,36%, dan Nasdaq Composite bertambah 0,34%.
Sentimen damai dagang AS-China menjadi penyebab utama gairah di bursa saham New York. Kemarin, Menteri Keuangan AS Steven Mnuchin dan Kepala Perwakilan Dagang AS Robert Lighthizer tiba di Beijing untuk melanjutkan dialog dagang dengan Wakil Perdana Menteri China Liu He.
Seorang sumber di lingkaran delegasi AS, seperti dikutip Reuters, mengungkapkan bahwa China telah melangkah lebih jauh dalam perundingan kali ini. Beijing kini sangat serius di bidang pelarangan kewajiban transfer teknologi.
"Mereka bicara soal transfer teknologi, tetapi di level yang tidak seperti biasanya. Baik dalam hal lingkup maupun detilnya," tutur sang sumber.
Dalam perundingan bulan lalu, Washington-Beijing sudah menyepakati perjanjian yang meliputi enam poin yaitu transfer teknologi dan pencurian siber, perlindungan terhadap hak kekayaan intelektual, jasa keuangan, mata uang, pertanian, dan penghapusan hambatan non-tarif di bidang perdagangan. Namun sang sumber menyatakan perundingan kali ini berbeda.
"Kalau Anda melihat teks bulan lalu dan membandingkan dengan yang sekarang, harus diakui bahwa kami sudah melangkah maju," tegasnya.
Keseriusan China untuk berdamai dengan AS tentu membuat prospek damai dagang kedua negara semakin besar. Dengan terwujudnya damai dagang, maka ekspor AS akan membaik, investasi meningkat, konsumsi rumah tangga bertambah, dan hasilnya adalah pertumbuhan ekonomi yang lebih solid.
Bukan apa-apa, AS memang butuh pelumas agar mesin pertumbuhan ekonomi mereka bisa berputar lebih kencang lagi. Pembacaan akhir terhadap pertumbuhan ekonomi AS kuartal IV-2018 menghasilkan angka 2,2% secara kuartalan yang disetahunkan (quarterly annualized). Melambat dibandingkan kuartal sebelumnya yang mencapai 3,4%.
Data pertumbuhan ekonomi ini yang membuat laju Wall Street agak tertahan. Oleh karena itu, investor tentu berharap damai dagang AS-China segera terwujud agar laju pertumbuhan ekonomi bisa lebih kencang lagi.
(BERLANJUT KE HALAMAN 3)
Untuk perdagangan hari ini, investor patut mencermati sejumlah sentimen. Pertama tentu kinerja Wall Street yang cukup memuaskan. Semoga hijaunya Wall Street menjadi pertanda happy wekend di pasar keuangan Asia, termasuk Indonesia.
Sentimen kedua adalah damai dagang AS-China. Sentimen ini terbukti ampuh mendongkrak performa Wall Street.
Setelah perundingan yang semakin positif, yang kurang tinggal pertemuan Presiden AS Donald Trump dan Presiden China Xi Jinping untuk menandatangani perjanjian damai dagang. Awalnya pertemuan tersebut dijadwalkan pada akhir Maret, tetapi kabar terakhir menyebutkan ada penundaan sampai Juni.
"Bisa Mei, Juni, tidak ada yang tahu. Bisa juga April, kami tidak tahu," ujar seorang sumber di lingkaran dalam delegasi AS yang sedang berunding di Beijing, mengutip Reuters.
Semoga pertemuan kedua pemimpin ini bisa terwujud dalam waktu yang tidak terlalu lama. Sebab damai dagang sudah begitu didamba...
Sentimen ketiga adalah dolar AS yang sepertinya masih perkasa. Pada pukul 05:01 WIB, Dollar Index (yang mencerminkan posisi greenback di hadapan enam mata uang utama dunia) menguat 0,47%.
Penguatan dolar AS terjadi akibat tingginya minat dalam lelang obligasi pemerintah. Hari ini, pemerintah Negeri menggelar lelang untuk 3 seri obligasi yaitu tenor 1 bulan, 2 bulan, dan 7 tahun.
Untuk tenor 1 bulan, penawaran yang masuk adalah US$ 150,53 miliar dan yang dimenangkan adalah US$ 50 miliar. Kemudian untuk tenor 2 bulan, pemerintah AS mengambil US$ 35 miliar dari US$ 108,83 penawaran yang masuk. Sedangkan untuk tenor 7 tahun, penawaran yang masuk adalah U$ 81,39 miliar dan yang dimenangkan adalah US$ 32 miilar.
Derasnya aliran modal yang masuk di pasar obligasi menyebabkan dolar AS menguat. Selain itu, arus modal di pasar obligasi juga membuat yield bergerak turun.
Penurunan yield ini menjadi dilematis, karena membuat inversi untuk obligasi pemerintah AS tenor 3 bulan dan 10 tahun semakin parah. Bahkan yield obligasi 10 tahun sudah di bawah 2,4%.
Risiko resesi di AS ternyata masih menggelayuti benak investor, belum bisa sepenuhnya move on. Ancaman resesi kemudian membuat pelaku pasar tidak mau jauh-jauh dari dolar AS.
Ini tentu membuat nasib rupiah menjadi di ujung tanduk. Jika rupiah kembali melemah hari ini, maka akan menjadi pelemahan selama 3 hari beruntun.
Sepertinya gerak pasar hari ini akan diwarnai tarik-menarik antara damai dagang vs ancaman resesi AS. Siapa yang akan lebih dominan? Kita lihat saja nanti.
(BERLANJUT KE HALAMAN 4)
Sentimen keempat, pelaku pasar juga perlu mencermati perkembangan di pasar komoditas. Pada pukul 05:15 WIB, harga minyak jenis brent dan light sweet naik masing-masing 0,16% dan 0,19%.
Harga si emas hitam mulai stabil setelah malam tadi waktu Indonesia sempat anjlok gara-gara Trump. Dalam cuitan di Twitter, eks taipan properti itu menyatakan bahwa Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) harus meningkatkan pasokan karena dia menilai harga komoditas ini sudah terlampau tinggi.
"Sangat penting bagi OPEC untuk menambah pasokan minyak. Pasar dunia sedang rentan, harga minyak sudah terlalu tinggi. Terima kasih!" cuit Trump.
[Gambas:Twitter]
Namun sentimen itu tidak bertahan lama, karena pagi ini harga minyak kembali naik meski terbatas. Sepertinya kata-kata Trump sudah kurang ampuh untuk menekan harga minyak.
"Cuitan Trump ini tidak memiliki signifikansi yang sama dengan cuitan sebelumnya yang 'meledak' karena dianggap sebagai sebuah fenomena baru. Sepertinya pasar menilai ini (cuitan Trump) sudah basi," ujar Bob Yawger, Director of Futures di Mizuhi yang berbasis di New York, mengutip Reuters.
Kenaikan harga minyak bukan kabar baik buat rupiah. Sebab, kenaikan harga minyak akan membuat biaya impor komoditas ini semakin mahal. Sementara Indonesia harus terus mengimpor minyak untuk memenuhi kebutuhan dalamn negeri karena produksi yang belum memadai.
Biaya impor minyak yang meningkat tentu memberikan tekanan kepada transaksi berjalan (current account). Jika defisit transaksi berjalan semakin lebar gara-gara impor minyak, maka rupiah akan rentan melemah karena fondasinya yang rapuh.
Sentimen kelima adalah dinamika Brexit. Uni Eropa memberi waktu sampai pekan ini bagi pemerintah dan parlemen Inggris untuk menyepakati sebuah proposal perpisahan. Jika tidak ada kesepakatan, maka Inggris hanya punya waktu sampai 12 April untuk bersiap cabut dari Uni Eropa.
Namun hingga detik ini, belum ada juga proposal Brexit yang disepakati. Dalam voting beberapa hari lalu, berbagai opsi yang ditawarkan oleh para anggota parlemen tidak ada yang menelurkan suara mayoritas. Inggris pun terancam hengkang dari Uni Eropa tanpa kompensasi apa-apa alias No-Deal Brexit.
"Dalam pertunjukan yang spektakuler, parlemen memutuskan menolak menjadi bagian dari Uni Eropa dan menolak seluruh opsi untuk meninggalkan Uni Eropa," cuit James Cleverly, Wakil Ketua Partai Konservatif, melalui Twitter.
Benang kusut Brexit yang sepertinya semakin mustahil diurai bisa membuat pelaku pasar lagi-lagi memilih bermain aman. Jika ini terjadi, maka bukan kabar gembira bagi IHSG dan rupiah.
(BERLANJUT KE HALAMAN 5)
Berikut adalah peristiwa-peristiwa yang akan terjadi hari ini:
Investor juga perlu mencermati agenda korporasi yang akan diselenggarakan pada hari ini, yaitu:
Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:
Untuk mendapatkan informasi seputar data-data pasar, silakan klik di sini.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji) Next Article Kemarin IHSG & Rupiah Ambruk Gegara PSBB DKI, Hari Ini?
Kemarin, IHSG finis di jalur hijau dengan penguatan 0,56%. Indeks saham utama Asia ditutup mixed cenderung melemah seperti Nikkei 225 yang anjlok 1,16%, Shanghai Composite minus 0,92%, Kospi berkurang 0,82%, tetapi Straits Times dan Hang Seng mampu menguat masing-masing 0,16%.
Sentimen domestik lebih memberi warna kepada penguatan IHSG. Indeks jasa keuangan menjadi pendorong utama dengan penguatan mencapai 1,22%.
Saham PT Bank Mandiri (Perseo) Tbk/BMRI melonjak 3,14%. Kemudian saham PT Bank Danamon Indonesia Tbk/BDMN melonjak 2,5% dan saham PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk/BBTN melejit 2,45%.
Hasil Rapat Dewan Komisioner (RDK) Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebutkan bahwa posisi kredit perbankan pada bulan Februari 2019 mencapai Rp 5.227,88 triliun. Tumbuh 12,13% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya dan menjadi pertumbuhan tertinggi sejak Februari 2015.
Penyaluran kredit perbankan yang semakin meningkat tentu membuat profitabilitas ikut terangkat. Akibatnya, saham perbankan pun menjadi favorit pelaku pasar.
Sektor keuangan masih menjadi penentu gerak IHSG karena bobotnya adalah yang paling besar. Apa yang terjadi di sektor ini akan mempengaruhi IHSG secara keseluruhan.
Sementara nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) ditutup melemah 0,33% di perdagangan pasar spot. Seperti halnya rupiah, sebagian besar mata uang utama Asia pun tidak berdaya menghadapi greenback.
Investor kembali melepas mata uang negara berkembang karena sentimen ancaman resesi di AS. Isu ini kembali mencuat karena imbal hasil (yield) obligasi pemerintah AS tenor 3 bulan dan 10 tahun masih mengalami inversi, tenor pendek lebih tinggi ketimbang tenor panjang.
Selain itu, investor juga wait and see akibat perkembangan di Inggris. Perdana Menteri Inggris Theresa May menyatakan bersedia mundur jika parlemen menerima proposal Brexit yang diajukan pemerintah.
Nasib Brexit yang terkatung-katung plus wacana pergantian pemerintahan yang dipercepat (Inggris sedianya baru menggelar pemilu pada 2022) membuat pelaku pasar ogah mengambil risiko dan memilih bermain aman. Dolar AS pun menjadi pilihan karena statusnya sebagai safe haven.
(BERLANJUT KE HALAMAN 2)
Dari Wall Street, tiga indeks utama berhasil finis di zona hijau. Dow Jomes Industrial Average (DJIA) naik 0,36%, S&P 500 menguat 0,36%, dan Nasdaq Composite bertambah 0,34%.
Sentimen damai dagang AS-China menjadi penyebab utama gairah di bursa saham New York. Kemarin, Menteri Keuangan AS Steven Mnuchin dan Kepala Perwakilan Dagang AS Robert Lighthizer tiba di Beijing untuk melanjutkan dialog dagang dengan Wakil Perdana Menteri China Liu He.
Seorang sumber di lingkaran delegasi AS, seperti dikutip Reuters, mengungkapkan bahwa China telah melangkah lebih jauh dalam perundingan kali ini. Beijing kini sangat serius di bidang pelarangan kewajiban transfer teknologi.
"Mereka bicara soal transfer teknologi, tetapi di level yang tidak seperti biasanya. Baik dalam hal lingkup maupun detilnya," tutur sang sumber.
Dalam perundingan bulan lalu, Washington-Beijing sudah menyepakati perjanjian yang meliputi enam poin yaitu transfer teknologi dan pencurian siber, perlindungan terhadap hak kekayaan intelektual, jasa keuangan, mata uang, pertanian, dan penghapusan hambatan non-tarif di bidang perdagangan. Namun sang sumber menyatakan perundingan kali ini berbeda.
"Kalau Anda melihat teks bulan lalu dan membandingkan dengan yang sekarang, harus diakui bahwa kami sudah melangkah maju," tegasnya.
Keseriusan China untuk berdamai dengan AS tentu membuat prospek damai dagang kedua negara semakin besar. Dengan terwujudnya damai dagang, maka ekspor AS akan membaik, investasi meningkat, konsumsi rumah tangga bertambah, dan hasilnya adalah pertumbuhan ekonomi yang lebih solid.
Bukan apa-apa, AS memang butuh pelumas agar mesin pertumbuhan ekonomi mereka bisa berputar lebih kencang lagi. Pembacaan akhir terhadap pertumbuhan ekonomi AS kuartal IV-2018 menghasilkan angka 2,2% secara kuartalan yang disetahunkan (quarterly annualized). Melambat dibandingkan kuartal sebelumnya yang mencapai 3,4%.
Data pertumbuhan ekonomi ini yang membuat laju Wall Street agak tertahan. Oleh karena itu, investor tentu berharap damai dagang AS-China segera terwujud agar laju pertumbuhan ekonomi bisa lebih kencang lagi.
(BERLANJUT KE HALAMAN 3)
Untuk perdagangan hari ini, investor patut mencermati sejumlah sentimen. Pertama tentu kinerja Wall Street yang cukup memuaskan. Semoga hijaunya Wall Street menjadi pertanda happy wekend di pasar keuangan Asia, termasuk Indonesia.
Sentimen kedua adalah damai dagang AS-China. Sentimen ini terbukti ampuh mendongkrak performa Wall Street.
Setelah perundingan yang semakin positif, yang kurang tinggal pertemuan Presiden AS Donald Trump dan Presiden China Xi Jinping untuk menandatangani perjanjian damai dagang. Awalnya pertemuan tersebut dijadwalkan pada akhir Maret, tetapi kabar terakhir menyebutkan ada penundaan sampai Juni.
"Bisa Mei, Juni, tidak ada yang tahu. Bisa juga April, kami tidak tahu," ujar seorang sumber di lingkaran dalam delegasi AS yang sedang berunding di Beijing, mengutip Reuters.
Semoga pertemuan kedua pemimpin ini bisa terwujud dalam waktu yang tidak terlalu lama. Sebab damai dagang sudah begitu didamba...
Sentimen ketiga adalah dolar AS yang sepertinya masih perkasa. Pada pukul 05:01 WIB, Dollar Index (yang mencerminkan posisi greenback di hadapan enam mata uang utama dunia) menguat 0,47%.
Penguatan dolar AS terjadi akibat tingginya minat dalam lelang obligasi pemerintah. Hari ini, pemerintah Negeri menggelar lelang untuk 3 seri obligasi yaitu tenor 1 bulan, 2 bulan, dan 7 tahun.
Untuk tenor 1 bulan, penawaran yang masuk adalah US$ 150,53 miliar dan yang dimenangkan adalah US$ 50 miliar. Kemudian untuk tenor 2 bulan, pemerintah AS mengambil US$ 35 miliar dari US$ 108,83 penawaran yang masuk. Sedangkan untuk tenor 7 tahun, penawaran yang masuk adalah U$ 81,39 miliar dan yang dimenangkan adalah US$ 32 miilar.
Derasnya aliran modal yang masuk di pasar obligasi menyebabkan dolar AS menguat. Selain itu, arus modal di pasar obligasi juga membuat yield bergerak turun.
Penurunan yield ini menjadi dilematis, karena membuat inversi untuk obligasi pemerintah AS tenor 3 bulan dan 10 tahun semakin parah. Bahkan yield obligasi 10 tahun sudah di bawah 2,4%.
Risiko resesi di AS ternyata masih menggelayuti benak investor, belum bisa sepenuhnya move on. Ancaman resesi kemudian membuat pelaku pasar tidak mau jauh-jauh dari dolar AS.
Ini tentu membuat nasib rupiah menjadi di ujung tanduk. Jika rupiah kembali melemah hari ini, maka akan menjadi pelemahan selama 3 hari beruntun.
Sepertinya gerak pasar hari ini akan diwarnai tarik-menarik antara damai dagang vs ancaman resesi AS. Siapa yang akan lebih dominan? Kita lihat saja nanti.
(BERLANJUT KE HALAMAN 4)
Sentimen keempat, pelaku pasar juga perlu mencermati perkembangan di pasar komoditas. Pada pukul 05:15 WIB, harga minyak jenis brent dan light sweet naik masing-masing 0,16% dan 0,19%.
Harga si emas hitam mulai stabil setelah malam tadi waktu Indonesia sempat anjlok gara-gara Trump. Dalam cuitan di Twitter, eks taipan properti itu menyatakan bahwa Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) harus meningkatkan pasokan karena dia menilai harga komoditas ini sudah terlampau tinggi.
"Sangat penting bagi OPEC untuk menambah pasokan minyak. Pasar dunia sedang rentan, harga minyak sudah terlalu tinggi. Terima kasih!" cuit Trump.
[Gambas:Twitter]
Namun sentimen itu tidak bertahan lama, karena pagi ini harga minyak kembali naik meski terbatas. Sepertinya kata-kata Trump sudah kurang ampuh untuk menekan harga minyak.
"Cuitan Trump ini tidak memiliki signifikansi yang sama dengan cuitan sebelumnya yang 'meledak' karena dianggap sebagai sebuah fenomena baru. Sepertinya pasar menilai ini (cuitan Trump) sudah basi," ujar Bob Yawger, Director of Futures di Mizuhi yang berbasis di New York, mengutip Reuters.
Kenaikan harga minyak bukan kabar baik buat rupiah. Sebab, kenaikan harga minyak akan membuat biaya impor komoditas ini semakin mahal. Sementara Indonesia harus terus mengimpor minyak untuk memenuhi kebutuhan dalamn negeri karena produksi yang belum memadai.
Biaya impor minyak yang meningkat tentu memberikan tekanan kepada transaksi berjalan (current account). Jika defisit transaksi berjalan semakin lebar gara-gara impor minyak, maka rupiah akan rentan melemah karena fondasinya yang rapuh.
Sentimen kelima adalah dinamika Brexit. Uni Eropa memberi waktu sampai pekan ini bagi pemerintah dan parlemen Inggris untuk menyepakati sebuah proposal perpisahan. Jika tidak ada kesepakatan, maka Inggris hanya punya waktu sampai 12 April untuk bersiap cabut dari Uni Eropa.
Namun hingga detik ini, belum ada juga proposal Brexit yang disepakati. Dalam voting beberapa hari lalu, berbagai opsi yang ditawarkan oleh para anggota parlemen tidak ada yang menelurkan suara mayoritas. Inggris pun terancam hengkang dari Uni Eropa tanpa kompensasi apa-apa alias No-Deal Brexit.
"Dalam pertunjukan yang spektakuler, parlemen memutuskan menolak menjadi bagian dari Uni Eropa dan menolak seluruh opsi untuk meninggalkan Uni Eropa," cuit James Cleverly, Wakil Ketua Partai Konservatif, melalui Twitter.
Benang kusut Brexit yang sepertinya semakin mustahil diurai bisa membuat pelaku pasar lagi-lagi memilih bermain aman. Jika ini terjadi, maka bukan kabar gembira bagi IHSG dan rupiah.
(BERLANJUT KE HALAMAN 5)
Berikut adalah peristiwa-peristiwa yang akan terjadi hari ini:
- Rilis data tingkat pengangguran Jepang periode Februari (06:30 WIB).
- Rilis data pembacaan awal output industrial Jepang periode Februari (06:30 WIB).
- Rilis data penjualan eceran Jepang periode Februari (06:50 WIB).
- Rilis data pembangunan rumah baru Jepang periode Februari (12:00 WIB).
- Rilis data penjualan eceran Jerman periode Februari (14:00 WIB).
- Rilis data tingkat pengangguran Jerman periode Maret (15:55 WIB).
- Rilis data pengeluaran konsumsi perorangan AS periode Januari (19:30 WIB).
- Rilis indeks sentimen konsumen AS periode Maret versi Universitas Michigan (21:00 WIB).
- Rilis data penjualan rumah baru AS periode Februari (21:00 WIB).
Investor juga perlu mencermati agenda korporasi yang akan diselenggarakan pada hari ini, yaitu:
Perusahaan | Jenis Kegiatan | Waktu |
PT Arpeni Pratama Ocean Line Tbk (APOL) | RUPS LB | Tentatif |
PT Adira DInamika Multi Finance Tbk (ADMF) | RUPS Tahunan | 09:00 WIB |
PT Bank Maybank Indonesia Tbk (BNII) | RUPS Tahunan | 14:00 WIB |
PT Baramulti Suksessarana Tbk (BSSR) | RUPS Tahunan | 14:00 WIB |
Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:
Indikator | Tingkat |
Pertumbuhan ekonomi (2018 YoY) | 5,17% |
Inflasi (Februari 2019 YoY) | 2,57% |
BI 7 Day Reverse Repo Rate (Maret 2019) | 6% |
Defisit anggaran (APBN 2019) | -1,84% PDB |
Transaksi berjalan (2018) | -2,98% PDB |
Neraca pembayaran (2018) | -US$ 7,13 miliar |
Cadangan devisa (Februari 2019) | US$ 123,27 miliar |
Untuk mendapatkan informasi seputar data-data pasar, silakan klik di sini.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji) Next Article Kemarin IHSG & Rupiah Ambruk Gegara PSBB DKI, Hari Ini?
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular